The Truth - 24

22.7K 1.2K 156
                                    

Happy Reading.

Memang terkadang sukar untuk melupakan kejadian yang begitu menyakitkan tuk diingat. Tetapi Salsha tetap berusaha untuk membuat semua berjalan biasa saja. Dia bahkan bersikap setenang air danau untuk tiga hari ini. Tak sedikitpun ia mengeluh ataupun merajuk kepada Iqbaal membuat lelaki itu berasumsi jika Salsha tengah memaafkan dirinya sepenuh hati.

Mungkin, Iqbaal tak pernah tahu dan mengerti jika selama tiga hari itu Salsha berusaha mengendalikan amarahnya. Ia berusaha untuk menyembunyikan lelehan air mata yang merembes di pipinya setiap malam. Ia berusaha untuk tak menjerit disaat seluruh syarafnya bekerja tuk melepaskan segala hal yang menyesakkan kepalanya.

Bohong bila dia mengaku bahwa dirinya sama sekali tidak membutuhkan kalimat penjelas untuk kalung itu.

Salsha hanya berpura-pura untuk melupakan segala hal lalu, karena dalam pikirannya Iqbaal hanya tetap akan menjadi miliknya seorang. Simpel saja, lelaki itu hanya terikat pernikahan dengan dirinya.

Dia terlalu larut dalam sikap kepuraannya dan menganggap setiap hal mudah tuk dilaluinya hingga tak pernah terpikir akan kemungkinan terburuknya.

Salsha hanya terlalu takut. Takut bila hatinya akan terlampau jatuh dan harus berada dititik terendah dari kesakitan.

Ia terlalu pengecut untuk mencari kebenaran hingga harus larut dalam kepuraan yang dibuatnya.

"Tante kenapa?" lamunannya terbuyarkan ketika suara Aqila menyapa gendang telinga. Dia menoleh mendapati Aqila yang tengah menatapnya dengan pandangan terheran.

"Gak papa, kamu mau makan apa?" jawabnya sembari mengulas senyuman secerah pagi ini. Dia beranjak berdiri siap untuk menyediakan menu pagi gadis kecil itu.

"Tante bohong kan?" ujar Aqila menyipit. Tampak seperti sedang menginterogasi seorang pencuri yang berhasil ditangkapnya.

Salsha menggeleng cepat, "Enggak. Tante gak bohong."

Aqila masih melempar tatapan tidak percayanya. Ketika gadis kecil itu akan mengutarakan pendapatnya suara Iqbaal datang menyapa.

"Pagi semua," ujarnya dengan senyuman selebar mungkin. Lelaki yang Salsha yakini baru selesai dari kegiatan mandinya itu duduk di kursi sebelahnya.

"Kenapa masak banyak banget? Ada tamu?" ujar Iqbaal terheran ketika melihat enam menu berbeda terhidang di meja makan saat pagi hari. Biasanya, Salsha hanya akan membuat dua atau tiga menu saja setiap sarapan.

"Gak ada kok. Semua kan libur jadi apa salahnya masak banyak?" jawab Salsha dengan senyuman yang bertengger di bibir merahnya.

Iqbaal hanya mengangguk saja. Kemudian lelaki itu menyuruh sang wanita untuk menyendokkan menu yang diinginkannya. Tentu saja Salsha langsung sigap menjalankan tugasnya. Lalu seperti biasanya, mereka makan dalam keheningan karena Iqbaal menerapkan peraturan dilarang untuk berbicara ketika makan.

"Papa, temenin Aqila main yuk!" tiba-tiba gadis kecil berkuncir dua itu menarik kaos yang Iqbaal kenakan. Rautan wajah merajuknya begitu jelas ditonjolkan membuat siapapun tak akan tega menolak apa yang diinginkannya.

Tatapan mata lelaki itu tertuju pada Salsha seolah meminta penjelasan. Salsha hanya memandang Iqbaal dengan alis berkerut karena tak mengerti maksud dari lelaki itu.

"Tapi Papa bicara dulu sama Mama Salsha ya?" ujar lelaki itu sembari mencuri pandang ke arah perempuan yang tengah sibuk membersihkan piring makan yang telah terpakai.

"Sekarang Papaa...," rengek Aqila lebih keras membuat Iqbaal menjadi serba salah sendiri.

"Tapi Princess--," ucapan Iqbaal terhenti ketika suara Salsha memecah perdebatan antara anak dan papanya itu.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang