She's Gone - 33

34.4K 1.4K 159
                                    

Happy Reading.

Caitlin menggigit bibirnya. Cemas mendera dirinya ketika tim medis yang tak kunjung keluar dari ruangan. Perempuan itu menyandarkan tubuhnya ke dinding. Kepalanya mendongak. Air matanya turun begitu saja ketika dia merapalkan doa tuk Salsha.

Bukan inilah yang dia inginkan. Kini, pikirannya melayang bagaimana nantinya jika Iqbaal mengetahui ini. Bagaimana kacaunya lelaki itu nanti. Caitlin memegang kepalanya yang terasa pusing. Akhir-akhir ini dia merasa pusing dan kelelahan yang berlebihan.

"Kamu kenapa di sini?" Kepalanya mendongak menatap sosok Karel dan Jeha yang memandangnya aneh.

"Pusing?"

Dia hanya mampu sedikit mengangguk menanggapi pertanyaan Jeha.

"Antar dia pulang, Jeh. Biar aku yang di sini," putus Karel yang iba dengan wajah pasi dan lemas perempuan itu.

Jeha mengangguk dan memapah Caitlin. Meski fakta bila perempuan ini telah menghancurkan hati sahabatnya. Namun ia tak setega itu untuk membiarkan ibu hamil muda ini kesakitan sendiri. Jeha yang menjadi saksi akan ketidakacuhan Iqbaal. Lelaki itu memilih menomor satukan Salsha ketika sosoknya terbaring tanpa kepastian di ranjang rumah sakit.

"Kamu mau makan dulu?" tawarnya yang dibalas gelengan kepala oleh Caitlin.

"Langsung pulang aja."

"Yakin? Bilang aja kamu mau apa? Nanti sekalian mampir."

Caitlin menggeleng, "Enggak usah, Jeh. Aku gak pengen apa-apa kok."

"Eh! Itu mobilku di sana!"

Perjalanan menuju rumah Iqbaal pun diisi oleh suara dari radio. Keduanya hening tak membuka suara karena memang Jeha merasa tak ada bahasan. Perempuan yang berprofesi sebagai designer itu lebih memilih untuk memfokuskan dirinya mengendara.

***

Sekitar tiga jam yang lalu ia mendapatkan telepon dari Ayahnya tentang keadaan Salsha, Iqbaal langsung meninggalkan pekerjaannya yang baru selesai 80%. Lelaki itu mengambil penerbangan terdekat agar tak mengulur waktu. Beruntung, berkat sekertarisnya ia dapat mendapatkan tiket penerbangan Bali-Jakarta dengan mudah.

Sepatu berlogo ternama itu mendecit ketika bertabrakan dengan lantai rumah sakit yang mengkilap. Ia mempercepat langkahnya, menaiki lift yang kebetulan sepi dan merapalkan doa di setiap langkahnya.

Senyuman positif tak sedikitpun luntur di garis bibirnya. Lelaki itu yakin jika Salsha telah bangun dari komanya.

Tepat di depan ruangan Salsha. Semua keluarganya berkumpul. Dia bisa menangkap raut putus asa dari ayah mertuanya, guratan sedih dari ibu mertuanya dan juga pandangan tak bisa diartikan dari kedua orang tuanya sendiri. Aldi, Kiki, dan Bastian juga hadir di sana. Mereka tertunduk membuat Iqbaal tak bisa menangkap pandang mereka.

"Yah? Bun?"

Semua menoleh. Wajah Bastian basah air mata sedangkan Aldi dan Kiki tampak menahan tangis. Iqbaal bersumpah baru kali ini ia melihat sahabatnya itu menangis. Maksudnya, Bastian yang dikenalnya bukanlah sosok seperti itu. Bukan sosok cengeng yang mudah mengeluarkan air mata. Oh, apa kesadaran Salsha membuatnya terharu?

"Salsha udah bisa dijenguk? Dokter masih periksa keadaan dia?"

Hening. Tak ada yang menjawab pertanyaannya. Iqbaal mengkerut.

"Bas? Lo udah jenguk Salsha?" Bukannya menjawab, lelaki itu malah menunduk lagi.

"Ini kenapa sih?" tanyanya heran. Dia memandang ke semua orang yang tak kunjung bersuara.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang