Selama ini, Rindu belum pernah merasakan perasaan sarapan bersama di meja makan dengan keluarga. Semenjak Ayahnya pergi saat dirinya masih TK, Sarah jarang meluangkan waktu untuk makan di meja makan. Sarah selalu menyiapkan makanan, tetapi sekalipun jarang wanita paruh baya itu makan di rumah.
Sekarang, saat dirinya pagi-pagi ke rumah Anya sebelum berangkat sekolah, Rini mengajak Rindu untuk sarapan bersama. Hatinya menghangat ketika melihat semua keluarga Anya berkumpul satu meja.
Jadi begini rasanya. Perasaan ini membuatnya merindukan Mama Papa.
"Rindu, setelah lulus mau kuliah dimana?" Tanya Heru.
Segera saja Rindu mengenyahkan pikiran-pikiran tadi dari otaknya dan menyahuti pertanyaan Heru. Kuliah? Dimana? Oh iya, sekarang ia kelas dua belas.
"Belum tahu, Om," jawabnya.
Rindu merasakan seluruh pasang mata menatapnya. Ia risih. Memang salah kalau dirinya belum tahu mau kuliah dimana? Jujur saja, selama ini Rindu tak pernah memikirkan hal itu. Selama ini ia hanya santai menjalani pelajaran di sekolah. Toh, nanti juga temannya kuliah, dirinya juga bakal kuliah, kok. Pikir Rindu.
"Mau ambil jurusan apa emangnya?"
Rindu menghentikan tangannya yang mau menyendokkan makanan ke mulutnya. "Itu... juga Rindu belum tahu, Om."
***
Gavin baru saja tiba di kelas.
Dahinya mengernyit ketika melihat wajah lesu Rindu dan kepala gadis itu yg ditempelkan di meja.
"Kenapa lo?"
Saat ini Rindu tidak mau diganggu. Untuk itu ia mengubah posisi kepalanya menjadi menghadap arah lain.
"Kenapa dia?" tanya Gavin pada Anya yang sedang memainkan ponsel.
Gadis itu mengangkat bahunya tidak tahu. "Dari berangkat udah gitu. Salah makan mungkin."
Gavin mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Kemudian ia pindah bergabung bersama teman laki-lakinya.
Rindu mengambil napas berat dan mengembuskannya dengan keras.
Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan perihal kuliah. Gara-gara Om Heru, Rindu jadi resah sekarang.
Ia tak tahu mau kemana setelah lulus SMA. Selama ini ia selalu santai dan tak memikirkan masa depannya. Namun, setelah dipikir-pikir, masa depannya lah yang terpenting sekarang.
"Nya," panggil Rindu lesu.
Tanpa Anya memalingkan wajahnya dari ponsel, ia menjawab, "Hm?"
"Lo udah tahu mau kuliah dimana nanti?"
"Hm."
"Mau ambil jurusan apa udah tahu?"
"Hm."
"Lo penuh persiapan ya. Nggak kayak gue," ujar Rindu putus asa.
Mendengar perkataan Rindu, Anya meletakkan ponselnya dan melihat punggung lesu sahabatnya itu. Ia menepuk-nepuk bahu Rindu memberi semangat.
"Nanti juga bakal lo tahu mau kuliah dimana, Rin. Sekarang daripada lo puyeng mikirin kuliah, lebih baik lo nyari bakat diri lo dulu biar nanti gampang mu masuk mananya."
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU √ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA] [PART MASIH LENGKAP] Rindu percaya dengan pepatah yang mengatakan, "Usaha tidak pernah mengkhianati hasil." Maka dari itu dia tidak akan menyerah akan cintanya. Saveri, lelaki dingin, ketus, cuek juga kasar. Harusnya...