BTS - For You
Hope you like it ♥
***
Dia adalah bintang yang bersinar paling terang di malam yang paling gelap. Rindu menemukan bintang itu berkelip-kelip diantara ribuan bintang lainnya. Ia tak pernah menyangka bintang tersebut bisa menjadi miliknya. Dulu ia hanya bisa berangan dan berandai. Semua usaha rasanya sia-sia saja.
Untuk terakhir kali, Rindu meletakkan bingkai fotonya dengan Saveri saat mereka mengunjungi Dufan beberapa waktu lalu. Hari ini adalah keberangkatannya ke Jogja dan tidak ada kabar dari lelaki itu.
Semalam, Saveri berkata bahwa kemungkinan kecil ia bisa mengantar Rindu ke bandara. Rindu maklum, mengingat Bogor-Jakarta yang memang tidak bisa ditempuh dalam kedipan mata.
Rindu sama sekali tidak mempermasalahkan pekerjaan lelaki itu. Tapi anehnya, setelah semalam mereka berkirim pesan, paginya hingga menjelang petang sekarang Saveri tidak ada kabar. Itu membuatnya sedikit khawatir.
Apalagi kata Anya, abangnya juga sudah tidak memberi kabar apapun.
"Sayang, ayo berangkat. Nunggu apalagi?"
Rindu yang semula duduk di kursi belajarnya sambil memandangi layar ponsel yang gelap, menoleh.
"Eh, iya, Ma. Bentar lagi Rindu keluar."
Melihat raut sedih putrinya, Sarah tahu. Ada sesuatu yang masih mengganggu pikirannya.
"Nunggu kabar Saveri, ya?"
Rindu hanya menghela napas. Setelahnya, Rindu memilih bangkit dan menyeret kopernya.
"Udah, Ma. Ayo berangkat."
"Saveri pasti masih sibuk. Kan, semalem juga udah pamit kamunya. Jangan nething gitu, ah. Nggak baik."
Mendengar perkataan Mamanya, sebisa mungkin Rindu berpikir jernih. Mungkin memang jadwal yang padat membuat lelaki itu tidak memegang hapenya dan tidak bisa mengabari Rindu.
Hanya saja, ia masih tidak rela meninggalkan Jakarta sebelum meihat sosok yang dirindukan beberapa hari terakhir. Sudah hari ketiga mereka tidak bertemu. Komunikasi juga seperlunya saat menjelang malam dan Rindu sudah mengantuk hendak pergi tidur. Mungkin memang perbedaan jadwal yang membuat lekaki itu sulit menghubungi Rindu.
Baru saja beberapa hari dan Rindu sudah dilanda kegelisahan. Bagaimana hari-hari ke depannya nanti?
Sebelum masuk ke dalam mobil, Rindu menatap pintu rumah seberang yang tertutup. Masih berharap lelaki itu tiba-tiba muncul dan mengatakan sampai jumpa padanya.
Sekali lagi, Rindu harus mendesah kecewa karena tidak menemukan seorang pun keluar dari sana.
***
Saveri membanting stir ke kanan, hampir saja ia menyerempet penendara motor. Tangannya menegang dan dengan sigap mencengkram stir untuk mengendalikan mobil. Saveri benar-benar berharap supaya waktu berhenti sekarang.
Kalau saja ponselnya tidak tertinggal di manajernya, Saveri tidak perlu sekalang kabut ini.
Ia melirik jam tangannya, sudah pukul empat lewat dua puluh menit sore dan empat puluh menit lagi, Rindu sudah akan berangkat ke Jogja.
Ia meruntuki kecerobohannya tidak mengecek kembali semua barang bawaannya sampai-sampai ponselnya masih tertinggal pada manajernya. Mau kembali pun, sama saja. Ini sudah setengah perjalanan. Jadi percuma saja ia kembali dan mengambil ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU √ [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA] [PART MASIH LENGKAP] Rindu percaya dengan pepatah yang mengatakan, "Usaha tidak pernah mengkhianati hasil." Maka dari itu dia tidak akan menyerah akan cintanya. Saveri, lelaki dingin, ketus, cuek juga kasar. Harusnya...