Tatiana Manaois - B.O.M.O
Hope you like it ♥
***
Rindu turun dari motor Gavin dan menyerahkan helm yang dipakainya kepada cowok itu.
"Makasih, Vin."
Gavin ikut melepaskan helmnya dan mengacak rambut hitamnya yang mulai memanjang.
"Besok lo beneran dateng ke pertunangannya?" tanya Gavin. Entah ini yang ke berapa kalinya ia menanyakan hal tersebut. Rasanya ia sangat membutuhkan jawaban yang memuaskan dari Rindu agar Gavin tak terus merundunginya.
Rindu mendesah. "Lo nanya sekali lagi, beneran gue kasih piring loh, Vin. Ya jelas gue dateng, lah. Terlepas dari semuanya, kita tetanggaan. Nggak enak kalau gue nggak dateng. Lagian Tante Rani pasti bakalan marah kalau sampai gue nggak dateng."
Gavin mengembuskan napas kasar mendengarkan keputusan Rindu. Ia sama sekali tidak melarang gadis itu untuk pergi. Hanya saja Gavin khawatir. Ia khawatir dengan hati Rindu nanti ketika harus melihat Saveri bertukar cincin dengan Karin.
Gavin tidak bisa melihat Rindu sedih. Bohong kalau perasaannya terhadap sahabatnya itu sudah hilang, nyatanya setiap ia melihat Rindu, hati Gavin masih mendesir.
"Kalau gitu lo besok dateng bareng gue ya. Kita dateng sama-sama." Setidaknya Gavin masih bisa menjadi tempat sandaran untuk Rindu.
"Nggak usah, Vin. Gue besok pagi-pagi udah disuruh ke rumah Anya. Katanya suruh dandan di sana sekalian."
Dahi Gavin mengkerut tidak paham. Lagipula untuk apa Rindu ikut berdandan di rumah Anya, bukankah itu malah jadi merepotkan pihak sana?
Tapi Gavin tak banyak berkomentar. Ketika melihat wajah Rindu yang tampak kelelahan, Gavin memutuskan untuk pamit saja dan bertemu gadis itu esok hari.
Rindu memasuki rumah dan mendapati Sarah— Mamanya, duduk di sofa depan televisi.
"Mama kok udah pulang?" Rindu terheran. Tidak biasanya Sarah pulang cepat. Pantas saja pintu rumah tadi terbuka, Rindu pikir asisten rumah tangga mereka yang hanya datang tiga hari dalam seminggu itu sedang berkunjung.
"Rindu kira Mbak Yun yang di rumah."
"Sini." Sarah menepuk bagian sofa yang kosong di sebelahnya.
Rindu mendekat dan duduk di samping Mamanya sambil memeluk perut wanita itu dengan manja.
"Kenapa, Ma? Rindu belum ganti baju ini," protes Rindu.
Sarah mengelus rambut sebahu Rindu dengan lembut. "Mama kangen aja sama anak kesayangan Mama ini. Kamu, kan sekarang jarang ke kantor Mama tiap pulang sekolah. Udah nggak kayak dulu lagi."
Rindu memberengut. Alasan mengapa sekarang ia jarang ke kantor Mamanya itu salah satunya adalah ia malu. Setelah sempat dulu dirinya adu cekcok dengan Saveri sampai membuat salah satu baju untuk photoshoot robek dan berakhir dirinya diomeli sang Mama, Rindu jadi malas ke sana. Selain itu, Mamanya juga akhir-akhir ini jarang ke kantor karena harus keluar kota, jadi tidak ada alasan untuk Rindu menemui Mamanya di kantor.
"Mama juga akhir-akhir ini sering keluar kota." Rindu makin mempererat pelukannya dan menenggelamkan wajahnya pada perut Mamanya.
"Tapi, Mama kok tumben udah pulang?" Rindu mendongak untuk bisa melihat ekspresi wajah Sarah.
"Mama mau keluar kota lagi, ya?" Ekspresi wajah Rindu berubah muram.
Sarah melepas pelukan mereka. "Kata siapa? Mama pulang cepet karena tadi ikut bantuin tetangga kita yang besok mau tunangan, sayang." Sarah mencubit gemas hidung Rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU √ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA] [PART MASIH LENGKAP] Rindu percaya dengan pepatah yang mengatakan, "Usaha tidak pernah mengkhianati hasil." Maka dari itu dia tidak akan menyerah akan cintanya. Saveri, lelaki dingin, ketus, cuek juga kasar. Harusnya...