KEIRORA ✨ 7

2.9K 181 10
                                    

Kelas hening seketika saat Bu Diah, sang wali kelas, memasuki ruangan dengan membawa satu lembar kertas.

"Selamat pagi, anak-anak!" sapa Bu Diah.

"Pagi, Bu!" balas anak-anak serempak.

"Ibu ada pengumuman penting untuk kalian semua," ucap Bu Diah, "sekolah kita akan mengadakan lomba mading antar kelas, lomba ini dimulai lusa, dan mading harus sudah jadi sepuluh hari setelahnya. Kalian paham?" tambah Bu Diah sembari menatap siswa-siswinya.

"Temanya apa, Bu?" tanya Belda setelah mengacungkan tangannya.

"Tema bebas, kesepakatan kalian saja. Ibu ingin kelas kita menjadi pemenang dalam lomba ini. Untuk itu, sebaiknya diadakan satu atau dua orang anak yang tugasnya mengkoordinasi dan bertanggung jawab atas mading yang kalian buat," jelas Bu Diah.

"Beni aja, Bu. Dia kan ketua kelas," usul salah satu siswa.

Bu Diah terdiam sejenak, lalu menggeleng. "Tugas ketua kelas sudah banyak, tanggung jawabnya juga besar, jadi ibu pikir kalau untuk pengurus mading ini jangan ketua atau wakil ketua," saran Bu Diah.

Anak-anak manggut-manggut tanda mengerti.

"Menurut ibu, orang yang kreatif dan pandai dalam hal seni bisa menjadi pengurusnya," tambah Beliau.

Siswa-siwi saling pandang satu sama lain. Mereka sendiri tidak tahu bakat mereka di bidang apa.

"Keira, Bu! Keira bisa!" pekik Belda tiba-tiba.

Sontak, Keira melebarkan matanya dan menatap Belda kesal. "Bel, apaan sih! Jangan asal tunjuk donk."

Bu Diah menatap Belda dan Keira bergantian. "Keira?" Bu Diah seakan meminta tanggapan dari yang ditunjuk.

"Saya temenan sama Keira udah dari SMP, Bu. Dia jago gambar, bikin puisi juga jago, hebat kan, Bu!" Belda menyeletuk sambil sesekali melirik Keira yang mendengus pelan.

"Ya sudah kalau gitu," putus Bu Diah. "Keira, ibu percayakan hal ini sama kamu, ya. Tolong koordinasikan teman-temanmu untuk bersama-sama mengerjakan mading ini. Semangat ya, Keira!" Du Diah mengepalkan tangannya.

Selesai berbicara dengan Keira, Bu Diah berpamitan dan berjalan cepat keluar kelas. Keira sedikit kesal gara-gara usulan Belda yang langsung diterima begitu saja oleh Bu Diah.

"Udah deh, Ra, jangan cemberut gitu. Gue pasti bantu lo kok," tenang Belda, "lagian kan lo beneran punya bakat di bidang seni, sekali-kali gunain bakat lo buat sesuatu yang bermanfaat," ucap Belda bijak.

Keira manggut-manggut sambil mencerna ucapan Belda. Memang benar, sekali-kali menggunakan bakatnya untuk hal yang bermanfaat tidak akan merugikan dirinya bukan.

"Ra, lebih baik lo sekarang nentuin tema apa yang bakal ada di mading kita nanti," usul Beni yang duduk tepat di belakangnya.

"Bener juga ya, tapi gue nggak bisa dong nentuin temanya secara sepihak, harus persetujuan teman-teman juga," ujar Keira.

Beni mengangguk mengerti. "Lo mending ngomong di depan anak-anak deh sekarang, siapa tau ada yang punya saran," titah Beni.

Keira menyerngit. "Hah? Gue? Ngomong di depan anak-anak? Nggak salah nih?" kagetnya.

Beni menggeleng cepat. "Lo kan yang jadi pemimpin pembuatan mading, nggak ada salahnya kan ngomong di depan anak buah lo."

"Ah enggak ah, nggak mau," tolak Keira sembari menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Ayolah, Ra. Ini demi kebaikan bersama," bujuk Beni.

Belda yang sedari tadi diam-diam menguping langsung menggenggam erat tangan Keira. "Ayo, gue temenin!"

KEIRORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang