Di Pantai Parangtritis itu mereka membangun tenda, rencananya nanti malam akan mengadakan pesta jagung bakar sambil bernyanyi dengan diiringi gitar, dan masing - masing sekolah memiliki warna tendanya sendiri, dan tenda di sekolah sekolah Ayu berwarna biru, sedangkan di sebelahnya mereka siswi dan siswa sekolah lain dengan tenda berwarna merah.
Dari kejauhan nampak seorang pemuda, berlari kecil menghampirinya dan menyebut nama dirinya.
"Ayu....", gadis itupun menoleh ke belakang dengan senyuman manis.
"Andi, aku sudah menduganya kamu juga disini....", dia hanya tersenyum lembut padanya.
"Sebelum acara makan siang, aku ingin berjalan - jalan sejenak sekedar hanya melihat ombak, dan aku ingin mengajakmu bermain istana pasir", Andi terlihat bersemangat.
"Inggih ayo....", Ayu nampak senang dengan ajakan Andi, dia mengenggam pergelangan tangan Ayu, dan mengajaknya berlarian kearah tengah pantai, mereka tertawa sambil menikmati deburan ombak yang nampak indah, sambil bermain air lalu membuat istana pasir kemudian duduk diatas pasir.
Ayu sedang menegadah melihat keatas langit, tapi tiba - tiba saja pandangannya terpusat kearah Andi yang sedang sibuk menulis di buku.
"Apa yang kamu lakukan, menulis tentang apa"? Ayu berkata polos.
"Sebuah keindahan ciptaan Tuhan, dengan apa yang sudah aku syukuri karena hidup disini, pesonanya begitu memukau, kadang jika melihat awan putih bagai melihat bidadari yang sedang akan turun dari baliknya lalu turun mandi....", Andi berkata sambil menegadah keatas.
"Dasar gomballl", Ayu terkekeh sambil berkata dia menutup mulutnya.
"Jujur dengan kamu mudah merangkai kata puitis begini, aku juga tidak ingin kamu mudah juga mempermainkan seorang perempuan. Kadang kala dengan mudah seorang lelaki memberikan cokelat tapi setelah jtu baru tahu rasa pahitnya. Jadilah setia bila menjadi seorang kekasih seorang perempuan, karena mereka adalah makhluk rapuh", Ayu berkata panjang lebar.
"Jika itu sampai aku lakukan dengan seorang perempuan, aku lebih baik memilih mati karena merasa bersalah", ! Perkataan Andi terasa tegas dalam bagian kalimat ini.
Obrolan mereka terpecah, karena adanya waktu yang tanpa terass sudah akan menunjukkan jam makan siang.
"Sudah waktu jam makan siang, sebaiknya kita kembali ke tenda masing - masing", Ayu berkata sambil berdiri, lalu meninggalkan Andi yang masih berdiri disana, dia berjalan perlahan kearah dekat deburan ombak, sambil sedekap, bayangan memantul dari balik pasir.
"Sebenarnya apa yang ku rasakan, kadang aku memang kerap mengeluarkan sebuah kata - kata, yang diluar kesadaranku ketika aku bersamanya, keikhlafan yang benar - benar tanpa ku sadari. Tapi maaf aku bukanlah seorang pujangga, bagiku jika aku harus menaruh cinta itu di dalam peti, maka lebih baik peti itu adalah yang harus aku kunci rapat dulu agar tidak ada yang jamah selain diriku", dia berguman sendiri perlahan.
"Perasaan, cinta mungkin itu hanyalah sebuah nama, tapi akan menjadi berharga jika kita melakukannya dengan seseorang", dia berguman lagi sendiri sambil setengah melamun.
Ada seseorang yang menghampirinya dari belakang, kemudian menepuk bahunya.
"Joko ", Andi menoleh ke belakang, pria bertubuh tinggi tegap persis seperti dirinya lalu berjalan sedikit untuk ikut berdiri sejajar dengannya.
"Aku membaca pikiranmu, sedang memikirkan sesuatu dan itu adalah seorang gadis", dia memberikan cengiran pada Andi, dan diapun menepuk bahunya.
"Aku sudah lapar yuk dahar sek...", lalu keduanya meninggalkan tempat tersebut.Pada waktu selesai makan siang, Ayu yang di tenda lain memulai obrolannya dengan teman - temannya.
"Pantai ini seperti penggambaran suasana hati, kadang tenang, kadang tidak", dia melihat kearah ombak.
"Kamu tumben seperti sedang berpuisi", Pratiwi menggodanya.
"Aku hanya ingin memuji keagungan Tuhan", Ayu berkilah lalu masuk ke dalam tendanya di membuka aplikasi permainan agar tidak bosan.
Pratiwi membuka sedikit celah jendela, sambil tercengir kepadanya.
"Ada sesuatu yang kamu pikirkan dari balik rangkaian kata yang barusan kamu ucapkan, jika boleh aku tambahkan ombak itu seperti penggambaran hatiku yang sedang jatuh cinta dengan anak SMA lainnya", dia tertawa pelan, mata Ayu mendelik mendengarnya sambil tersentak.
"Maksudmu, Andi",!
"Aku hanya berteman dengannya dan tidak lebih dari itu, dan kami memang dekat karena kami memang saling bertetangga", Ayu berkilah dengan nada suara cepat.
"Seorang perempuan akan dianggap rendah, kalau jatuh cinta dengan laki - laki lebih dulu, mahkota yang dimiliki akan hilang begitu saja, meskipun tidak semua laki - laki demikian, aku sangat menjaga hal itu dan apalagi aku lahir di tanah Jawa, kehormatan bagi perempuan adalah segalanya"! Tegas Ayu menambahkan kata - katanya, dan Pratiwi hanya bisa mengangguk setuju.Jika Ayu sudah bersikap demikian, maka Pratiwi memang lebih memilih diam daripada jika berdebat akan menjadi masalah yang panjang, dia tahu benar bagaimana sifat Ayu yang keras dengan pendiriannya kalau sudah mengenai adat.
Malam harinya, mereka semua sedang bernyanyi sambil diiringi gitar dan menikmati jagung bakar, lagu yang dibawakan adalah Sheila On 7, yang berjudul "Sahabat Sejati", dan pada saat yang bersamaan, Ayu mendengar bunyi Hp dari saku celananya dan membaca isinya dari Andi.
"Ayu, aku masih ingin mengobrol denganmu dan aku juga ingin kamu melihat karya - karya puisiku" mata Ayu melihat kearah tepi pantai, dia berdiri lagi disana seperti tadi siang, lalu Ayu langsung menghampirinya.
Langkahnya perlahan dari belakang untuk menuju menghampiri dirinya dan berdiri di sebelahnya.
"Kamu suka kalau melihat bulan, terangnya bagai mendamaikan hati, dan warna kuning membuat aku ingin menangis, menangis bahagia akan hidupku sendiri yang sudah di jalani selama ini.
Teryata menjadi sosok Jawa Tulen, dengan didikan orang tua turun temurun tidak ada salahnya jika mempengaruhi sifatku juga, seperti halnya dirimu, seorang gadis jawa tulen yang dari kakek atau nenek kam sudah menurunkannya pada bapak dan ibumu untuk menjadi sosok yang tidak meninggalkan adat bahkan dirimupun sangat mempertahankannya walau apapun itu pilihanmu juga kan....", Andi berkata sambil menoleh kearahnya, dan Ayu hanya mengangguk, kemudian dia memberikan buku yang di genggamnya kepada Ayu.
"Karya kamu bagus semua, sepertinya kamu memang berbakat menjadi penulis", Ayu memuji dirinya dan Andi hanya tertawa pelan.
"Sebenarnya aku kepikiran untuk menerbitkannya tapi untuk saat ini, aku belum siap", Andi menanggapi dirinya dengan suara halus.
"Kenapa begitu....",? Ayu bertanya heran.
"Untuk jadi penulis tidaklah mudah", jawab Andi.
Lalu Ayu membaca dengan suara di agak keras salah satu puisi Andi.Jika kamu adalah taman
Maka izinkan aku menyiraminya
Bahkan menanam bunganya
Dan bunga yang ku suka adalah tulip
Meski harus penuh perjuangan menjamahnyaTerlalu jauh jika harus memetik tulip
Tapi tidak akan mudah ku gantikan
Dengan mawar atau bunga lainnya
Karena yang ku ingin hanyalah satu.Ayu tersenyum membaca kalimat dalam puisi tersebut, dia sudah memahaminya jika itu adalah tentang cinta, tapi apa maksudnya Andi menulis tentang cinta yang diibaratkan dengan tulip yang ditanam itu hanya ada di negeri kincir angin. Tidak ada yang pernah tahu rahasia hati seseorang kecuali Tuhan, yang maha mendengar walau hanya kata di dalam hati.
"Apakah ini puisi untukku",? Ayu bertanya dan sekali lagi Andi hanya terkekeh perlahan.
"Itu khayalanku saja" dia menjawab kemudian.
Setelah acara perpisahan selesai, hari demi hari dilewati, dan pada hari itu tiba, Ayu mendaftar di universitas impiannya Andi juga sama, tetapi mereka berbeda kampus dan tidak satu jurusan juga, pilihan Ayu adalah tari dan Andi Ekonomi.
Baginya bakat yang dimilikinya bisa dilakukan diluar kesampingan dunia perkuliahan, dan inilah saatnya mereka menjadi mahasiswa baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
SRI RAHAYU ( masih berupa outline Novel )
Romancesebuah kisah cinta berlatar belakang kota Yogyakarta. Sri Rahayu adalah seorang gadis Jawa tulen yang sangat menjaga adatnya karena didikan turun temurun di keluarganya, dan sosok yang polos juga lemah lembut, tetapi ketika dia memasukki dunia luar...