Second Chance - 34

31.3K 1.4K 81
                                    

Happy Reading.

Seluruh pengunjung yang hadir di sana bertepuk tangan ketika alunan musik dan suara yang sejak tadi mengiringi lunch mereka berhenti. Wanita yang berada di atas podium pun memberikan senyuman hangat, kemudian menunduk ke arah pengunjung.

"Enough for today. Thank for coming and see you tomorrow!" Dia melangkah menuruni podium, kemudian berjalan ke arah sosok lelaki yang sejak tadi bertukar pandang dengannya.

"Nice performance!" pujinya pada si perempuan.

"Such a liar," balas si perempuan sembari meneguk mineral yang ada di meja, mendudukkan dirinya di hadapan lelaki berkemeja abu-abu itu.

"I am not, Salsha."

Salsha memutar bola matanya. Enggan untuk menanggapi celaan atau mungkin pujian Karel untuknya. Wanita itu lebih asik menikmati suasana restoran yang ramai. Apalagi suasana riuhnya Big Apple pada siang hari. Pejalan kaki, sepeda, mobil atau bahkan bus pun turut meramaikan membuat suasana semakin penuh.

Alunan musik klasik mengiringi kegiatannya dalam menikmati suasana kota. Tanpa dia sadari lelaki di hadapannya pun menggeleng.

"Diamond Velvet is coming!" Keduanya kompak menoleh pada perempuan berkuncir satu yang tengah membawa nampan. Diletakkan dua dessert yang ia sediakan, juga dengan lychee teanya.

"Harusnya kamu gak perlu serepot ini," kata Salsha tak enak pada perempuan yang saat ini mendudukkan diri di sampingnya.

"Makasih ya, udah bawain lagu kesukaan aku. Aku suka!"

Salsha menghela napasnya. Selalu saja seperti ini ketika ia membahas kemurahan hati perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu.

"Menu baru lagi?"

Perempuan itu mengangguk sebagai jawaban.

Ketiganya pun hening ketika Salsha dan Karel memilih untuk menikmati hidangan penutup yang spesial dibuat oleh sang pemilik restoran langsung. Perempuan itupun juga tak banyak bicara dan lebih memilih tuk mengawasi suasana restoran yang ramai pengunjung.

"Oh ya, hari ini aku mau nonton pertunjukan di Broadway. Kamu mau ikut?"

Perempuan itu melirik ke arah Karel yang tampak kaget akibat tawaran Salsha padanya. Dia menatap ke arah Salsha yang saat ini memandang dirinya penuh harap.

"Aku gak bisa. Kamu lihat kan hari ini restoran penuh," alibinya.

"Kamu punya pegawai banyak. Ikut ya-ya?"

Perempuan itu menggeleng, "Lain kali mungkin. Hari ini aku ada janji sama Alice."

Salsha mengerucut kecewa. Padahal ia sangat ingin mengajak perempuan yang telah berbuat banyak kebaikan padanya ini untuk sekedar berjalan-jalan dengannya dan Karel.

"Ah ya, lain kali."

"Maaf, Sha. Aku sudah ada janji dengan Alice sejak minggu lalu."

"Iya, Gak apa-apa."

Perempuan itu tersenyum pahit. Seandainya saja Salsha tahu jika ia berbohong karena tak ingin menganggu waktunya dengan Karel. Ia paham benar, jika Karel tampak tak nyaman dengan kehadirannya di antara Salsha dan lelaki itu. Ia mengerti meskipun Salsha masih berstatus isteri lelaki lain, Karel tetap mencintainya. Benar ya, kata orang jika cinta itu buta dan yah, Karel lah bukti konkretnya.

Lelaki itu melancong ke mari hanya berbekal lima puluh juta. Meninggalkan kehidupan serba mewahnya di Jakarta. Meninggalkan kedua orang tuanya yang kelimpungan mencari dirinya. Tapi sekali lagi, Karel tak perduli. Dia enggan untuk kembali setelah empat tahun lamanya bukan karena Salsha. Namun karena tindakan keras kepala maminya yang begitu memaksa agar ia segera menikah.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang