• S I X T E E N •

1.4K 58 11
                                    

RM ft JUNGKOOK - I Know

***

Rindu dan Anya berada di dapur, sedangkan Saveri mereka tinggalkan di ruang keluarga sendirian.

"Abang lo kenapa lo ajakin ke sini, sih, Nya?!"

"Loh, bukannya lo malah seneng?"

Rindu mendengus. Ia menjatuhkan kepalanya pada meja makan menghadap Anya yang duduk di sebelahnya.

"Gue seneng. Seneeeeng banget. Tapi kalau kayak gini gue jadi banyak pikiran."

Dahi Anya mengerut. Banyak pikiran? Katanya tadi senang kalau Saveri Anya ajak ke sini. Anya tidak mengerti dengan isi otak Rindu sekarang.

"Apa yang lo pikirin, sih? Kak Karin? Atau omongan Abang gue yang dia nggak suka sama lo?"

Rindu diam. Bibirnya menekuk ke bawah. Itulah yang sebenarnya ia pikirkan akhir-akhir ini. Ia tidak mau dianggap sebagai perusak hubungan. Juga satu sisi, ia ingin lebih dekat dengan Saveri.

"Abang lo itu, akhir-akhir ini beda sikapnya ke gue, Nya. Gue takut gue makin baper dan makin nggak tahu diri ngejar Abang lo. Tapi di satu sisi, gue suka Abang lo makin perhatian ke gue. Gue jadi ngerasa mungkin dia mulai ngebuka hatinya buat gue."

Anya tidak percaya. Abangnya? Berubah perhatian ke Rindu?

"Beneran?"

Rindu mengangguk lemah. "Salah nggak, sih, kalau gue baper?"

Anya mengetukkan telunjuknya pada meja makan. Itu bisa saja terjadi. Tapi mustahil juga, mengingat Saveri sebentar lagi bertunangan dan hubungan Abangnya dengan sang pacar baik-baik saja. Anya tidak pernah menentang hubungan abangnya dengan siapapun. Asalkan Abangnya bahagia dan sang pacar baik, maka Anya setuju-setuju saja.

"Lo jangan terlalu berharap dulu, deh. Takutnya kalau dugaan lo salah, nanti lo yang sakit. Patah hati. Mewek. Gue juga yang repot, kan?"

Rindu mendengus. "Salah abang lo, noh. Suruh siapa ganteng, kan?"

Anya langsung menggeplak bahu Rindu keras. Sahabatnya ini bisa-bisanya bercanda saat mereka berbicara serius.

"Sekarang gue mau nanya sama lo, Rin. Bukan sebagai adik dari orang yang lo suka, tapi bener-bener sebagai sahabat lo." Anya diam sejenak. "Sekarang lo maunya gimana?"

Rindu termenung di tempatnya. Dia menegakkan tubuhnya dan menatap Anya yang menunggu jawaban darinya.

"Gue- nggak tahu~"

Anya mendesah. Ia tahu, mungkin Rindu juga bingung mau apa sebenarnya dia. Tapi kalau begini terus, posisi Rindu yang banyak dirugikan. Sahabatnya itu akan banyak memendam dan sakit hati karena realita, bahwa Saveri tidak akan pernah bisa jadi miliknya.

Anya, sebagai sahabat yang selalu ada buat Rindu, mau bagaimanapun juga ia ingin Rindu bahagia. Dengan senyum menenangkan, Anya mengusap bahu Rindu.

"Yaudah. Sekarang lakuin apapun yang ngebuat lo seneng. Jangan biarin hati lo patah lagi. Mau gimanapun, cuma lo yang tahu sama perasaan lo sendiri."

Rindu memeluk Anya erat. Selama ini ia belum pernah mendapat sahabat sepengertian Anya. Ia bahagia karena Anya selalu mendukung dan selalu ada di saat Rindu membutuhkannya.

"Thanks, Nya."

Anya balik memeluk. Ia menepuk-nepuk punggung Rindu. "Iya, iya. Udah gausah melow gini. Jadi jijik kan gue."

Rindu melepaskan pelukan dan cemberut. "Kebiasaan ngerusakin suasana aja lo."

Rindu bangkit dari duduknya. "Yaudah, ya, Nya. Gue ngantuk. Mau bobok."

RINDU √ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang