34 - Voice Note

3.1K 192 19
                                    

"Juna."

Arjuna yang hendak menuruni tangga langsung menoleh ketika sang kakak memanggil. "Apa?"

"Gue ...," Arian terdiam sesaat, "maksudnya, lo mau ke mana?"

"Pulang ke apartemen," jawab Arjuna.

"Lo mau tinggal di sana lagi?"

Arjuna mengangguk. Meskipun ia tidak memiliki banyak kenangan dengan Aulia, tapi Arjuna rasa apartemen adalah satu-satunya tempat ia bisa merasakan kehadiran Aulia di sisinya.

"Hubungan kalian gimana?" tanya Arian lagi.

"Kayak yang lo tau, dia minta cerai."

"Terus kalian beneran mau cerai?"

Arjuna menggeleng. "Gue nggak salah, jadi gue nggak bakalan ceraikan dia," ujarnya. "Biarin gue bahagia sama dia, Bang."

Arian terdiam sambil menatap Arjuna dengan tatapan tidak terbaca.

Arian tidak kasihan pada Arjuna, ia lebih kasihan pada dirinya sendiri. Arian merasa gagal menjadi seorang kakak untuk Arjuna.

"Gue cinta sama Aulia. Gue nggak pernah secinta ini sama cewek meskipun gue sering gonta-ganti pacar." Arjuna menghela napas sambil mengalihkan pandangan. "Udahlah. Lupain aja," ucapnya lalu melanjutkan langkah untuk turun ke lantai satu.

Setelah kejadian itu, ibunya meminta Arjuna untuk tinggal di rumah dulu, apalagi sebentar lagi ujian. Namun karena sekarang ujian sudah selesai, Arjuna ingin kembali ke apartemen.

"Bunda, Arjuna mau pulang dulu."

Athena yang sedang memasak pun menoleh. "Hah? Pulang ke mana?"

"Ke apartemen,"

"Tunggu," Athena mencuci tangan, "kenapa tiba-tiba mau ke apartemen? Sayang, ini rumah kamu."

Arjuna menggeleng. "Arjuna di apartemen aja."

"Juna ...."

Arjuna meraih tangan Athena. "Untuk masalah ini, biarin aku yang selesaikan semuanya. Jangan sampai abang tau kalo aku tau semuanya."

Athena hanya diam sampai Arjuna memeluknya. "Aku sayang Aulia. Aku nggak mau pisah, jadi biarin aku selesaikan ini semua sendiri."

"Bunda bisa bantu jelaskan ini ke Aulia," ucap Athena.

"Nggak. Semuanya bermula karena aku, jadi aku juga yang akan menyelesaikannya." Arjuna mengurai pelukannya dengan Athena. "Arjuna pulang dulu."

"Nggak makan malam dulu di sini?"

"Nggak usah." Arjuna terkekeh. "Aku pulang dulu. Assalamualaikum."

***

Aulia menatap langit-langit kamarnya dalam diam. Kamarnya gelap, namun di atap kamarnya dekorasi bintang menyala. Gadis itu menghela napas panjang, lalu ponselnya berbunyi.

Kak Arian :
Aulia, aku mau ngomong sama kamu.
Aku nggak tau kamu bakalan baca pesan ini atau nggak. Kalo kamu baca ini, please dengerin semuanya.
*Kak Arian mengirim pesan suara*

Aulia menekan pesan suara yang Arian kirim.

"Aulia ... sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu. Aku nggak tau harus mulai dari mana pembicaraan ini." Arian terdengar menghela napas. "Jangan marah sama Arjuna. Aku tau ini terdengar seperti pembelaan, atau kamu bakalan nganggap yang lain. Tapi, Lia, Arjuna nggak salah. Malam itu ...."

Arian terdiam, membuat Aulia menggigit bibir bawahnya pelan.

".... Malam itu Arjuna harusnya balapan sama Agas. Kamu masih ingat dia, 'kan? Alasan kenapa aku dan Arjuna ngelarang kamu buat berhubungan sama Agas karena dia nggak sebaik yang kamu kira. Agas dan Arjuna udah musuhan sejak lama. Dia pakai kamu buat mancing Arjuna karena tau kalo sekarang kamu adalah kelemahannya," ujar Arian. "Kamu ingat hari dimana kamu pikir Arjuna habis ngapa-ngapain kamu waktu itu? Arjuna terpaksa melakukan itu karena kamu kesakitan, lagi-lagi itu karena Agas. Nggak perlu aku jelaskan, kamu pasti paham apa yang udah Agas lakukan sama kamu waktu itu sampai-sampai Arjuna nekat ngelakuin itu. Tapi, Lia, Arjuna nggak melakukannya. Dia nggak melakukan hal sejauh yang kamu bayangkan. Sorry, but you still virgin."

Aulia menutup mulutnya dengan tangan, bersamaan dengan air matanya yang langsung keluar.

"Malam itu ... aku yang pergi balapan sama Agas, bukan Arjuna."

Aulia refleks menjatuhkan ponselnya. Mematung sesaat, gadis itu berlari keluar dari kamar sambil berteriak. "Mama!"

Aulia berlari menghampiri ibunya sambil menangis. "Ma, kenapa Arjuna nggak di penjara?"

"Lia, kamu kenapa nangis?"

"Jawab aku, Ma," ucap Aulia sambil teriak. "Kenapa Arjuna nggak dipenjara?"

"Kamu tenang dulu." Amani langsung memeluk Aulia agar gadis itu bisa lebih tenang. "Arjuna nggak salah. Dari hasil investigasi dan keterangan Arjuna mengenai malam itu, Arjuna nggak terlibat."

Aulia menggeleng di pelukan mamanya.

"Kata polisi, malam itu Arjuna keluar dari rumah kalian pakai mobil, dan motor yang ada di TKP itu dipakai Arian."

Pundak Aulia terasa lemas. "Mama bohong, 'kan?"

Arian tidak mungkin melakukan itu. Malam itu, Arian bahkan datang lebih dulu ke rumahnya daripada Arjuna. Arian tidak mungkin melakukan itu!

"Mama dan Kak Arian pasti bohong, 'kan?" Aulia mendongak. "Tadi Kak Arian bilang ke Lia kalo motor itu juga dipake dia. Tapi ... nggak mungkin, 'kan? Mama, tolong bilang ke Lia kalo apa yang Mama bilang tadi itu bohong."

"Lia ...."

"Ma, Kak Arian nggak mungkin kayak gitu. Meskipun kalian nggak suka sama hubungan Lia dan Kak Arian, tapi Lia tau gimana Kak Arian. Dia nggak mungkin melakukan itu." Aulia menggeleng. Pandangannya mengabur karena air mata.

Amani menghela napas. "Lia, sudah."

"Ma ...." Bahu Aulia turun, melemah. Aulia tidak percaya jika yang sebenarnya terlihat adalah Arian, bukan Arjuna.

Tolong katakan padanya jika Arian hanya membela Arjuna saja. Pernyataan itu tidak benar-benar nyata!

***

Aulia berdiri di depan sekolah Saint Gabriella seorang diri, menunggu seseorang yang sudah ia nantikan kehadirannya sejak satu jam yang lalu.

Agas adalah satu-satunya orang yang bisa Aulia percaya saat ini. Bukankah Arjuna—atau Arian—balapan dengan Agas malam itu?

Sebenarnya Aulia tidak yakin keputusannya untuk menghampiri Agas hari ini benar atau tidak. Tapi, Aulia perlu tau mana yang benar. Siapa sebenarnya orang yang malam itu balapan dengan Agas?

"Emm, maaf, lo tau yang namanya Agas, nggak?" tanya Aulia pada salah satu siswi Saint Gabriella yang kebetulan baru saja keluar daro gerbang.

"Agas yang mana? Di sekolah ini ada 3 yang namanya Agas."

"Agas yang ... pemain basket?" ucap Aulia tidak yakin.

"Nama lengkapnya siapa? Soalnya, 2 dari 3 Agas di sekolah ini pemain basket."

Aulia menggaruk kepalanya bingung. Tentu saja ia tidak tau nama lengkapnya!

"Gini aja, yang Agas junior atau Agas senior?"

"Emm ... senior?"

"Oh kalo Agas yang itu, dia nggak ada di dalem. Kayaknya lagi nongkrong di warung ujung jalan sana deh. Biasanya dia sama temen-temennya di sana."

"Oh gitu, yaa? Kalo gitu makasih ya," ucap Aulia lalu siswi itupun pergi.

Aulia langsung menuju warung yang siswi itu katakan tadi. Warung yang tampak seperti warung biasa tempat nongkrong anak-anak SMA. Di luar, ada beberapa motor terparkir. Suara bising juga terdengar dari dalam warung itu. Mungkinkah salah satunya ada Agas?

***

Aku sedang memikirkan untuk hiatus selama beberapa saat. Jujur feel nulis aku lagi hilang selama beberapa waktu terakhir ini. Mungkin udah beberapa bulan? Sedih banget :(

SUDDENLY GOT MARRIEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang