Ini bukan soal melupakan cinta. Ini soal apakah aku berani untuk melepaskan dia yang telah jadi milik orang lain.
Happy Reading.
Setelah menyimpan bunga mawar yang tak jadi ia berikan pada Steffi di vas. Salsha turun dari lantai atas sekedar untuk melepas dahaga. Namun ketika ia telah sampai di anak tangga terakhir, samar samar suara orang memanggil nama Iqbaal terdengar. Sepertinya aku kenal, pikir Salsha lalu bergerak menuju ruang depan.
Benar saja, Ibu mertuanya tengah berjalan masuk kedalam rumah. Namun sepertinya wanita setengah baya itu tak sendiri karena seorang perempuan dengan dress berbunga tanpa lengan berada di genggamannya.
"Ah, Iqbaal kemana?" tanyanya dengan nada yang cukup sinis.
"Masih di Kantor ma" lagi, ia mendengar decakan dari Ibu mertuanya. Tatapan tajam itu menyorot kematanya kemudian tanpa berpamitan Ibu mertuanya berbalik.
"Mama tidak mampir dulu?" tanyanya hati hati. Sayang, ucapan Salsha hanya dianggap sebagai angin lalu membuatnya harus menguatkan diri sendiri.
Wanita cantik yang ada disamping Ibu mertuanya tadi menoleh. Kemudian, menunjukkan sebuah senyuman canggung. Salsha hanya mengangguk kemudian membala senyuman yang dibawa wanita tersebut.
"Siapa dia?" ujarnya pada hatinyanya sendiri.
Kenapa Ibu mertuanya tampak antusias sekali untuk menggandeng lengan wanita itu dan juga tampak tak sabar bertemu dengan Iqbaal.
Salsha menghela nafasnya kemudian memilih untuk mengambil air seperti tujuan awalnya.
Tidak. Ia tidak boleh berfikiran negatif tentang Ibu mertuanya itu.
-
Seperti malam-malam lalu, selesai makan malam lelaki itu akan berada di ruang kerjanya untuk mengerjakan beberapa tugas yang dibawanya dari kantor. Terkadang, Salsha menggelengkan kepala sendiri akan sikap Iqbaal yang begitu workaholic.
Tadi ia telah mengantar secangkir kopi untuk Iqbaal dan kini dirinya telah berdiri dengan gelisa di tengah ruang kamar.
Bukan tanpa alasan, hari ini ada banyak kejadian yang perlu ia dapatkan kejelasannya.
Pertama, tentang kedatangan Iqbaal yang masih membuatnya penasaran ke makam Steffi.
Kedua, tentang perempuan cantik tadi.Dia yakin, seratus persen jika Ibu mertuanya tadi ke kantor setelah dirinya memberitau keberadaan Iqbaal. Ia mengusap lengannya sendiri. Kebiasaan lamanya ketika tengah gundah.
Tiba tiba suara deringan tanda telepon masuk terdengar di telinganya. Ponsel hitamnya berbunyi dan panggilan telepon atas nama Karel terpampang di layar ponselnya.
"Halo?" ucapnya sembari memilih untuk duduk ditepian ranjang.
"Aku kira kamu gak akan angkat telepon aku" jawab sebuah suara siberang sana.
"Kamu kok bisa mikir gitu? Memangnya ada apa?" Salsha berkata sembari sedikit menahan tawa. Sahabat tampannya ini tampak sedikit aneh, menurutnya.
"Karena kamu sudah menikah, mungkin" Ada nada keraguan disana membuat tawa Salsha langsung pecah.
"Memangnya kalau aku sudah menikah kamu gak boleh telfon aku gitu? Kamu lucu rel" Salsha memilin rok yang ia kenakan saat ini.
"Bukankah suamimu tampak overprotective? Ah, hanya ingin mengajar berkunjung ke tempat itu" ujar Karel dengan nada yang tak yakin.
"Yah! Aku mau" tanpa perlu berpikir panjang lagi Salsha menyetujui ajakan Karel. Sungguh, ia juga merindukan tempat itu.
"Mau apa?" Salsha menoleh mendapati Iqbaal yang saat ini tengah berdiri didepan pintu sepertinya baru saja menutup pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tante Salsha
Romansa[ REVISI] Ini tentang jatuh cinta dan kesakitannya. Salsha pikir hidup dengan lelaki yang dicinta hanya akan mendatangkan senyum dan tawa, bahagia dan cinta. Rupanya, dawat yang ditulis tak demikian. Lagi-lagi ia harus menerima kenyataan bahwa lar...