2. Perih

8.5K 327 2
                                    

Kita akan bertemu lagi Sayang..
Kau hanya perlu menungguku disana

~~~

Bryan's POV

Selama tiga jam mereka berada di dalam sana dan mengapa belum ada seorangpun yang keluar.

Selama tiga jam pula aku meredam sekuat tenaga rasa nyeri yang menjalar ditubuh.

Aku takut..

Aku sangat ketakutan sekarang, tidak kupungkiri.

Sudah berusaha keras mempositifkan pikiran tapi tetap saja, aku benar-benar takut pada kemungkinan terburuk dari semua ini.

Cklekk....

"Tuan Bryan.." Ah! Itu dokter, aku harus cepat-cepat tau sesuatu darinya.Aku menghampiri dokter yang wajahnya terlihat sangat lelah itu.

Tidak ada yang berbicara selama beberapa detik, aku maupun pria tua berbaju hijau ini.

Aku kemudian berinisiatif untuk membuka percakapan lebih dulu, mulutku hampir saja terbuka ketika dokter mengatakan kalimat yang sejak tadi dipendamnya.


"Maaf.." mengapa dia menunduk? mengapa dia meminta maaf? Jangan.. Jangan meminta maaf dokter aku tidak mau dengar itu.

"Kami tak bisa menyelamatkan Nona Alysia.. Dia kehilangan banyak darah."

Apa?

Apa maksudmu tidak bisa menyelamatkan istirku?


Kalimat itu mampu membuat otakku berhenti bekerja, dengan tubuh bergetar aku beringsut ke bangku terdekat sebelum terjatuh.

Masih mencerna apa yang terjadi hingga satu tetes air mata terlolos.


"Alysia.."


Tidak..

Ini mimpi kan?

Kuserahkan Ando pada asisten rumah tangga dan langsung berlari ke ruangan Alysia.

Tubuh tertutupi kain putih langsung menyapa netraku.

Disanalah Alysia berbaring.

Aku mendekati ranjang itu dengan hari hancur.

Wajah cantik wanitaku terlihat setelah aku menyingkap kain itu dari wajahnya.

Melihat kulit seputih salju itu membuat aku sadar bahwa Alysia tidak akan bersamaku lagi mulai detik ini.

Bibir pucat yang menjadi canduku itu membuat air mata mengalir kembali.

Senyuman yang terlukis indah, entah mengapa sekarang memandangnya malah menimbulkan nyeri teramat sangat di dadaku.

"Alysiaa.." rintihku.

Aku mengelus pipinya, berkata dalam hati 'bagunlah..'

"Alysia bangun.."

Dingin..

Kulit dingin sekali lagi menamparku, menegaskan bahwa Alysia tidak bisa menemaniku lagi..

Aku tak lagi menahan tubuh yang terduduk di lantai dingin rumah sakit.

Aku tak lagi menahan tangisan yang sejak tadi ingim meledak.

Aku tak menahannya lagi..

Aku tidak kuat menahan sakit yang seperti ini..

Sayang..

Ternyata sesakit ini ya rasanya kehilangan belahan jiwa.

Seperti mau mati saja rasanya.

Aku tau kita pasti akan berpisah tapi, secepat inikah?

Aleeyah dan Ando masih membutuhkanmu.

Aku... masih sangat membutuhkanmu ..

-----

Bryan menyeret raganya sendiri, membawa kepingan hatinya menuju tempat peristirahatan terakhir sang istri.

Keluarga dan kerabat Bryan maupun Alysia turut menjadi saksi bagaimana hancurnya pria itu ditinggalkan sang belahan jiwa.

Dengan luka yang masih menganga Bryan melihat betapa cantiknya wajah Alysia untuk terakhir kali.

Raga Alysia diturunkan perlahan diiringi isak tangis orang disekelilingnya.

Bryan menangis dalam diam.

Ingin rasanya dia ikut Alysia menemaninya disana tapi Aleeyah dan Ando sangat membutuhkan Bryan.

Kini semua tak akan sama lagi.

Tak ada sosok Alysia di kesehariannya.

Proses pemakaman telah usai.

Semua orang beranjak meninggalkan tempat yang selalu menjadi saksi atas tangisan orang orang yang ditinggalkan itu.

Menyisakan kesunyian dan sosok Bryan yang terduduk lemah dihadapan pusara Alysia.

"Kau tau Sayang, berat sekali rasanya melangkahkan kaki kesini.."

"Sekarang apalagi... Apa yang harus aku lakukan?"

"Kau benar-benar meninggalkan aku.."

"Kau tau kan aku bertahan di dunia ini hanya karna sosokmu dan sekarang apalagi..?"

"Suamimu ini mencintaimu Alysia. Aku telah mengatakannya jutaan kali tapi inilah kebenarannya."

"Terimakasih telah melahirkan putra dan putri kita."

"Aku akan membesarkan mereka dengan tanganku sendiri."

"Aku tau kita hanya terpisah sementara dan akan bersama sama lagi suatu saat nanti. Kau akan menungguku kan Sayang?"

Air mata Bryan kembali mengalir deras disusul dengan isakan pilu yang membuat siapapun mendengarnya akan merasakan kepedihan yang begitu dalam.

Betapa menyedihkan keadaannya saat ini.

Bryan yang gagah, kuat, dan disegani kini terduduk lemah tak berdaya dengan wajah merah dan basah oleh air mata.

Bryan merasakan sebuah kecupan dikeningnya.

Tepat di bagian yang biasa Alysia kecup ketika Bryan sedang sedih.

Ditinggalkan √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang