A Lot of Regret - 35

26.9K 1.2K 111
                                    

Happy Reading.

"Mau ya Baal? Ayah mohon."

Iqbaal menghela napas berat, meski tak seberat beban hidupnya. Dia menyandarkan punggungnya di kursi kebesaran itu, menatap ayahnya yang duduk di hadapannya dengan pandangan mata memohon.

"Ayah mohon. Kamu tahu kan, Pak Gerald sudah bantu banyak buat perusahaan kita," kata lelaki yang berstatus ayahnya.

"Kamu hanya perlu ke sana satu minggu. Gak akan lama."

Iqbaal memijat keningnya mendengar ringikan ayahnya yang tak kunjung berhenti. Bukan apa-apa, dia mau sebenarnya membantu Gerald Alexander yang notabenya adalah sahabat ayahnya itu. Ia pun paham benar jika lelaki berusia lebih dari separuh abad itu telah banyak membantu kemajuan usahanya. Namun, masalahnya adalah letak benua Amerika yang terlalu jauh dari Asia. Dia tak mungkin bisa meninggalkan kedua permata hatinya meski hanya satu minggu.

Siapa yang akan mendongengi Nicole ketika ia akan tidur? Mengingatkan Aqila agar menghabiskan porsi sarapannya? Mengantar keduanya ke sekolah? Mengajaknya mengobrol ketika petang tiba?

Iqbaal tak bisa membiarkan kedua permata hatinya jauh darinya. Tidak ketika sejak kecil dia lah yang menemaninya. Pemeran ibu dan ayah tlah di lakukan selama empat tahun ini dan Iqbaal nyaman.

"Aku gak akan bisa ninggalin Qila dan Nic sendiri, Yah." Dia menatap ayahnya untuk memohon pengertian.

"Ayah dan bunda yang akan jaga mereka. Kamu gak perlu khawatir."

"Bukan masalah itu.." Dia menarik napasnya, "masalahnya adalah Iqbaal gak bisa lepas dari mereka, begitupun mereka yang udah bergantung sama aku."

Herry tampak berpikir. Dia terdiam sejenak membiarkan otaknya berpikir, mengetukkan jarinya pada meja kaca berharap bisa mempercepat kerja otaknya. Tidak sia-sia. Dalam waktu kurang dari tiga menit saja otak tuanya berhasil menghasilkan sebuah ide.

"Gimana kalau kamu tetep bawa mereka berdua. Dua hari lagi kan sudah musim liburan, kamu bisa ajak mereka ke sana. Tapi ingat! Tahun baru nanti tetap di tanah air." Hasdy menatap Iqbaal penuh harapan. Dia berharap otak keras kepala anaknya itu bisa mencair.

"Kalau aku ajak mereka, cara aku kerjanya gimana, Yah?"

"Gampang itu. Kamu ajak aja Bastian. Suruh dia jaga Aqila sama Nicole."

Iqbaal menimang saran ayahnya. "Apa mau dia ngejaga anak-anak?" tanyanya ragu.

"Kalau gak mau bilang sama Ayah sini. Biar Ayah potong asetnya."

Eh? Iqbaal menatap ayahnya ngeri. Sejak kapan beliau berotak psikopat?

"Kamu gak usah bingung masalah Aqila dan Nicole. Ayah jamin mereka akan aman di tangan Bastian."

Dan pada akhirnya Iqbaal pun hanya mampu mengangguk ragu. Bukan apa-apa, Bastian itu kan paling malas jika harus mengurus anak kecil. Belum lagi bibir tebalnya selalu menyinyir konten adult yang tentunya tak baik didengar oleh indra kedua anaknya.

"Ayah akan urus semuanya. Kamu tinggal prepare aja. Ayah tahu kamu bisa, son!"

***

Manhattan tengah dilanda hujan salju sekarang. Sudah musimnya memang, apalagi natal yang akan tiba beberapa minggu lagi. Udara di dalam ruangan masih dingin meski air conditioner telah dimatikan. Akhirnya, Salsha memilih untuk duduk meringkuk di dekat perapian sembari menikmati segelas coklat hangat juga pemandangan salju yang turun. Selimut bermotif floral itu dinaikkan hingga batas leher ketika kulit bahunya terasa kedinginan.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang