31|°

175 21 2
                                        

Hari berlalu tanpa terasa. Angin terus berhembus membagikan nafasnya kepada setiap umat penghuni bumi.

Kiky menatap dirinya dicermin. Dress putih sederhana sudah menghiasi tubuhnya ditambah pernak-pernik yang menjadi pelengkap. Kiky menghela nafas matanya melirik kearah ponselnya berharap ponselnya akan berkedip menandakan seseorang mengirim sesuatu ke ponselnya.

Emang apa yang kamu harapankan Ky!. Kiky menghela nafas lagi. Entah mengapa sejak hari itu Lingga sedikit menghindarinya. Walau tidak secara terang-terangan tapi ia bisa merasakan perbedaannya.

Rasanya ia ingin bertanya langsung menuntut semua ini. Tapi lagi-lagi ia harus berpikir tentang niatnya itu. Emang dirinya siapa?.

Bagi tingkat akhir seperti dirinya mungkin sekolah hanya menjadi tempat nongkrong atau sekedar jajan atau bisa juga mengukir kenangan sebentar disana sebelum pernyataan LULUS yang membuat mereka harus terpisah dan mengakhiri masa SMA dan meninggalkan segala kenangannya.

Disekolah, Lingga jarang menampakan dirinya bahkan itu bisa dihitung jari. Tidak ada pesan singkat yang mampir keponselnya lagi. Ponsel yang dulu sepi kembali sepi seperti kuburan.

Kiky yang sudah terbiasa dengan Lingga tentu merasa gundah ketika tidak ada hadirnya pria itu.

"Kiky... ". Suara Mamahnya memanggil.

"Udah?". Tanya Mamahnya.

Kiky menatap Mamahnya yang melongok dipintu kamarnya. "Udah Ma"

"Ya udah yuk turun. Papah udah nungguin"

Kiky mengangguk dan menuruti perintah Ibunya. Jujur saja dirinya tidak tahu acara seperti apa yang akan ia hadiri. Papah hanya bilang kalau hari ini ada undangan makan malam dari keluarga teman bisnis Papahnya.

Sepanjang jalan Kiky hanya diam begitu juga kedua orangtuanya. Sampai ditempat yang dituju sampai Kiky keluar dari mobil sedan Papahnya dan menatap rumah yang begitu luas akan kental keraton pada zaman dahulu.

"Ayo Ky". Mamahnya menggandengnya.

Mamahnya memencet bel tak lama muncul seorang pelayan menggunakan kebaya.

Eh kebaya?!.

Kiky mengernyit sebenarnya dirinya akan memasuki rumah orang atau kerajaan?.

Begitu masuk dirinya disambut dengan rumah bernuansa kayu dan ukiran yang rumit. Rumah ini nampak banyak lorong membuat dirinya tak yakin akan hafal jalan pulang karena sedari tadi mereka memasuki lorong yang berbeda.

Sampai akhirnya kakinya keluar dari rumah itu dan menginjak rumput.

"Ruang makannya disana Nyonya Tuan"

Kiky berfikir sejenak sembari berjalan. Kenapa keruang makan saja harus berjalan sejauh itu dan kenapa harus terpisah?.  Memang disini banyak bentuk bangunan tunggal dengan aksen keraton jawa entah apa isinya. Disana juga terdapat gazebo yang menyenangkan.

Sesaat Kiky terpaku begitu melihat interior ruang makan. Benar-benar seperti kerajaan.

"Ah sudah datang rupanya". Ucapan itu membuyarkan pikirannya, pandangannya beralih menatap Ayah Ibunya berinteraksi.

"Ky ayo salim dulu". Perintah Ayahnya.

Kiky menyalimi mereka dan tersenyum sopan. Saat dirinya menyalami perempuan dewasa didepannya sempat dirinya terkagum-kagum. Perempuan dewasa yang mungkin seumuran dengan Ibunya tampak anggun dan ayu. Kebaya model era Kartini yang dimodif tampak elegan.

Semua telah duduk dan perbincangan mengalir setelahnya.

"Maaf Ayah Bunda saya telat". Suara remaja laki-laki mengintrupsi.

Pilih Aku [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang