• S I X •

1.7K 73 6
                                    

Rindu suka suasana malam yang hening. Menurutnya, waktu terbaik dalam sisa hari ini hanyalah malam ini saja. Ia duduk di sofa yang sengaja diletakkan di beranda kamarnya sembari mendengarkan musik lewat earphone.

Rasanya damai dan menenangkan. Ia bangkit dari posisinya duduk dan berjalan menuju teralis besi pembatas beranda. Dari lantai dua rumahnya ini, ia bisa melihat jelas bangunan rumah depannya.

Yang ia lakukan hanya diam memandang dengan sesekali mengembuskan napas kasar. Kemudian matanya beralih menatap langit dengan kerlipan bintang.

Tanpa sengaja, ekor matanya menangkap pintu balkon seberang sana terbuka hingga menampakkan sosok laki-laki yang sedari tadi memenuhi pikirannya.

Saveri.

Lelaki itu tak menyadari bahwa Rindu memperhatikannya. Ia dengan acuh berjalan menuju kursi kayu dan duduk di sana. Tangannya menggenggam kotak yang Rindu yakin, itu adalah kotak yang sama dengan kotak yang ia temukan tadi siang di kamar Saveri.

Ia tampak membuka kotak tersebut, memandanginya sebentar, kemudian mengalihkan pandangan. Tepat saat itulah pandangan mereka bertemu. Rindu selalu saja memaku di tempat. Namun, Saveri segera memutuskan kontak dan kembali masuk ke kamar.

Malam terasa lebih sunyi dari malam-malam sebelumnya.

***

Rindu hampir selesai mengikat tali sepatunya ketika tiba-tiba saja sang Mama berkata bahwa Gavin telah menunggunya di teras rumah.

Rindu sempat berdehem sejenak sebelum akhirnya mengencangkan tali tas ranselnya dan membuka pintu.

Gavin berbalik dan menyambut Rindu dengan senyuman. "Pagi Rindu."

Rindu hanya memandanginya datar. "Ngapain lo ke sini pagi-pagi? Nggak ada jatah sarapan lagi buat lo," sinisnya.

"Gue mau ngejemput lo kok. Kita berangkat bareng."

Rindu menaikkan sebelah alisnya dan berjalan tanpa acuh. "Siapa yang minta lo ngejemput gue, sih? Gue bisa berangkat sendiri."

Tak menyerah sampai situ, Gavin tetap ngotot membuntuti Rindu dengan berjalan kaki di sebelahnya. Ia memutuskan untuk menemani gadis itu jalan kaki daripada memaksanya menaiki motornya.

Bisa-bisa Rindu bukannya mengalah, malah tambah marah ke Gavin.

Rindu termasuk gadis yang keras kepala dan tempramental. Ia masih kesal dengan Gavin. Selama ini Rindu hanya menganggap Gavin teman, dan ia sama sekali tak menemukan masalah atas anggapannya tersebut.

Mendapat pengakuan secara tidak langsung dari lelaki itu, cukup membuat Rindu tidak tahu harus bagaimana dan memutuskan untuk menjaga jarak dari Gavin sementara waktu.

Lagi-lagi, saat keluar dari gerbang rumahnya, Rindu berpapasan dengan Saveri. Di sebelahnya ada Anya yang melambaikan tangan, kemudian berlari menyebrang untuk menghampiri mereka.

"Kok jalan kaki?" tanya Anya sembari mengimbangi langkah kedua temannya.

"Rindu yang pengen."

"Gue mau naik ojek."

Setelah beberapa detik Rindu menyahut, sebuah mobil jazz berhenti di sebelah mereka. Kaca jendelanya diturunkan sampai memperlihatkan wajah sang pengemudi.

"Kalian naik!" suruhnya dengan nada datar membuat ketiga remaja itu hanya menatap tanpa bereaksi.

Saveri menghela napas. "Gue nggak mau kena omel Mama gara-gara Anya telat. Tugas gue buat antar jemput dia. Kalian berdua boleh nebeng, biar Anya maupun gue nggak kena masalah," jelas Saveri panjang lebar.

RINDU √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang