Is That Real? - 32

25.3K 1.4K 154
                                    

Happy Reading.

Wanita itu menatap ke arah hamparan pasir yang saat ini dipijakinya, begitu luas dan tak berujung. Tak ada tumbuhan ataupun mata air di sekitar. Pun dengan satu pondok untuk berteduh. Tak ada orang lain dan ia merasa hanya dirinya yang ada di sini.

Dia merasa kebingungan karena tak bisa melakukan apa pun, hingga pada akhirnya ia berjalan menyusuri gurun itu tanpa tahu ke mana tujuannya. Ia tak bisa hanya berdiri dan menatap nyalang sekitar yang memang tak ada siapa pun.

Hingga kemudian matanya memicing menatap sosok yang tengah duduk di sebuah batu. Anak kecil dengan rambut panjang dan hidung mungil itu mengingatkan padanya akan Iqbaal. Sosoknya begitu mirip meski memiliki garis bibir yang berbeda dengan lelaki itu.

Salsha pun memilih untuk mendekat dan menyapanya.

"Hai?" ujarnya ramah. Gadis kecil itu mendongak. Wajahnya berseri dengan deretan gigi mentimun yang menambah kesan manis padanya. Salsha berjongkok berusaha menyejajarkan tingginya dengan sang gadis.

"Kamu kenapa di sini sendirian?" tanyanya kemudian.

Gadis kecil itu tak menjawab dan malah menggelengkan kepalanya. Maniknya terpatri pada bibir si gadis yang begitu mirip dengannya, juga hidung dan matanya yang mengingatkan ia pada Iqbaal. Seolah gadis ini adalah cerminan dari dirinya dan Iqbaal.

"Kamu gak sendirian di sini? Lalu sama siapa?"

Gadis itu enggan menjawab dan malah berlari yang membuat Salsha refleks berdiri dan mengejarnya.

***

Iqbaal membuka pintu ruangan yang dua bulan terakhir ini selalu ia kunjungi. Matanya terpatri pada sosok Hasdy yang juga ada di dalam ruang rawat Salsha. Ditutupnya pintu itu kembali membuat mata lelaki paruh baya yang sejak tadi memandang koran itu teralihkan.

"Ayah sudah lama di sini?" Langkah Iqbaal mendekat, kemudian menyalami lelaki paruh baya itu.

Hasdy menarik garis tipis bibirnya. "Ya," jawabnya singkat.

Iqbaal mengangguk kemudian memilih untuk duduk di sofa yang sama dengan Hasdy. Tak ada pembicaraan ringan atau seputar pekerjaan di antara mereka. Suasana hening dan canggung itu menyelimuti membuat rasa tak nyaman menyergap.

"Maafin Iqbaal, Yah," ujarnya berusaha untuk mengakhiri suasana hening.

"Untuk apa?"

"Karena tidak bisa menjaga anak Ayah dengan baik."

Kemudian suasana hening lagi karena Hasdy tak mengatakan apa pun. Lelaki paruh baya itu terdiam cukup lama sembari menatap ke arah sosok yang terbaring di ranjang itu.

"Iqbaal minta maaf karena teledor jagain anak Ayah untuk yang kedua kalinya."

Hasdy menarik napasnya dalam. Lelaki paruh baya itu menatapnya kemudian menepuk bahunya dengan pelan. Sebuah senyuman tulus terpatri di wajah keayahannya.

"Ayah udah maafin kamu sebelum kamu mengucapkannya," katanya lembut, "semua yang terjadi adalah takdir yang telah digariskan oleh yang kuasa. Jangan menyalahkan dirimu sendiri, Baal," lanjutnya.

Iqbaal menggeleng, "Tapi seandainya aku bisa menjaga dia lebih--"

"Jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri."

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang