Rindu sangat suka menghabiskan waktu santainya bersama Mama di rumah dengan menonton serial malam di TV. Apalagi dengan membaringkan badan di pangkuan Mama sudah membuat Rindu merasa nyaman.
"Ma, kita pindah rumah, yuk," ujar Rindu secara tiba-tiba di tengah kunyahan makaroni di mulutnya.
Sarah yang tadi sibuk memperhatikan TV, kini seratus persen beralih menatap Rindu.
"Kenapa?"
Rindu memainkan rambutnya dan enggan menatap manik mata Sarah.
"Enggak apa-apa."
Sarah mengelus kepala Rindu penuh sayang.
"Ada apa sih sama anak Mama satu ini, hm? Dulu awal pindah ke sini seneng banget, sekarang kenapa jadi minta pindah? Ayo cerita sama Mama, kenapa?"
Rindu hanya menggelengkan kepalanya.
"Apa jangan-jangan kamu ada masalah sama Saveri, ya? Dia ngapain kamu? Biar Mama yang ngadepin kalau dia nyakitin kesayangan Mama ini. Nggak bakal Mama pakai buat model lagi nanti dia."
Rindu otomatis bangkit dan memandangi Sarah. "Mama nggak lagi bercanda, kan?"
Memang alasan Rindu ingin pindah rumah karena Saveri, tapi ia juga tidak tega kalau Saveri harus kehilangan pekerjaannya hanya karena tingkah kekanakan Rindu.
Sarah tersenyum, "Nggak, sayang. Mama bakal jadi tameng kamu kalau ada yang sampek sakitin kamu."
"Ih, bukan gitu, Ma. Ini nggak ada hubungannya sama Kak Veri kok. Cuma..."
"Cuma apa?"
"Ah, nggak, Ma. Rindu tadi cuma asal nyeplos aja. Yaudah ya, Ma, Rindu mau ke kamar dulu."
***
Rindu memang tak akan menyerah untuk tetap menyukai Saveri. Sulit buat Rindu menjauh. Tapi melihat keadaan, rasanya hampir tak ada kesempatan untuk Rindu mendekat. Apalagi sebentar lagi Saveri sudah akan bertunangan dengan Karin.
"Seandainya aku seumuran sama kamu, Kak. Nggak akan aku kamu anggap adik kayak Anya." Ungkap Rindu.
Saat ini Rindu sedang di balkon kamarnya. Di depan sana, ia tepat bisa melihat lampu kamar Saveri menyala. Sepertinya lelaki itu tidak ada acara kencan dengan Karin.
Pintu balkon kamar Saveri pelan-pelan terbuka. Rindu masih diam duduk memperhatikan dari tempatnya sampai Saveri di seberang sana menyadari kebaradaan Rindu.
Ini yang kadang membuat Rindu tak suka. Di saat dirinya ingin menyendiri dan mencari udara segar di balkon, tiba-tiba muncul Saveri di seberang sana sedang memperhatikan Rindu.
"Gimana gue move onnya, kalau lo tatap gue gitu aja masih deg-degan, kak."
Seperti biasanya, Saveri selalu acuh. Sudah seperti kebiasaannya, lelaki itu merogoh saku celana untuk mengambil handphonenya dan menghubungi Karin.
Bagaimana Rindu bisa tahu? Tentu saja hanya dengan melihat senyum lelaki itu ketika berbicara, Rindu sudah tahu.
Rindu cemberut ketika Saveri memilih masuk kembali ke kamar dan mematikan lampunya.
"Masa iya, gue di sini dicuekin gitu aja," gerutu Rindu.
***
Hari minggu, Rindu sudah wangi dan segar ketika ia duduk di meja makan menanti Sarah selesai memasak.
"Mama hari ini kerja?" tanya Rindu ketika menyadari Sarah berpenampilan rapi dan cantik seperti ketika akan bekerja.
Sarah yang baru saja mengangkat sayur sop dari panci untuk dipindahkan ke wadah, mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU √ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA] [PART MASIH LENGKAP] Rindu percaya dengan pepatah yang mengatakan, "Usaha tidak pernah mengkhianati hasil." Maka dari itu dia tidak akan menyerah akan cintanya. Saveri, lelaki dingin, ketus, cuek juga kasar. Harusnya...