14. Balas dendam

4.8K 205 1
                                        


Aleeyah's pov

Adakah yang lebih menyedihkan dari tidak dapat bertemu lagi dengan orang yang sangat kau sayangi?

Aku merasakannya berulang kali.

Mengapa mereka suka sekali membuat aku merasakan sakit yang semacam ini.

Aku memang pertama kali berada di tempat seperti ini, namun seperti telah merasakan perasaan ini berulang kali.

Badan tak bertenagaku hanya mampu bersimpuh di samping gundukan tanah yang masih basah tempat dimana Sabian tidur untuk selamanya.

"Kak, hari semakin gelap sebaiknya kita pulang." kata Keenan.

"Aku masih ingin disini. Kalian pulanglah."

"Tapi Kak,"

"Tolong biarkan aku berdua dengan Sabian!"

"Baiklah, Kakak bisa menelfon bila sudah selesai aku akan menjemput disini."

Langkah kaki tiga orang sahabat kekasihku itu menjauh. Maaf, aku tau hati kalian sama remuknya denganku tapi biarkan aku egois kali ini.

Batu nisan berukiran nama yang sangat indah itu sepertinya sangat menarik hingga mataku tak bisa lepas darinya.

Mataku sungguh panas dan perih namun air mata tak mau berhenti mengalir.

Fikiranku masih bekerja mencari tau apakah semua ini benar, apakah ini bukan mimpi.

Aku lelah sekali, merebahkan badan di gundukan tanah yang bertabur kelopak bunga segar, memeluknya erat seolah memeluk raga Sabian. Air mata semakin deras setiap kali mengingatnya.

"Sabian .." rasanya suaraku sulit sekali untuk dikeluarkan.

"Bukankah kamu pernah berjanji untuk tidak meninggalkan aku?" sekuat tenaga kutahan air mata yang berusaha keluar

"Kufikir kamu berbeda .. Tapi nyatanya sama saja."

Aku mengadu seolah sedang berbicara dihadapan dan didengar olehnya.

"Mungkin lebih baik kita tak pernah bertemu sebelumnya."

"Aku sangat sedih ditinggal olehmu tapi juga marah, aku menyayangimu tapi juga membenci dirimu yang tak bisa menjaga diri sendiri dengan baik. Aku benci dengan janji yang saat ini kamu ingkari. Aku benci dirimu yang telah membuatku jatuh cinta padamu sedalam ini."

"Aku mencintaimu Sabian .. Itu akan membuatku sulit menerima kenyataan. Jadi, tolong ijinkan rasa benciku padamu yang tumbuh semakin besar agar hidupku bisa berjalan seperti sebelum ada kamu."

Aku gagal menahannya, air mataku sudah seperti sungai yang sedang meluap. Bagaimana bisa aku membenci Sabian? Tapi dia jahat membiarkan aku sendirian dan aku sudah kecewa.

"Maaf, aku akan mengingatmu sebagai sebuah luka di hatiku, Sabian." susah payah aku mengatakannya.

Dengan berat hati kulangkahkan kaki ini meninggalkan pusaranya. Aku tidak akan datang ke tempat ini lagi.

Dengan tertatih aku membawa kakiku keluar dari area pemakaman, namun baru beberapa langkah kepalaku terasa beputar, pandanganku semakin menggelap dan kurasakan tubuhku menghantam tanah.

Hal terakhir yang kurasakan sebelum kesadaranku hilang sepenuhnya adalah lelaki dengan wajah familiar mengangkat tubuhku, dan aroma tubuh ini ..

Sabian ..

--------------

Seorang lelaki tampan berbadan kekar duduk disamping gadis yang sedang tertidur pulas di tempat tidurnya.

Dipandangi wajah gadis itu. Cantik dan berparas lembut namun terlihat sangat kelelahan dan bengkak pada matanya akibat menangis seharian.

Badannya semakin kurus seperti tak makan beberapa bulan. Kulit seputih saljunya seakan bercahaya. Sempurna namun menyedihkan.

Tiba-tiba terdengar suara keluar dari bibir yang berwarna merah meskipun tanpa lipstick.

"Sa-biaan.." rintihnya.

Laki-laki itu hanya memandang dingin tak ada ekspresi apapun yang ditampilkan.

Kelopak mata itu mulai terbuka menampakkan bola dengan iris saphire.

"D-dima-na Sabian?" tanyanya.

"Sabian sudah mati!" jawab lelaki itu.

"Ti-dak, tadi dia menggendongku kemari." jelas sang gadis.

"Kau jalan sendiri dan tergeletak di depan pintu. Kau pikir siapa yang mau menggendong mu hah?" balas nya.

"Berhenti berkhayal yang tidak-tidak Aleeyah! Kekasih bocahmu itu sudah mati. Jadi cobalah untuk menerima kenyataan." dengan penekanan disetiap kalimatnya Ando ingin Aleeyah merasakan sakitnya kehilangan yang dicintai.

Ando melangkah keluar meninggalkan Aleeyah sendirian di kamarnya yang gelap dan dingin.

Aleeyah kembali menangis sendirian mengingat Sabiannya.

Ando kembali ke kamarnya sendiri. Dia senang melihat Aleeyah terpuruk seperti ini. Dia memikirkan rencana apa lagi yang harus dilakukan pada adik kecilnya.

Drrt... Drttt...

"Halo, Pa!"

"Halo jagoan papa. Bagaimana kabarmu?"

"Ando akan selalu baik-baik saja selama ada Aleeyah disini ingat."

"Hahaha tentu saja. Bagaimana dengan adikmu? Lama papa tak mendengar suaranya."

"Ale baik-baik saja, Pa. Hanya saja dia sedikit tak enak badan jadi dia sedang tidur dikamarnya."

"Apa dia tidak apa apa?"

"Apakah ingin Ando bangunkan Aleeyah untuk Papa?"

"Tidak tidak. Biarkan Princess papa beristirahat. Minggu depan papa akan mengunjungi kalian."

"Sepertinya pekerjaan disana mulai longgar."

"Haah.. Pekerjaan disini sulit sekali ditangani, papa hanya ingin melihat anak anak papa."

"Kalau begitu biar Ando sama Ale yang berkunjung kesana ketika Ale libur semester."

"Oh benarkah? Baiklah papa tunggu disini. Jaga diri kalian."

"Sure. Love you, Dad."

"Love you too."

Dibalik percakapan itu Ando menyimpan sebuah rencana. Dia tak ingin papanya berkunjung dan melihat keadaan Aleeyah yang sebenarnya.

Namun satu hal yang tak diketahui Ando. Bryan mengetahui seluruh peristiwa selama dia tak bersama dengan anaknya. Bryan tau segalanya dari anak buahnya.

Biar kuingatkan lagi bahwa Bryan adalah seseorang yang punya kekuasaaan besar serta koneksi dimana-mana. Memantau hal-hal seperti itu bukan hal yang sulit baginya.

Dan kenapa Bryan membiarkan semua itu terjadi? Sebab ada alasan mengapa Bryan tak turun tangan langsung dalam permasalahan anaknya.

Ditinggalkan √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang