^-^×^-^
Michaela turun dari bis kota yang membawanya dengan kepala tertunduk. Sejak keluar dari lingkungan sekolah lalu berlanjut ke dalam bis, hingga sekarang berjalan menyusuri trotoar, gadis itu bisa merasakan tatapan ingin tahu dari orang-orang yang terarah padanya. Seragam kusut, wajah yang sembab, serta tanda merah yang tampak jelas di lehernya –meski sudah coba ditutupi dengan menggerai rambut-, tentu menghadirkan rasa penasaran.
Namun Michel tampak tidak peduli. Menghardik atau memarahi mereka juga tidak akan menyelesaikan masalah. Semua orang dianugerahi sepasang mata -yang berfungsi untuk melihat- serta beberapa persen naluri untuk mencampuri urusan orang lain –sebagaimana kodrat makhluk sosial-. Jadi satu-satunya cara untuk menghentikan ini hanyalah menyingkir dari keramaian.
Tujuan Sang Gadis untuk menyingkir dari keramaian pun sudah berada di depan mata bersamaan dengan tibanya ia di depan sebuah rumah sederhana yang tidak asing.
Ya, tentu saja kediaman keluarganya sendiri.
Michel sangat senang menemukan kunci duplikat rumah masih tergantung di resleting tas sekolahnya. Lalu setelah melepas alas kaki yang digunakan, gadis itu langsung membuka pintu utama.
Sekilas memang tidak ada yang berubah dalam seisi rumah. Letak perabotan dan yang lainnya masih sama. Semua tetap rapi meski debu yang menempel mulai menebal.
Namun Michel bisa menemukan perbedaan besar di sana. Untuk kali pertama, rumah itu benar-benar terasa kosong. Tidak ada lagi suara Fara yang terdengar mengisi seluruh rumah terutama ketika sedang memarahi Michel.
Mengingat kenangan tersebut membuat Michel terkekeh pelan. Setidaknya dulu ketika sedang sedih, Michel tahu selalu ada rumah untuk tempatnya pulang dan beristirahat. Ada rumah yang membuatnya merasa nyaman serta aman. Tetapi kini tidak ada lagi tempat untuk berkeluh kesah atau hanya untuk sekadar mendapat pelukan hangat.
Benar kata orang-orang, sesuatu selalu terasa lebih berharga ketika sulit untuk didapatkan.
Bergerak impulsif, sepasang kaki Michel melangkah masuk ke kamar orang tuanya. Lalu setelah menukar seragam sekolah dengan kaos serta hotpants, Michel melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. Hanya dalam beberapa menit, mata gadis itu pun mulai sayu dan terpejam.
Kelelahan tergurat jelas di wajah Michel. Energinya benar-benar terkuras habis untuk menghadapi dunia yang mendadak begitu kejam, terutama sejak Michel mengetahui eksistensi dari para makhluk fantasi.
-*-*-*-
"Shh. Jangan menangis." Suara seseorang terdengar dari alam bawah sadar Michel. Penglihatan gadis itu tidak dapat menangkap apapun karena semua tampak gelap.
"Sleep tight."
Lagi-lagi suara dari sosok yang sama. Tubuh Michel pun menggeliat, mencari kenyamanan pada sebuah daerah bidang dan hangat yang menjadi tempatnya bersandar.
Sebuah tawa pelan terdengar tetapi Michel yakin bila itu bukan miliknya.
"Bermimpilah dengan indah. Mimpikan aku bersamamu."
Wait, bukankah ini sudah mimpi?
-*-*-*-
Tok.
Tok.
Tok.
"Permisi Miss,"
Ketukan pintu dan suara seseorang tersebut, membuat fokus para siswa beralih dari pelajaran Ms. Eva.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Vampire (END)
VampireMichaela sangat mencintai kehidupan normal sebagai salah satu gadis remaja di London. Ia selalu bersyukur untuk kedua orangtua yang membesarkannya penuh kasih sayang dan juga kehadiran Sang Sahabat yang selalu setia. Meskipun tidak memiliki kisah pe...