First Kiss - 4

28.5K 1.6K 85
                                    

Happy Reading





Suara mobil yang terdengar di halaman membuat perempuan itu beranjak dari posisinya. Ia langsung merapikan gaun rumahannya, berjalan mendatangi sosok yang sudah dia tunggu sejak beberapa jam lalu. Terhitung dua jam lamanya Salsha berdiam diri menahan kantuk demi menyambut sang suami kembali pulang.

Makanan yang ia masak pun—dengan bantuan pelayan tentu saja—sudah mendingin. Mungkin Salsha akan memberikan opsi bagi Iqbaal untuk sedikit lebih bersabar menunggu makanan itu dihangatkan lagi dibanding dibuang percuma sebab Aqila enggan menyentuh makanannya dan memilih dihidangkan roti.

"Kak, makan malamnya udah aku siapkan. Kamu mandi dulu nanti biar aku siapkan airnya dan hangatkan—"

Lelaki itu berbalik dan Salsha dapat melihat dengan jelas raut wajah lelahnya. Dasinya melonggar dan kantung matanya terlihat dengan jelas. Salsha bahkan tak sempat menyelesaikan ucapannya sebab Iqbaal lebih dahulu menyela pertanyaannya dengan jawaban,

"Aku capek, kebetulan tadi udah makan juga. Aku naik duluan."

Lelaki itu langsung berjalan kembali meninggalkan Salsha tanpa menunggu jawaban dari si perempuan apakah ia menghendaki Iqbaal melanjutkan langkahnya atau tidak. Padahal kalaupun memang Iqbaal tak berniat menyantap masakannya, Salsha bisa membantu lelaki itu menyiapkan air hangat untuk mandi. Salsha menghela nafasnya kemudian berjalan dengan lesu menuju meja makan.

Di meja makan terhidang berbagai menu yang dibuatnya dengan susah payah.
Secercah ide muncul di benaknya kemudian tanpa aba-aba, Salsha bergerak mengemasi makanan yang telah ia buat kemudian membungkusnya dengan rapi didalam kotak bekal. Senyumannya tersungging, setidaknya masakan pertamanya tidak akan terbuang dengan mubazir malam ini.

Malam itu, Salsha berikan hasil masakan pertamanya pada tunawisma yang menerima dengan lapang makanan buatannya. Bibirnya membingkai senyuman manis, tak dilunturkan sekalipun ia sudah kembali selepas melihat anak-anak kecil yang tadi menerima sukarela makanannya dengan wajah bahagia.

"Makasih ya, Mang!"

"Iya, Neng, sama-sama, cepet masuk neng. Gak baik diluar malem malem."

Salsha mengangguk kemudian memberikan satu jempolnya kepada Mang Ujang yang berprofesi sebagai supir dirumah ini. Ia kembali masuk ke dalam rumah besar Iqbaal kemudian menaiki satu per satu anak tangga menuju kekamarnya.

"Habis dari mana kamu?"

Suara itu, refleks Salsha langsung menoleh mendapati Iqbaal dengan tatapan tajamnya duduk di sofa kamar. Salsha meneguk ludahnya, berani bertaruh bahwa tatapan lelaki itu begitu menakutkan baginya.

"Aku tanya sekali lagi, darimana kamu?" Nadanya jauh lebih dingin dari yang tadi membuat gadis itu menunduk ketakutan. Sungguh, ia tidak mengerti mengapa lelaki itu masih belum memejamkan mata.

"Kamu tuli ya?"

Wajahnya langsung berhadapan dengan paras tampan lelaki itu, Iqbaal berada dalam jarak lima menit darinya. Hal tersebut sukses membuat Salsha harus menahan nafas ketika hidunya hampir bersentuhan dengan milik lelaki itu. Mereka saling menatap dengan diam. Menyelami pandangan satu sama lain.

Gadis itu menutup matanya tatkala merasakan wajah Iqbaal semakin mendekat hingga tanpa menunggu lama, material lembab tersebut mendarat di bibirnya. Lelaki itu bahkan tanpa segan melumat bibir tipisnya membuat Salsha hampir lemas jika saja tubuh Iqbaal tidak menyangganya. Tangan lelaki itu menekan tengkuknya membuat ciuman tersebut semakin dalam, dibarengi pula dengan gigitan gigitan kecil di permukaan bibirnya membuat lidah lelaki itu dengan bebas mengeksploitasi rongga mulutnya.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang