Second Baby - 39

30K 1.3K 214
                                    

Happy Reading.

Jessie memandang hamparan kota yang memancarkan lampu berkelip. Perempuan berambut cokelat terang ini duduk bersila di lantai 20 gedung sembari menikmati sekaleng cola. Ditengah keasyikan menatap hamparan bangunan, tiba-tiba getaran diikuti deringan panggilan telepon dari ponselnya bergema. Di bangku kayu itu, ia melirik sekilas layar ponsel sebelum matanya melebar.

Karel in calling.

Mata bulatnya mengerjap. Ia bahkan mengucek kedua pelupuk matanya karena tidak percaya. Dia menganga lebar, seolah membiarkan binatang terbang masuk ke dalam mulutnya.

Layarnya mati. Jessie mengerjap masih belum percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Tak lama kemudian layar ponselnya kembali menyala dan nama Karel terpampang di sana. Tanpa menunggu lama lagi dia langsung meraih ponsel hitam itu dengan gesit.

"Iy---"

"Jangan kayak anak kecil yang kabur dari masalah!"

Mata bulatnya menyipit diikuti oleh lipatan di dahinya. "Maksud kamu apa?"

Helaan napas terdengar di seberang sana kemudian suara Karel menjawabnya.

"Kamu kira aku gak tahu kalau semua yang Salsha denger adalah kebohongan?"

Ah Salsha lagi. Tanpa sadar Jessie menghela napasnya. Perempuan itu hanya diam enggan untuk mengatakan sepatah kata lagi. Pandangannya tiba-tiba menyendu.

"Kamu denger gak?"

"Memang kamu siapa yang harus saya dengerin? Pacar bukan. Saudara bukan. Suami juga bukan!" Tanpa sadar ia terbawa emosi karena periode bulanan.

"Kamu berharap jadi istri saya?"

Jessie menggeleng kemudian mengangguk lalu menggeleng lagi. Meski ia tahu tindakan refleksnya itu tak akan diketahui Karel. "Gak! Memang siapa yang mau sama laki-laki gagal move on dan secuek Anda! Belum lagi usia kepala tiga yang sudah diragukan akan kemampuan jasmaninya!"

"Apa kamu bilang?"

"Saya ngantuk. Mau tidur. Bye!" Kemudian ia mematikan sambungan telepon meski dia tahu samar-samar suara Karel yang memanggil namanya.

Jessie hanya lelah akan semuanya. Dia lelah karena hanya dia yang berjuang selama empat tahun ini. Dia berjuang demi sosok yang bahkan tak pernah mau perduli akan dirinya. Kadangkala dia ingin tuk menyerah saja, namun semua tak semudah itu. Dia terlanjur mencintau Karel. Kisah pandang pertama yang terdengar klasik benar ia rasakan.

"Sampai kapan kamu kayak gini?" ujarnya dikeheningan malam. Udara dingin yang menusuk kulit tangannya tak mematahkan semangat Jessie.

Dia butuh keheningan tuk memikirkan hatinya yang kacau. Dia butuh sendiri. Tidak, dia butuh Karel sebenarnya namun semua terdengar mustahil. Berharap Karel di sini sama halnya dengan berharap Christian Grey melamarnya.

Memang ya, cinta itu jauh terasa lebih menyakitkan ketika hanya satu pihak yang berjuang. Dan Jessie adalah korbannya.

Dia adalah korban dari keganasan bernama cinta.

***

Iqbaal menatap nyalang ke luar meski udara dingin menusuk kulit. Hazelnya mengamati kerlipan yang ada di setiap sudut. Terlalu lama di sana membuat kopi yang panas berubah menjadi dingin. Lelaki itu mengerutkan dahi ketika lama kelamaan udara semakin dingin.

"Mau salju ya?" ujarnya sembari melihat sebutir salju menetes di mengenai tangannya.

Akhirnya ia pun memilih masuk dan menutup pintu balkonnya. Memang, kamar yang di tempati Iqbaal bertepatan dengan letak balkon membuat ia bisa melihat pemandangan kota.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang