^-^×^-^
Entah mengapa Michaela merasa jarum jam selalu berputar berkali-kali lipat lebih lambat ketika diperhatikan. Seperti saat ini, padahal baru berlangsung sekitar empat puluh lima menit sejak gadis itu selesai membersihkan diri dan menghabiskan sarapan. Namun ia sudah merasa seperti menghabiskan berhari-hari di ruang ini tanpa melakukan apapun.
Ponsel Michel juga telah kehabisan daya. Sedangkan di ruangan ini hanya terdapat ranjang, meja rias, closet, serta kamar mandi pribadi, tanpa ada televisi atau media sejenis.
Maka dari itu, kini Michaela merasa bosan. Benar-benar bosan.
Rasanya ingin sekali Michel keluar untuk melihat keadaan seluruh rumah. Akan tetapi bila memikirkan jika dirinya harus bertemu dengan keluarga Walcott, keinginan Michel mendadak susut. Susut hingga nyaris tidak bersisa.
Alasan utamanya bukan karena ketakutan seperti kemarin, melainkan perasaan malu. Setelah memikirkan kembali kata-kata kasar yang keluar dari mulutnya, kini Michaela diserang rasa bersalah. Apalagi ditambah kemungkinan bila keluarga Walcott dapat mendengar itu dengan jelas.
Bukankah sangat memalukan?
Pasti keluarga Walcott berpikir Michaela adalah anak yang tidak beretika.
"Hahhh..." Gadis itu menghembuskan napas panjang sembari mematutkan diri di depan cermin.
Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku keluar? Tetapi bagaimana jika mereka tidak memaafkan perbuatanku kemarin? Lalu jika tidak keluar, harus berapa lama lagi aku berdiam di sini?
Termenung sesaat, Michaela tampak menimang-nimang. Setelah bergulat dengan pikirannya, akhirnya gadis itu memutuskan untuk keluar. Bagaimanapun nanti respon dari keluarga Walcott, Michel tetap harus berbesar hati untuk menerima.
Membuka pintu kamar, iris cokelatnya memindai keadaan di sekeliling. Lalu terlihatlah beberapa pintu lain berada pada bagian depan dan samping kamar ini.
Aku harus ke mana? batin Michel bertanya sembari mengamati lorong panjang di sisi kanan dan kiri.
Setelah menutup pintu kamar, Michaela memutuskan untuk mengikuti insting dan menyusuri lorong di sisi kanan. Sepanjang lorong tersebut terpajang beberapa hiasan rumah seperti lukisan, cermin, rak-rak yang menggantung, juga guci yang antik.
Tiada hambatan berarti hingga kemudian Sang Gadis menemukan sebuah tangga yang melingkar menuju bawah. Sesaat langkahnya terhenti. Keinginan untuk kembali ke kamar terasa sangat menggebu. Keberanian sekilas yang sebelumnya ia miliki perlahan lenyap.
Akan tetapi karena sudah berjalan cukup jauh, Michaela pun memaksakan dirinya untuk menuruni tangga mewah tersebut.
Pasti akan sulit mengurus rumah besar ini tanpa bantuan maid, pikir gadis itu dengan pandangan yang berputar mengamati keadaan rumah.
Setibanya di ujung tangga, kaki Michel terus melaju tanpa memikirkan arah. Hingga kemudian sebuah panggilan menghentikan langkahnya.
"Michaela."
Ah, Sang Wanita!
"Y-y-ya?"
"Kemarilah bergabung," ajak wanita itu.
Tubuh Michel bergetar pelan. Ia mendadak diserang kegugupan.
Wajar bila Michel merasa gugup. Sang Wanita sekaligus nyonya rumah itu menyapanya dari sebuah sofa di ruang santai. Namun dia tidak sendirian, ada beberapa sosok lelaki yang juga sedang duduk dengan memunggungi Michel di sana.
"Eum..,"
Penolakan sudah ada di ujung lidah Michel. Namun Sang Nyonya Rumah tidak memberi kesempatan karena dia lebih dulu berjalan menghampiri gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Vampire (END)
VampirMichaela sangat mencintai kehidupan normal sebagai salah satu gadis remaja di London. Ia selalu bersyukur untuk kedua orangtua yang membesarkannya penuh kasih sayang dan juga kehadiran Sang Sahabat yang selalu setia. Meskipun tidak memiliki kisah pe...