Entah hanya perasaan Gavin, atau memang hari ini Rindu selalu menghindarinya?
Seperti ketika lelaki itu baru saja bergabung duduk bersama Rindu dan Anya. Tiba-tiba saja Rindu bangkit dan pamit untuk ke kelas. Katanya mau mengerjakan pr yang belum sempat ia selesaikan di rumah.
Namun, ketika Gavin hendak ke kelas, nyatanya ia mendapati Rindu bermain basket sendirian di lapangan indoor dengan masih mengenakan seragam lengkap.
Gavin menghampirinya dan langsung merebut bola yang dengan brutal gadis itu dribble.
"Lo kenapa hari ini, Rin?"
Rindu mengembuskan napasnya dan berusaha merebut kembali bola tersebut dari tangan Gavin.
Ketika ia tak kunjung mendapatkan bola, Rindu menggeram dan berbalik melangkah pergi.
"Malesin tahu nggak sih lo!" Kata Rindu dengan suara lantang sambil melenggang menjauhi Gavin.
"Rin!" Gavin segera mengejar Rindu dan menangkap pergelangan tangan gadis itu. "Lo kenapa?"
"Lo tanya gue kenapa? Gue nggak apa-apa, goblok!"
"Itu artinya lo kenapa-napa, Rin. Apa gara-gara omongan gue kemarin? Iya?"
Wajah Rindu sudah tak mengenakkan. Gadis itu memutar kedua bola matanya dan melepaskan tangannya yang digenggam Gavin. "Iya. Gara-gara lo beliin gue jagung bakar, perut gue jadi mules sampai sekarang!"
Kadang memang Rindu seenggak jelas itu. Kalau suasana hati gadis itu sedang baik, ia bisa berubah menjadi kucing manis penurut. Namun, kalau sudah kepentok suatu hal yang mengusiknya dan merusak suasana hatinya, ia bisa berubah menjadi manusia yang tidak jelas dan menyalahkan apa saja sampai hal sepele sekalipun.
Gavin melongo ketika menyadari memang suasana hati gadis itu sedang tak baik. Maka dari itu, ia lepaskan genggamannya dan membiarkan Rindu melangkah menjauhinya dengan kaki dihentakkan.
***
Begitu bel pulang berbunyi, Gavin segera keluar kelas menyusul Rindu yang secepat kilat keluar dari kelas. Gadis itu memang mungil, tapi entah kenapa gesit sekali menghindar dari Gavin.
"Kalian kenapa sih?" Anya menghadang pergerakan Gavin yang sudah berada di ambang pintu kelas.
Gavin tak fokus pada apa yang Anya ucapkan. Matanya jelalatan keluar kelas, mengawasi koridor yang sudah tak ada sosok Rindu di sana.
"Eh, Hai, Nya. Gue duluan, ya."
Anya merasa ada yang aneh dengan kedua sahabatnya itu. Lihat saja Gavin yang tak mengacuhkan pertanyaannya dan langsung pergi setelah berkata singkat. Biasanya lelaki itu tak begitu.
Memang benar, ada yang tidak beres di antara mereka berdua.
***
Rindu menyandarkan punggungnya pada tiang halte dan mengistirahatkan kakinya sejenak. Nyatanya berjalan cepat dengan berlari, lebih melelahkan jalan cepat. Rasanya kaki-kaki mungil Rindu mau copot dari tempatnya.
"Gila, gila, gila!" Rindu mengusap peluh di dahinya. Kemudian tangannya merogoh saku rok untuk mengeluarkan HPnya.
Lagi-lagi, Rindu mendapati kekecewaan. Mamanya baru saja mengabari bahwa beliau tidak bisa menjemput Rindu, dan mengatakan untuk Rindu nebeng Gavin, seperti biasa.
"Nebeng gimana, coba? Mati-matian gue ngehindar, ya kali tiba-tiba minta nebeng. Mama kadang ngajak berantem, ya." gerutunya dengan bibir mencebik dan memasukkan kembali HPnya ke saku rok.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU √ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA] [PART MASIH LENGKAP] Rindu percaya dengan pepatah yang mengatakan, "Usaha tidak pernah mengkhianati hasil." Maka dari itu dia tidak akan menyerah akan cintanya. Saveri, lelaki dingin, ketus, cuek juga kasar. Harusnya...