• T E N •

1.4K 68 19
                                    

Saveri sangat ingin memaki Anya kalau ia tidak ingat bahwa perempuan itu adalah adiknya. Bagaimana bisa Anya tiba-tiba membatalkan untuk bermalam di rumah Rindu dan malah mengusulkan dirinya yang bermalam disana?

Mamanya juga, segala pakai mendukung usul Anya dan berpesan, "Jangan aneh-aneh. Tugas kamu cuma ngejagain Rindu loh, ya."

Saveri tidak akan sekesal ini kalau setelah berkata demikian Anya dan Mamanya malah berhigh five seakan menang lotre.

Baiklah. Hanya untuk menjaga gadis itu tidak akan jadi masalah, kan? Nanti yang akan Saveri lakukan hanya menonton TV dan memasak indomie soto favoritnya. Setelah itu tidur. Selesai.

Saveri mengetuk pintu berplitur coklat itu. Satu menit. Tiga menit. Tak ada jawaban. Ia mencoba membuka pintu, siapa tahu tidak dikunci. Dan benar saja tidak terkunci.

Perlahan Saveri masuk dan tak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Ruangan gelap gulita. Ia melihat jam di ponsel. Hampir pukul 7. Kemana perginya Rindu saat ini?

***

Rindu tak pernah menyangka akan bertemu dengan Gavin di jalan. Antara ini adalah rahmat atau petaka. Rindu masih enggan untuk berinteraksi dengannya setelah pengakuan perasaan lelaki itu beberapa hari lalu. Susah payah Rindu menghindar dari Gavin di sekolah dan sekarang mereka malah dipertemukan? Harus kepada siapa Rindu memaki sekarang?

"Lo ngapain di sini?" tanya Gavin setelah mematikan mesin motor dan melepas helmnya.

Rindu melengoskan wajah, "Bukan urusan lo!"

Gavin menaikkan sebelah alisnya. Sepertinya benar, Rindu masih marah. "Gue anter."

"Gausah. Makasih."

Jalanan di sekitar sini sepi. Hanya satu dua motor lewat dikarenakan ini jalanan kompleks perumahan dengan penghuni yang sedikit. Gavin tak yakin jika harus meninggalkan Rindu sendiri untuk pulang. Ia yakin kalau saat ini sahabatnya itu sedang tersesat.

"Lo mau pulang gimana? Udah malem, jalanan juga sepi."

Rindu akhirnya menoleh dan menatap sinis Gavin. "Yaudah, anterin kalau gitu."

Bola mata Gavin membesar karena terkejut.

Wah, ini baru benar-benar Rindu namanya. Batin Gavin.

Dengan senyum tipis, Gavin menyalakan mesin dan menunggu Rindu untuk naik.

"Pegangan!"

"Nggak mau."

"Yaudah."

Dengan senyum miring, Gavin sengaja mengegas kencang membuat Rindu terhenyak dan memekik kaget.

"Lo mau matiin gue ya?!" Dengan kesal Rindu memukul punggung Gavin keras.

"Makanya pegangan." Saat ini Gavin menahan dirinya agar tidak terbahak.

"Awas kalau lo modus." Akhirnya Rindu mau berpegangan dengan memegang ujung jahitan baju Gavin.

***

Rindu segera turun dari motor Gavin ketika mereka sudah sampai di depan rumahnya.

"Makasih."

Gavin tersenyum senang ketika Rindu sudah bersikap lebih baik padanya. Ia mengacungkan jempolnya dan tersenyum sampai gigi putihnya tampak.

RINDU √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang