Disappointed - 10

23.4K 1.4K 64
                                    


Karena cinta hanya butuh perjuangan, itu saja.

Happy Reading.

Salsha duduk menopang dahinya menatap ke arah bunga mawar putih dalam vas tersebut. Aroma khasnya menguar berbaur dengan aroma lavender dari kamar ini, kelopaknya pun masih segar seperti pertama kali ia membeli di tokonya tadi.

Salsha tak pernah tau jika setiap bunga memiliki artian masing-masing, oleh karenanya ia tidak tau apa makna setiap bunga. Dia bukan seorang perempuan yang gemar melihat ataupun mencium aroma bunga. Dia bukan seorang perempuan yang gemar membeli atau mengkoleksi bunga. Dan dia bukanlah seorang perempuan yang sering diberi bunga oleh seseorang.

Salsha tidak suka bunga, bukan karena ia alergi ataupun memiliki trauma. Bunga seolah mudah membuatnya merasa iri dan berkecil hati. Setiap bunga, seolah terlahir dengan daya tarik masing masing yang membuat setiap makhluk hidup menyukainya. Dan Salsha malu untuk mengakui jika dia kalah dalam poin tersebut.

Dulu, ketika ia bertanya mengapa Steffi menyukai mawar putih dan ternyata jawaban yang diberikan cukup mengejutkan. Ia bilang, jika mawar putih adalah bunga yang melambangkan kesucian, kemurnian dan cinta sejati. Ia juga menambahkan jika bunga bisa menjadi cerminan pribadi seseorang.

Kalau begitu, kiranya bunga apa yang cocok untuk menggambarkan dirinya?

Salsha tertawa hambar karena menyadari ia terlalu lama termenung, see dirinya bahkan tak dapat menebak bunga apa yang menggambarkan dirinya.

Salsha terlalu bingung untuk memilih satu spesies dari sekian banyaknya pilihan bunga yang ada di bumi ini. Lagipula, dari sekian banyaknya bunga yang ada di bumi dia hanya mengetahui beberapa saja.

"Kamu juga suka bunga mawar putih?" sebuah suara mengagetkannya, ia menoleh mendapati Iqbaal yang baru saja datang dari Kantor.

"Kenapa sudah pulang? Bukankah ini masih pukul lima sore?" Tanya Salsha heran, Iqbaal tidak pernah pulang pada jam sekarang. Karena sejak hari pernikahan itu, ia mengetahui jika lelakinya akan pulang pada pukul tujuh malam.

"Ini adalah jam pulang kantorku yang sebenarnya, dulu aku juga pulang pada jam sekian" ujarnya dengan kening mengkerut akibat pertanyaan yang tadi Salsha lontarkan.   

Salsha terdiam, kata dulu seolah menunjukkan adanya sosok Steffi yang ikut andil dalam pembicaraan. Jadi, Salsha memilih terdiam dan membiarkan Iqbaal untuk menyimpan tasnya sendiri.

Dia tau, ada beberapa hal yang masih menjadi batasan baginya walau status pernikahannya telah sah dimata agama.

Iqbaal tidak suka ruang kerjanya dimasuki olehnya.
Iqbaal tidak suka benda pribadinya disentuh olehnya.
Iqbaal tidak suka handphonenya tersentuh olehnya.
Iqbaal tidak suka jika ia merubah tatanan rumah ini.

Walau lelaki itu tak pernah mengutarakannya, Salsha tau jika Iqbaal tak suka. Wanita ini terlalu peka dengan sikap lelaki yang telah dicintainya. Bahkan, ia bisa membedakan mana yang disukai dan mana yang dibenci oleh lelaki ini.

Salsha berusaha memahami, walau Iqbaal tak pernah perduli akan perasaannya. Ia berusaha bertahan dan berjuang disaat Iqbaal tak pernah mau tau akan kesakitannya.

Karena cinta hanya butuh perjuangan, itu saja.

"Kamu belum jawab pertanyaan aku" tanya lelaki itu lagi.

"Pertanyaan apa?" Salsha memandang lelaki yang saat ini melepas dasinya.

"Kamu suka bunga mawar putih?" Salsha terdiam, memikirkan apakah bunga cantik yang memiliki arti bagus ini adalah bunga yang ia sukai.

Tante SalshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang