Little Mix - No More Sad Song
(Yang risih sama video clipnya, skip aja. Aku nggak tanggungjawab buat yang nggak suka)Hope you like it ♥
***
Tubuh Rindu rasanya sudah lebih baik meskipun masih sedikit pusing. Ia memutuskan untuk masuk kamar dan beristirahat lagi.
Awalnya, perempuan itu hanya berniat menyalakan musik lewat sound kecil yang ada di kamarnya. Rindu duduk di meja belajar dan memilih lagu lewat HP yang tersambung dengan bluetooth sound.
Rindu butuh lagu yang bisa membangkitkan semangatnya.
No More Sad Song dari Little Mix, sudah lama ia tidak mendengarkan lagu lawas ini.
Sejenak Rindu menatapi satu persatu poto yang ada di meja belajarnya, selain poto dirinya saat kecil dan kelulusan, ada beberapa poto aib Saveri juga. Rindu terkikik ketika melihat betapa konyolnya ekspresi si kecil Saveri.
Itu adalah Saveri saat berumur tujuh tahun. Dengan topi kerucut dan wajah cemong oleh whip cream juga coretan warn merah di hudungnya, hampir mirip badut.
Iseng, Rindu mengambil bingkai poto itu dan membaliknya.
Betapa terkejut dirinya ketika di bawah tulisan tangannya ada tulisan lain.
Aku nggak pernah menyesal menunggu hari itu tiba, ketika perasaanku berbalas :)
Ia ingat, itu adalah tulisannya dua tahun lalu ketika baru mendapatkan poto itu dari Tante Rini. Tapi ia tidak ingat dengan tulisan balasan di bawahnya.
Tunggu sebentar lagi.
Itu bukan tulisan tangannya.
Jantung Rindu langsung berdetak kencang. Kemungkinan-kemungkinan tentang siapa yang menulis itu semakin berkelebatan.
"Dih, nggak mungkinlah Kak Saveri yang nulis. Peduli sama perasaan gue aja kagak," elak Rindu mencoba menyangkal tentang kemungkinan terbesarnya.
***
Saveri menemui Karin di restoran tempat mereka dulu jadian.
"Kamu, tuh, ya. Kebiasaan ngajakin ketemuan pasti makan," keluh Karin ketika pesanan bakso mereka datang.
Makan bakso di restoran. Tipikal cara berpacaran mereka berdua. Susah untuk dijauhkan dari bundaran daging sapi yang nikmat itu.
Pasti sekalinya ingin ke restoran, pasti milihnya yang ada menu baksonya.
"Kamu juga seneng, tuh. Mana pesen yang beranak, lagi," ledek Saveri sambil membandingkan bakso porsi biasanya dengan bakso beranak milik Karin.
"Biarin. Katanya kalau aku gemuk, kamu makin suka."
Saveri tersenyum mendengar jawaban Karin. Hari ini mungkin ia akan menghancurkan mood wanita itu.
"Dihabisin. Awas nggak habis nanti kita batal tunangan."
"Ih, kamu kok ngomongnya gitu."
Karin sontak menatap mata Saveri yang berubah meredup. Lelaki itu duduk tegap dan mulai pembicaraan yang serius.
***
Rindu membawa satu kardus keluar rumahnya ketika tidak disangka Anya sudah berada di depan gerbangnya.
"Eh, mau kemana Rin?"
"Kebetulan ketemu lo, Nya. Ini gue nitip ya, kasihin ke abang lo." Rindu menyerahkan kardus yang ada di tangannya kepada Anya.
"Eh, ini apaan?"
Karena penasaran, Anya mengintip. "Baju lo?"
Rindu menggeleng. "Bukan. Itu punya Abang lo yang gue tilep. Mau gue balikin."
Anya mengernyit tidak mengerti dan Rindu dapat menangkap hal itu dari wajah sahabatnya.
"Nggak baik kalau gue ngejar cowok yang udah ada yang punya. Gue mau ngejaga perasaannya Kak Karin."
"Kok tiba-tiba gini?"
Lagi-lagi Rindu menggeleng. "Gue udah mikirin ini jauh hari, kok. Lusa pertunangannya Kak Saveri, jadi yaudah, ini waktu yang pas buat gue berhenti."
Anya menghela napas berat. Ia mengerti. Sudah terlalu banyak sakit hati yang sahabatnya terima. Mungkin memang ada baiknya Rindu berhenti sekarang.
"Kalau itu yang terbaik buat lo, oke. Gue ikut seneng kalau lo seneng." Anya menghela napas sejenak. "Dan betewe, tangan gue pegel ini. Lo bisa ambil kresek ini, nggak?"
Rindu memandangi kantung kresek hitam yang ada di tangan Anya.
"Ini apaan?"
"Oh, itu buat lo. Dari Abang."
Rindu makin tak mengerti. Maksudnya, kenapa tiba-tiba Saveri memberinya ini. Rindu tidak bodoh, ia tahu merk pembungkus kresek itu.
"Itu baju buat lo pakai di tunangannya nanti. Gue juga dikasih. Mungkin dia nyuruh kita buat couple-an kali."
"Ngaco, ih."
Anya mendesis. "Duh, yaudah terserah deh. Ini tangan gue pegel bawa kardusnya. Mau pulang dulu, ye. Pakai aja. Mayan dapet gaun gretong kan?"
Rindu memandangi punggung sahabatnya yang melangkah menjauhi rumahnya sampai hilang di balik pintu berplitur coklat.
Ia menghela napas berat memasuki rumah sambil menenteng kantung kresek dengan label nama toko yang ia kenal.
Rindu meletakkannya pada meja belajar. Ia duduk di kursi memandangi satu-satunya poto yang sengaja ia sisakan di mejanya. Lainnya? Sudah ia singkirkan.
Setelah dua hari yang lalu dirinya sakit dan menemukan tulisan asing di poto itu, Rindu sudah membuat keputusan. Ia akan membuang segala barang yang ada hubungannya dengan Saveri. Kecuali satu poto itu.
Rindu juga tidak tahu kenapa ia tidak ikut menyingkirkan poto itu bersama yang lain dari kamarnya?
"Lo mau nyiksa gue dengan ngasih gaun buat hari tunangan lo, Kak?"
Beberapa detik kemudian ponsel yang ada di mejanya berdering. Satu pesan masuk dari sahabatnya, Anya.
O iyaa.. Td gue lupa bilang
Dandannya suruh di rumah gue aja
Abang udah mesenin perias buat kita
Jangan lupaIyaa
Apa lagi ini???
Rasanya Rindu tidak perlu datang saja di hari itu. Seharusnya Saveri tidak usah repot-repot membelikannya gaun dan menyewa perias untuknya juga. Memangnya dia siapa?
Rindu bukan seseorang yang penting untuk Saveri, harusnya lelaki itu tahu.
***
17 Febuari 2019
Siang sayangkuhhh
Yang rindu Rindu ngacung 🙋
Hayoo ada apa tuh Saveri beliin gaun juga buat Rindu di hari tunangannya??Dan apa yg Saveri omongin sama Karin???
Main tebak-tebakkan kuy
Duh, susah yaa Rindu buat move on 😥
Ada yang mau bantuin??Jangan lupa vote dan komennya yaa sayangkuhh 🙆
Love,
Erisya 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU √ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA] [PART MASIH LENGKAP] Rindu percaya dengan pepatah yang mengatakan, "Usaha tidak pernah mengkhianati hasil." Maka dari itu dia tidak akan menyerah akan cintanya. Saveri, lelaki dingin, ketus, cuek juga kasar. Harusnya...