Part 25 Lamaran.

87 2 0
                                    

Ayu, mengenakan kebaya berwarna biru, dia nampak cantik juga dengan kain yang di kenakannya, hatinya benar - benar sudah yakin akan menghapus nama Indra untuk selamanya.
     Ayu juga menahan air matanya, agar tidak menangis lagi mengenai Indra, seorang wanita yang memakaikan sanggulnya, merapikan rambut di depannya dengan sisir, dan Ayu memakai lipstik berwarna merah.
       Kemudian menaruhnya diatas meja, lalu wanita yang menata rias rambutnya meninggalkannya, sambil menengok ke belakang, pada saat berada di depan ambang pintu kamar untuk membukanya.

        "Segeralah, keluar dari kamarmu, cah ayu calon suamimu jangan dibuat terlalu lama menunggu" , kemudian dia baru membuka pintu kamarnya, Ayu kemudian mulai berdiri dan melihat wajahnya sendiri di cermin, barulah keluar kamar.

            Di ruang tamu, sudah banyak tamu yang berdatangan, dengan jamuan makanan yang sudah disediakan juga, nampak diantara mereka Andi dengan kemeja batik yang dikenakannya serta celana hitam, menyambut dirinya.

            Andi mulai mengeluarkan kotak yang berada di sakunya, Ayu berjalan dengan gemetar perasaan yang amat berdecak tidak percaya dengan yang di lihatnya, segala yang di rasa campur aduk menjadi satu, tangannya yang gemetar berusaha memberikan jari manisnya kepada Andi, namun entah bagaimana tiba - tiba saja cincin itu jatuh ke lantai, Ayu hanya tersentak dengan mata terbelalak seperti ada sebuah firasat yang dirasakannya begitu dalam, bahkan keramaian orang yang tengah mengobrol menjadi diam dan memerhatikan mereka, Andi memungut cincin tersebut dan memakaikannya di jari Ayu.

   Tetapi firasat yang di rasakannya, sangatlah kuat, kala itu juga di tempat yang berbeda di Jakarta, Indra baru saja mendapat pekerjaan baru lagi sebagai pelayan restoran di sebuah Mall, air mata yang kering di pelupuknya di tahan, membayangkan penderitaan yang ditampungnya sendiri.

          Sorot mata Andi, kala di dapur restoran mengarah kepada Ivan, sahabat rekan kerjanya yang sedang mengobrol dengan Yuli sahabat rekan kerja Andi yang lain selain Ivan, mereka nampak tertawa bahagia, sedangkan Andi sejak kejadian itu, tidak pernah merasa hidupnya bahagia sekalipun bahkan ingin mati, baginya kematian adalah awal kebahagiannya karena bisa bertemu Enggar dan menembus dosanya kepada adik kesayangannya itu yang telah tiada, karena telah mengingkari janjinya.

          Indra, sedang mencuci piring, dalam khayalannya adalah kalau dia akan tertusuk beling karena piring itu pecah, dan dia akan mati karena kehabisam darah, namun kenyataanya tidak.

          Ivan, menghampiri dirinya, dan berdiri di dekatnya sambil bersedekap, matanya memerhatikan gelagat sikap Indra, yang tidak memiliki gairah untuk hidup.

             "Sebenarnya apa tujuan hidupmu Indra", ? Pertanyaan itu membuat mata Indra, terbelalak namun dia menjawab tenang.

             "Aku tidak pernah punya gairah untuk hidup apalagi tujuan, kecuali aku menunggu untuk mati, dan itu impianku, kebahagiaanku sudah hancur dengan zina yang ku lakukan, bahkan aku harus menanggung dengan terpaksa karena aku tidak cinta kepadanya", Indra terlihat meringis seperti ada rasa sakit yang amat dalam di dadanya.

        "Tanpa menunggupun manusia pasti akan mati, tapi aku hanya melihat gelagat darimu, jika itu seperti sangat kamu inginkan...., kamu seperti membenci hidupmu sendiri", Ivan memberikan pendapatnya.

            "Aku memang benci dengan hidupku sendiri", kata - kata Indra terdengar sangat tajam, sambil dia meletakkan piring di tempatnya.

     Dan kamu sangat mengharap untuk bisa mati", Ivan menanggapi dirinya dengan perhatian, matanya menatap dengan perasaannya yang dalam, dan Indra membalasnya dengan bola mata dibesarkan kepadanya.

            "Tidak ada guna aku hidup, aku harus menerima pernikahan tanpa cinta, bahka anak juga, dia bukan untuk mencintaiku tapi hanya karena nafsu birahi, inikah hidupku sungguh tidak adil, dan aku terpaksa menerimanya, sebenarnya aku ingin membebaskan diriku tapi aku tidak mampu, untuk keluar, aku seperti dipaksa oleh iblis wanita yang hidup bersamaku yang bukan karena cinta yang tulus, hanya ingin tubuhku", Indra terisak.

        "Jika saja Dewi, memang benar mau hidup karena cinta aku akan menerimanya, tapi dia gila, dia hanya ingin memuskan nafsu birahinya saja denganku", kata - kata Indra, terdengar sangat dalam", Ivan memegang bahunya dan merangkul dirinya.

           Pada saat selesai lamaran dengan Andi, entah kenapa pikiran itu merasuk kembali, ke dalam kepala Ayu, sebenarnya diapun iba melihat keadaan Indra, yang terpaksa mencintai seeorang namun bukanlah cinta, hanya semu.

          Tidak disangka kalau Dewi memang tidak pernah punya cinta kepada lelaki manapun tapi hanya ingin melampiaskan gairah nafsunya, bahkan dia juga berbuat gila, Ayu tahu kegilaan itu hanya demi dia memiliki Indra, walau tanpa cinta dari hati tapi hanya ingin tubuhnya.

    Betapa tersiksanya juga, orang tua Indra terlihat dari wajahnya, dan semua karena ulah Dewi, dia memang benar - benar wanita iblis.

                 Pada saat itu, Jono menemaninya duduk di teras sambil mengobrol dengan santai, mata Ayu melihat keatas langit.

              "Sebenarnya aku juga merasa iba dengan Indra, aku rela jika harus tidak berjodoh dengannya, namun aku tidak kuat juga melihat orang lain menderita, Dewi itu hanya nafsu belaka, Indra juga tak seburuk yang bapak atau ibu kira", ! Terdengar kata - kata tegas dari Ayu.

             "Yo wes ndok, kamu juga sudah punya calon suami", Jono hanya menanggapi demikian lalu masuk ke dalam rumah.

                Hari itu, Indra, baru saja pulang, dari tempat kerja, dia melihat Dewi menggendong bayi tersebut, dengan tatapan penyesalan atas dirinya sendiri, yang harus terpaksa seperti hidup di dalam penjara.

                "Dewi, maaf aku harus tetap mengatakannya, jaga anak itu baik - baik, dia memang anakmu, dan kamu urus dengan cinta, tapi aku juga tetap ingin tanpa dirimu, ceraikan aku", Indra menunduk dalam, kemudian meninggalkam rumah, dan Dewi melotot tajam, mendengar itu dia langsung meletakkan bayi yang di tempat tidurnya, dan pergi membawa racun tikus kerumah orang tua Indra, siapapun tidak bisa menghalangi keinginannya termasuk Hani dan Hendra.

          

SRI RAHAYU ( masih berupa outline Novel )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang