12. Marah

1.7K 68 0
                                    

Vania terus berlari mencari tenda perkemahan nya. Namun ia selalu salah jalan dan selalu tersasar.

Ia berhenti lagi disebuah pohon untuk mengatasi lelahnya setelah berlari sekitar 3 km tanpa henti.

Nafasnya terengah engah. Degup jantungnya tak kalah dengan nafasnya. Keringat dingin mengucur keras.

Sendirian dalam hutan tak pernah terpikir olehnya. Yang membuat ia terasa nyaman adalah boneka kecil pemberian fery tadi.

Ia duduk dan menyenderkan kepalanya pada batang pohon. Kemudian vania menangis.

"Fer... Tolong gue." ucap vania parau.

***

Sementara di perkemahan tampak sedang cemas memikirkan vania. Sudah jam 03.30 namun tak ada tanda tanda keberadaan vania.

Fery tampak cemas memikirkan vania. Harusnya ia bersama Vania dan menjaganya.

Ia ingin mencari vania, tapi tidak diizinkan oleh panitia.

Fery masuk kedalam tendanya. Mengambil senter dan jaketnya.
Ia pergi melalui belakang tenda, mencari vania.

Tak ada yang mengetahui kepergian fery. Ia berlari agak menjauh agar ia bisa berteriak nama yang sedang ia cari itu.

Ia berlari memyusuri gelapnya hutan, hanya satu penerangan yaitu senter yang ia bawa.

Berlari sambil menyebut nama vania. Ia berhenti sejenak untuk mengitari sekelilingnya. Berharap tidak ada yang mengikutinya.

Kemudian ia mendengar sebuah suara. Kecil namun samar. Ia merasa namanya sedang disebut oleh seseorang.

"FANIA..." Teriak fery kemudian berlari lagi menuju asal suara. Senternya mengarah kemana mana.

Kemudian senternya mengarah ke seseorang yang sedang duduk menyender batang pohon yang cukup besar.

Fery yakin bahwa itu vania. Ia segera mempercepat lariannya.

Dan benar bahwa itu vania. Wanita itu sepertinya pingsan karena kelelahan setelah berlari cukup jauh.

Fery merendahkan tubuhnya hanya dengan Satu kaki menumpu tubuhnya.

Ia meletakan vania ke lengannya. Menggoyangkan tubuh vania berharap ia bisa bangun.

"Van bangun van.. Ini gue fery.. Bangun van.." dengan suara yang lemas sambil mengusap pipi vania.

Tanpa fikir panjang very langsung menaruh tangan vania di tengkuk lehernya. Tangan kanannya menuju kaki vania. Ia bangun dan mengendong vania menuju perkemahan dengan perlahan.

***

"Vania..." teriak laras yang dari tadi menangis memikirkan vania.

Fery sudah sampai diperkemahan. Ia tampak lelah, wajahnya pun pucat. Karena berjalan selama dua jam sejak kepergiannya mencari vania.

Laras bangkit dan menyusul fery. "Fer.. Vania kenapa?"

"Dia pingsan."

Kemudian ia langsung pergi ke tenda vania. Membaringkannya dan pergi keluar, karena sudah ada putri dan rifda yang menjaganya.

Laras menarik tangan fery menjauh dari perkemahan.

"Lu gak seharusnya istimewaiin dia." fery diam. "Dia ilang kayak gini karna boneka dari lu.. Dia bilang ke gua kalo boneka yang dia pegang sekarang ini adalah boneka istimewa dari lu" lanjut laras.

Fery hanya diam, memikirkan kata demi kata yang terucap dari laras.

"Menurut vania.. Boneka itu sama istimewanya kayak lo. Harus dia jaga dan gak boleh ilang." ucap laras dengan penuh air mata.

"Lo tuh harusnya jagain dia."

"Gua tau gua harus jagain dia.." selak fery dengan nada tinggi.

"Gua juga gak mau kalo vania sampe kayak gini.. Ini semua salah gue."

"Iyaa.. Ini semua salah lo. Andai lu jagain dia lebih baik lagi dan gak istimewaiin dia. Pasti dia gak bakal ilang." dengan nada tak kalah tinggi.

"Oke.. Sekarang gw harus apa?"

"Cukup satu.. Tinggalin dia.."
Laras langsung meninggalkan fery sendiri.

Fery masih stuck dan entah harus berbuat apa. Fery menonjok kasar batang pohon yang ada didepannya.

Terlihat memar dan merah tangan fery, namun tak sesakit vania saat hilang di hutan sendirian.

***

Fery menoleh kearah tenda vania. Keluarlah putri dari dalam tenda.

"Ehh.. Fer sini!"

Fery menuju tenda vania. "Kenapa put?"

"Ohh Gini.. Tolong... Tangan lu kenapa fer?" putri melihat tangan kanan yang terbalut perban putih.

"Ohh.. Ini gak papa kok." menyembunyikan tangannya ke belakang.

"Tolong jagain vania sebentar.. Gua mau ke toilet dulu."

"Ohh... Yaudah." fery menoleh masuk kedalam tenda.

"Vania belum sadar?"

"Udah tadi.. Tapi dia lagi istirahat.. Dia trauma berat karna semalem."

Fery diam. Ia merasa sangat bersalah.

"Yaudah gue ke toilet dulu ya."

Fery masuk kedalam tenda. Melihat perempuan cantik tertidur pulas dengan selimut biru motif doraemon yang lembut menyelimuti separuh badannya.

Fery duduk disamping vania. Ia merasa sangat bersalah. Fery masih kepikiran perkataan laras tadi.

"Van.. Maafin aku ya.." ucap fery parau. "Aku gak mau nyakitin kamu. Aku sayang sama kamu." lanjut fery tanpa membangunkan vania.

Mengelus pipi dan menyingkirkan rambut kebelakang kuping vania.

Fery langsung keluar tenda, dan untungnya putri sudah selesai.

"Gua permisi dulu." fery langsung pergi.




Sedih... Aku mau nangis nulis chapter ini 😭.

Liat kelanjutannya ya..

Jangan lupa vote, vote, vote, and comment.

Follow my instagram
Sania_indah474

See you guys

Gagal moveonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang