Part 18 Saat Sidang.

52 1 0
                                    

Di pagi hari, Ayu sudah datang ke kampus dengan mengenakan pakaian rok hitam, serta kemeja putih juga blezer hitam, dan di ranselnyapun sudah ada keben jawa yang akam digunakannya pada saat ujian praktek nanti, juga sanggul, serta make up, pada saat di gedung  praktek nanti sudah ada yang penata riasnya untuk persiapan praktek.

       Ayu duduk di anak tangga, gedung kelas teori, sambil memandang pohon di depannya, ada suara langkah kaki terdengar dari belakang, namun Ayu tetap terdiam, dan langkah itu semakin terdengar mendekatinya, tetapi dia malah menunduk dan tidak menoleh ke belakang dan terdengar sebuah suara memanggilnya dari belakang.
         "Ayu...", suara itu adalah Bimo, temannya satu bimbingan dengan Bu Yeti, Ayu menegadah menoleh ke belakang.
         "Hal yang berat, dan masih menyisakan rasa yang tertinggal, memang akan terus mengganjal di hati, aku tahu itu yang kamu rasakan", Bimo mencoba perhatian kepadanya.
          "Bim......., tidak ada yang bisa menyangkal akan rencana Tuhan, mengenai cinta, Indra seakan justru dijauhkan disaat aku tak lagi bertemu, dan ingin minta maaf padanya. Dan aku tahu ini salahku, aku mestinya tidak menjadi orang yang egois walau terlahir di tanah Jawa yang kental akan adat dan budayanya, bahkan di keluargaku sendiri masih benar - benar dengan taat memakainya....", Ayu berkata panjang lebar.
         "Kamu merasa demikian...., dan kamu menyesali kelahiranmu sebagai perempuan Jawa" , Bimo berkata dengan nada suara agak ditinggikan.
         "Aku tidak berpikir begitu, tapi masalahnya karena hanya aku menjaganya, aku seperti memakan korban dan itu adalah Indra...., dia tertimpa masalah besar karena diriku, dan seharusnya dari dulu aku menyadari siapa itu Dewi", Ayu berkata dengan suara yang terdengar sedang lelah dengan dirinya sendiri.
      Bimo, menepuk sekali lagi pundaknya, dia memberikan senyuman sebagai penenang hatinya yang sedang gelisah.
         "Setelah ini giliran kamu yang masuk", Ayu hanya mengangguk, dan Bimo meninggalkannya disana, dia berjalan meninggalkan gedung fakultas, keresahan itu bagaikan hantu yang masih penasaran dan tetap mengikuti manusia, Ayu masih menggambarkan dengan jelas rasa resah mengenai Indra dihatinya.

    Akhirnya tibalah dia masuk ke dalam kelasnya, dan siap menghadapi ujian teori, perasaan grogi tersirat di hatinya.

tiga orang penguji, mulai melemparkan pertanyaan satu demi satu bahkan ada yang melemparkan pertanyaan itu seperti menghajar dirinya habis - habisan, dengan suara lantang untuk menggertak dirinya.
         Ayu menjawab dengan tertatih, namun dia mencoba untuk mengatakannya dengan lancar, hingga sampai selesai, dan hatinya berdecak penuh risau, tangannya berkeringat menunggu keputusan dari para penguji atas dirinya, mereka terdiam sejenak sambil berbisik dan saling memandang satu sama lain.

Detak jantung Ayu, terasa sangat berpacu bayang - bayang tidak menyenangkan mulai berputar diatas kepalanya, nafasnya tersenggal berat namun perlahan, matanya melirik kearah Karin yang berdiri di sebelahnya, dengan sikap lebih tenang, tapi terpancar jika perasaannya itu sama terlukis dari raut wajahnya.

Matanya menerawang, menatap kearah sepatu yang  dikenakannya, kemudian Ayu melirik jam tangan sudah menunjukkan pukul sebelas siang, Ayu langsung berjalan kearah gedung kelas praktek, dan langsung masuk ke dalam untuk dirias, dia menghadap ke kaca

Matanya seakan menatap bayangan yang terus memantul wajah Indra, dan setelah selesai bayangan itu hilang, Ayu bersiap - siap untuk latihan ujian praktekhya, dia melakukannya dengan penuh konsentrasi, agar hasilnya bisa lulus.

Ayu melakukan gerakan tersebut dengan fokus, kemudian menunggu hasilnya, dia terpaku, menatap menjurus kearah penguji yang akan menentukan djrinya, sesekalinya dia memejamkan mata pada saat menunggu hasilnya.

      "Kamu di nyatakan lulus", hasil itu membuat dirinya lega, dia menepuk dadanya sambil menyilangkannya, lalu berlari kecil kelua ruangan, namun tiba - tiba saja ingatan Indra kembali melintas, kalau saja hal jni bisa dilalui bersamanya akan menjadi kesempurnaan yang paling sempurna.
 
      Dia menunduk sejenak, melihat bayangan diri memantul dari matahari sore, lalu ada seseorang memanggilnya dari arah depan sambil berjalan menuju kearahnya, dia seorang gadis dengan pakaian yang sama seperti Ayu, mereka belum melepas pakaian adat  yang di pakainya, karena itulah Ayu kembali terbayang wajah Indra, dan yang tidak terbayangkan jika dirinya memakainya lagi dalam sebuah pernikahan bersama Andi.

     "Kamu lulus", ? Gadis bernama Ranti itu bertanya padanya, dan Ayu hanya mengangguk, dia terlihat bahagia dengan tersenyum lebar.
     "Dan sekarang, kita sudah benar - benar seorang penari", dia berkata dengan suara riang.
     "Ranti, jika aku memang akan jadi seorang penari, aku tidak akan seperti Dewi, yang jelas sudah memberikan tubuhnya kepada lelaki dan itu Indra....", Ayu berkata dengan nafas desahan.

    "Kamu mencintainya.....", ? Pertanyaan itu, menyergap hatinya, kalau bukan karena rasa cinta dia tidak mungkin menyesal sudah tega kepada Indra, Ayu tidak menjawab apapun, dia tidak bergeming dan masuk kembali ke dalam kelas, untuk melepas baju adat lalu berganti dengan kemejanya lagi, dan berjalan kearah parkiran kampus.

   Ranti, melihat dirinya dari kejauhan, seakan sedang mengamati isi hatinya, namun dia teringat dengan apa yang harus di lakukannya juga.

Di Jakarta....

Indra, kembali mencari pekerjaan, dia mau bekerja apa saja, asalkan bisa memiliki biaya hidup juga untuk keluarganya, dan apa rasanya juga memberikan nafkah dengan seorang istri yang tanpa cinta, rasanya perih semakin memerah di hatinya.
      Begitu keras, siksa yang mencabik dirinya, dimana - mana sedang tidak ada lowongan kerja, jika ada lowongan kerjapun yang di butuhkan adalah pendidikan SI, namun nasib mau apa dikata, karena perbuatan mesum dengan Dewi, menghancurkan juga masa depannya, tidak ada yang menerima lowongan hanya tamat SMA, untuk saat ini, padahal dia sangat membutuhkan.

   Indra, pulang kerumah dan terlihat Dewi, menyiapi makanan untuknya, dia sudah gerah dengan hidup tidak dipedulikan perasaannya olehnya, karena Dewi hanya cinta buta, hanya ingin nafsu.

       "Berapa bulan lagi kandunganmu, percuma juga kalau di teruskan, kamupun tidak peduli akan hal itu, kamu bukan butuh nafkah dari suami juga, tapi hanya nafsu, Tuhan telah mengutuk diriku yang harus terpaksa hidup bersamamu", ! Dia berkata ketus.

       "INDRAAA", !!! Dewi menyentak tajam, matanya mulai mengancam, dan entah bagaimana dia mencengkram kemeja Indra.

    "Aku tetap akan melahirkannya meskipun kamu tidak ada pekerjaan, karena yang ku inginkan adalah dirimu", nada suaranya terdengar dingin.

  Apa rasanya, memiliki rumah tangga, namun seperti di dalam ruang penyiksaan, Indra melepas cengkraman itu dan masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu dengan keras, namun Dewi justru semakin membabi buta, dia tetap tidak akan melepaskan Indra darinya.

SRI RAHAYU ( masih berupa outline Novel )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang