Rindu merasa aneh jika Saveri sekarang sedang duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya. Apalagi menyadari bahwa lelaki itu tidak keberatan menunggui Rindu kerja kelompok di rumah Gavin sampai selesai.
"Mending lo pulang deh, Bang." Gavin menyuarakan isi kepala Rindu sejak tadi.
Bukan hanya Rindu, Gavin juga merasa tidak nyaman dengan kehadiran Saveri di rumahnya. Ia pikir, Kakak dari sahabatnya itu hanya akan mengantarkan Rindu sampai ke rumahnya setelah itu pulang.
"Kenapa emangnya? Gue nggak ganggu acara belajar kelompok kalian, kan?" Saveri mengarahkan matanya kearah dua perempuan teman Rindu dan Gavin, meminta jawaban.
Kedua perempuan itu mengangguk antusias merasa keberadaan Saveri sangatlah menguntungkan mereka. Kapan lagi, kan, bisa sedekat ini dengan cowok ganteng yang sialnya juga digandrungi banyak perempuan di luaran sana.
Gavin memutar kedua matanya malas. "Keberadaan lo sangat mengganggu batin gue, ngerti? Tugas nggak selesai-selesai karena anak cewek sibuk ngeliatin lo. Arya nggak balik-balik karena lo nyuruh dia ke pasar cuma buat nyariin semangka segar buat lo. Jam segini mana ada pasar yang masih buka, Oneng? Singkat kata, cuma gue sama Rindu yang kerja keras di sini."
Saveri yang duduk di sofa terlihat pongah dengan penuturan Gavin yang sepenuhnya membenci keberadaan dirinya di rumah ini.
"Yaudah gue keluar. Temen cowok lo itu juga bentar lagi bakal balik."
Setelah kepergian Saveri, tak lama Arya kembali dengan satu buah semangka di gendongannya. Wajahnya kusut, tentu saja. Dia keliling kota mencari pasar yang masih buka demi mendapatkan semangka utuh ini.
"Nih. Mana Paduka Raja?" tanya Arya setengah jengkel juga.
"Gue usir."
Maksud hati ingin memaki habis habisan si Saveri, akhirnya Arya hanya menelan ludah pahit dan memilih segera ikut nimbrung mengerjalan tugas yang belum selesai.
***
Rindu ikut pamit bersama teman-temannya yang lain saat langit sudah gelap. Adzan maghrib juga sudah selesai dikumandangkan. Badan Rindu rasanya sangat capek. Ia ingin segera sampai rumah dan beristirahat dengan damai sampai besok pagi.
Melihat keluar gerbang, Rindu tidak menemukan kebaradaan Saveri. Huh, Rindu tidak banyak berharap bahwa lelaki itu akan menungguinya. Terlalu sering berharap kepada Saveri, sudah membuat Rindu hapal bagaimana peringai lelaki itu.
"Hati-hati ya kalian!" Rindu melambaikan tangannya pada ketiga teman yang sudah melenggang pergi dengan motor masing-masing.
Dan Rindu? Dia tidak ada pilihan lain selain mengiyakan tawaran Gavin untuk mengantarkannya pulang.
"Padahal nggak usah lo, Vin. Gue bisa ngegojek."
"Halah. Kayak sama siapa aja lo, Rin. Udah buruan naik! Gue tahu lo capek."
Setelah Rindu menurut dengan menaiki motor besar Gavin, motor itu melaju membelah jalanan komplek perumahan yang sepi.
"Lo nggak laper, Rin?"
Rindu menggeleng di belakang punggung Gavin. Menyadari bahwa Gavin tidak bisa melihatnya, Rindu menyahut. "Nggak. Kenapa?"
"Gue laper. Makan semangka sama krupuk doang tadi nggak ngebuat gue kenyang." eluh Gavin.
Rindu tahu. Gavin jarang makan tepat waktu. Bahkan untuk satu hari saja ia bisa menebak bahwa Gavin hanya makan saat ia membawakannya bekal ke sekolah atau saat sepulang sekolah lelaki itu mampir dulu ke warung.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU √ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA] [PART MASIH LENGKAP] Rindu percaya dengan pepatah yang mengatakan, "Usaha tidak pernah mengkhianati hasil." Maka dari itu dia tidak akan menyerah akan cintanya. Saveri, lelaki dingin, ketus, cuek juga kasar. Harusnya...