Part 17 Menunggu Sidang

58 2 0
                                    

Ayu berjalan meninggalkan kampus, sambil menyandang ranselnya, dia melangkah kearah parkir motor menghidupkan mesin motornya, dan naik keatas joknya, setelah sudah berada diluar pagar kampus, lamunan itu terbesit kembali sambil mengendarai motornya. Dan dia berhenti di lampu merah, bayang Indra seakan benar - benar nyata di hadapan wajahnya, perasaan Ayu semakin dilipuri jutaan yang tidak terbendung lagi olehnya, hingga suara klakson dari belakang memecah keheningan.
Dia menoleh ke belakang, seorang pemuda nampak menggerutu kepadanya
"Ojo ngelamun neng lampu merahh, ganggu", ! Dia tampak marah, dan Ayu memberikan senyuman padanya.
"Inggih, maaf mas.....", pada saat lampu berganti hijau, terdengar si pengendara motor masih mendumel pelan.
"Untung ndak tak tabrak sisan....",
Bayang Indra mulai hilang, kehadirannya bagaikan hantu di mata Ayu, akhirnya diapun tiba di depan pagar rumahnya, Ayu turun dari motor untuj memasukkan motornya ke dalam halaman garasi dan menutup pagarnya.

Kemudian Ayu, masuk ke dalam rumahnya, dan berjalan kearah kamarnya, dia mengganti bajunya dengan kaos berwarna putih serta celana pendek selutut, lalu keluar kamarnya lagi untuk menghidupkan kompor dan mulai memasak sayur sop.
"Ndokkk", terdengar suara Lasmi, memanggilnya dari belakang, dia berdiri di samping pintu dapur, dan Ayu menoleh ke belakang sedikit.
"Inggih bu.....", dia mengangguk.
"Laki - laki itu suka dengan perempuan pintar masak untuk jadi calon suaminya", dia mengajaknya mulai ngobrol.
"Inggih bu...", Ayu menunduk wajahnya mengisyaratkan kembali akan hati yang di dera resah mendengar kata - kata dari Lasmi, haruskah memang merelakan dirinya menjadi seorang istri Andi, hatinya belum bisa memberikan sepenuhnya kepada laki - laki itu.

Sore harinya, Ayu mengobrol dengan Andi di teras rumahnya, mereka duduk sambil memandang kebawah.
"Andi, aku tahu sebenarnya tidak memaksa aku untuk mencintaiku, tapi ada yang perlu kamu ketahui soal Indra, dia hanya terjebak", Ayu berkata lemah.
"Seorang pria sejati, mampu menjaga nafsu perasaanya meskipun di hadapannya adalah wanita jalang sekalipun", ! Andi berkata tegas.

"Andiii", !! Ayu memekik melengking.
"Apa yang diperbuat olehnya, sama halnya menyakitimu, dan kamu tahu jika seorang laki - laki yang lahjr di tanah Jawa sepertiku, akan pantang melakukannya...", ! Nada suara Andi berubah menjadi tinggi.
"Aku tidaj jngin, kamu tersakiti oleh apapun....", Andi memelankan lagi suaranya, sambil mendekatkan wajahnya di depan Ayu,

Air mata gadis itu menetes, bjbirnya terasa gemetar, tidak tahu apa yang harus di ucapkannya lagi dan menangis tersedu sambil menutupi wajahnya perasaan yang sama kembali menghantuinya.
Semakin seakan menyayat hatinya, Ayu membuang mukanya sejenak kearah tanpa tujuan lalu kembali menatap Andi.
"Andi, aku tahu kamu memahami diriku, aku tahu kamu mampu membaca apa yang aku pikirkan, tapi aku seperti diombang - ambing yang kamu tidak tahu, dibawa keresahan seperti gelombang yang bergulung ke Pantai", Ayu berkata panjang lebar.

"Aku mengerti", Andi menyentuh pundaknya, dan Ayu memberikan kepalanya di dada Andi dia mengusap rambutnya dengan lembut sambil menegadah keatas.

"Aku tahu Indra, tersiksa dengannya", Ayu berkata lirih dan Indra hanya diam tanpa sebuah kata seakan dia berbicara dengan pikirannya sendiri.

Pada hari berikutnya bimbingan, Ayu berdiskusi dengan Bu Yeti, seakan tidak fokus, kemelut pikiran hidupnya semakin mengusik semua anggota tubuhnya, Bu Yeti memicingkan mata, untuk mengetahui apa yang ada dalam pikirannya.

Namun Ayu hanya menunduk dan berbahas untuk berdiskusi tentang, apa yang Ayu tulis, setelah selesai Ayu kembali ke parkir halaman kampus, untuk mengambil motornya dan mulai mengendarai lagi, ke jalan untuk pulang kerumah, pikirannya mulai melayang kembali mengenai Indra, namun dia tetap bisa fokus di jalan, pada saat yang bersamaan Indra, kembali ke makam Enggar hampir tiap hari disana, seakan lara jiwanya ingin menyusul dirinys, namun harapan itu selalu sia - sia.

Dia berjongkok menyalahkan dirinya, yang telah ternoda karena terjebak oleh seorang perempuan, menghancurkan segala impiannya, dan kini menjadi orang yang luntang lantung dengan luka yang mememar di hatinya semakin lebar, air mata menetes, apakah Ayu masih mau memberikan kesempatan itu untuknya?

Kalau saja ini juga menjadi bagian egonya, kalau Indra memiliki pendapatnya sendiri mengenai adat harusnya bukan itu yang dikatakan kepada Ayu, dan menimbulkan malapetaka namun Ayu orang yang keras juga.

Ayu yang sudah sampai dirumahnya, dia berbaring di tempat tidurnya dan tanpa terasa dia terlelap tiba - tiba saja Ayu terbangun di sore hari lalu melihat kearah jendela, kemudian pergi keluar kamar dan menyalakan Tv, tangannya mengambil remote untuk memutar program Tv mencari siaran yang bagus, dan matanya terfokus pada satu sinetron, dia tertawa pelan melihat adegan lucu di dalamnya, rasanya untuk sejenak melepas pikirannya tentang Indra.

Di tempat yang berbeda, dengan Ayu, di dalam kamarnya Indra tergiang akan janjinya pada Enggar, rasanya dia tidak mampu menaklukan hatinya saat terpuruk oleh nista dan jiwanya yang kalah dengan Dewi, yang sudah membuat hidupnya hancur, kalau bisa sekali lagi percobaan bunuh diri di lakukannya dia akan melakukannya.

Keesokan harinya.....

Adalah Bimbingan terakhir, Ayu sebagai penutupnya Bu Yeti menandai di lembaran skripsinya ACC maju untuk sidang, pada bulan Oktober di awal bulan nanti, tanggal empat belas, Ayu menarik nafas pendek dan menatap Bu Yeti.
Adalah Bimbingan terakhir, Ayu sebagai penutupnya Bu Yeti menandai di lembaran skripsinya ACC maju untuk sidang, pada bulan Oktober di awal bulan nanti, tanggal empat belas, Ayu menarik nafas pendek dan menatap Bu Yeti.
         "Terima kasih bu, atas bimbingannya selama ini", Ayu menundukkan kepala dengan hormat, lalu memasukkan lembaran tersebut ke dalam ranselnya lalu pergi meninggalkan kampus.

SRI RAHAYU ( masih berupa outline Novel )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang