Happy Reading.
Sepuluh hari bukanlah waktu yang sedikit untuk mengacuhkan Salsha. Lelaki itu tidak benar-benar mengacuhkan wanitanya. Tidak ada yang tahu jika setiap perempuan itu memejamkan mata di malam hari, ia selalu menyempatkan untuk mendatangi dan mengajaknya bermonolog. Diakhiri dengan sebuah kecupan di dahi dan kembali ke kamar Caitlin.
Iqbaal tersiksa jika ia boleh berkata demikian. Rasanya ia telah terpaut jarak yang membentang jauh di antara Salsha dan dirinya. Ketika Salshanya yang dekat hanya sanggup untuk dipandangnya saja. Namun, rasa sakit di hatinya pun tak bisa dipungkiri jika masih terasa. Ketika wanitanya tidur di ranjang lelaki lain, itu membuat dirinya marah hingga ke batas pencapaiannya.
Hingga pada akhirnya Iqbaal pun memilih untuk mendiami Salsha. Yang sialnya, dibalas pendiaman juga oleh perempuan itu.
Iqbaal tahu jika ia bertindak buruk pada perempuan itu. Tak berlaku adil dan lebih mementingkan kondisi Caitlin. Namun, perkataan dokter Chanyeol tentang kerentanan rahim Caitlin membuat ia mau tak mau harus mendahulukannya. Iqbaal hanya bertindak sebaik mungkin untuk menyangkal prasangka buruk dari dokter Chanyeol. Ia memperhatikan Caitlin hingga lupa dengan Salsha.
Puncaknya adalah malam ini, ketika Caitlin menginginkan mie ayam di pukul setengah dua belas malam. Jangan ditanya bagaimana repotnya ia. Namun, Iqbaal mengusahakannya dan sekarang ia berhasil pulang dengan sebungkus mie ayam di tangannya.
Ketika ia turun dari mobil, tanpa sengaja matanya menatap ke arah kamar Salsha yang lampu kamarnya masih terang benderang. Dia mengernyit, apa Salsha belum tidur? Pertanyaan itu membesar di kepalanya hingga sosok perempuan itu muncul dengan piyama tidur yang di kenakannya.
Tatapannya terpatri. Tatapan mereka untuk kesekian kalinya setelah sepuluh hari memilih untuk saling mengacuhkan.
Iqbaal menyadari satu fakta bila dirinya merindukan Salsha.
"Aku kira kamu pulang dengan tangan hampa," suara Caitlin membuat kontak mata Iqbaal dan Salsha terputus. Lelaki itu langsung melepas pandangannya dan beralih menatap perempuan yang tengah memeluknya itu.
"Maaf lama. Kamu tahu sayang, cari mie ayam tengah malam itu gak mudah."
Iqbaal mengangkat tangan kanannya, menunjukkan bahwa dia mampu memenuhi permintaan Caitlin yang aneh itu.
Caitlin tersenyum menunjukkan deretan gigi ratanya, "Makasih!" ucapnya dengan riang.
"Ayo masuk! Udara malam gak baik untuk kita." Kemudian lelaki itu merangkul Caitlin masuk ke dalam rumah.
"Temani aku makan ya?"
"Ya. Kamu duduk aja, biar aku ambil mangkuk dan sendok." Caitlin mengangguk. Menatap Iqbaal yang membuka deretan rak berisi mangkuk dengan berbagai ukuran. Lelaki itu berbalik dengan satu mangkuk sedang. Dia menarik bungkus yang tadi ditaruh diatas meja. Menuangkan mie dalam sterofoam itu ke mangkuk dan menyiramnya dengan kuah yang telah dipisahkan.
Caitlin menghangat. Lelaki itu memperlakukan dirinya begitu hangat membuatnya ingin melayang.
"Selamat makan," ujarnya sembari menarik mangkuk di depan Caitlin.
"Kamu mau?" tanyanya yang dijawab gelengan semata oleh Iqbaal.
"Makan yang kenyang terus tidur, okey?" Caitlin mengangguk untuk kesekian kalinya.
Butuh waktu untuk dua puluh menit bagi Caitlin menghabiskan makanannya. Setelah itu, Iqbaal membawanya masuk ke kamar menyelimuti tubuh perempuan itu dengan selimut tebal.
"Selamat malam."
"Selamat malam juga."
Iqbaal mengangguk, kemudian menyalakan lampu tidur dan mematikan saklar lampu kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tante Salsha
Romance[ REVISI] Ini tentang jatuh cinta dan kesakitannya. Salsha pikir hidup dengan lelaki yang dicinta hanya akan mendatangkan senyum dan tawa, bahagia dan cinta. Rupanya, dawat yang ditulis tak demikian. Lagi-lagi ia harus menerima kenyataan bahwa lar...