KEIRORA ✨ 33

1.6K 129 4
                                    

Aaron yang baru saja selesai tampil langsung berlari menyusul Keira. Perasaannya tak tenang, kacau, entah karena apa. Matanya terus bergerak kesana kemari mencari-cari sosok Keira yang tak juga nampak. Aaron langsung menghembuskan napas lega begitu melihat Keira berdiri di depan wastafel di lorong kelas XI.

Tanpa pikir panjang, Aaron langsung menghampiri gadis itu dan begitu jarak mereka sudah dekat, Aaron membawa Keira ke dalam pelukannya. Kedua tangan Aaron ia lingkarkan pada tubuh Keira yang membelakanginya. Gerakan Keira terhenti. Jantungnya seketika berdebar sangat kencang. Hatinya berdesir. Darahnya seolah mengalir lebih cepat ke seluruh bagian tubuhnya. Keira terkesiap. Aaron sukses membuatnya seakan linglung hingga tak tahu harus berbuat apa.

"Maafin gue, Ra," racau Aaron yang saat itu kepalanya dalam posisi di atas bahu Keira.

Keira terdiam sejenak. Cukup bingung dengan ucapan Aaron. "Maaf? Buat apa?"

"Semuanya," jawab Aaron cepat.

Keira lagi-lagi tak mengerti. "Lo bahkan nggak ngelakuin apa-apa yang menyakiti gue, kenapa lo minta maaf?"

"Setelah gue pikir-pikir selama beberapa hari ini, gue baru sadar kalau gue udah nyakitin lo. Seperti yang gue bilang tadi, gue udah merusak kebahagiaan lo dan Allen," tukas Aaron tanpa sedikitpun melepaskan pelukannya, bahkan ia semakin mengeratkan pelukannya seolah enggan Keira menjauh darinya.

Keira menggeleng. "Seperti yang juga gue bilang tadi, lo nggak nyakitin gue, Ron. Lo malah menyelamatkan gue dari rasa sakit yang berlebihan."

"Tetap aja gue menyakiti lo, Ra. Gue minta maaf," sesal Aaron dengan volume pelan.

Keira mencoba melepaskan tangan Aaron yang melingkari tubuhnya, tapi Aaron menolak dengan tetap bergeming pada posisi awalnya. Keira mendengus pelan, di satu sisi dia kesal, tapi di sisi lain ia juga merasa sedikit geli.

"Ron, dengerin gue––"

"Iya, gue dengerin lo, Ra," jawab Aaron cepat.
"Lo nggak perlu minta maaf atas semua rencana lo yang lo pikir menyakiti gue padahal kenyataannya enggak. Lo nggak melakukan kesalahan apapun, Ron. Jadi stop terus-terusan meminta maaf," celetuk Keira.

"Nggak bisa, Ra. Gue merasa kalau diri gue ini pantas disalahkan. Seandainya sejak awal gue berhasil nyegah lo jadian sama Allen, pasti kejadiannya nggak bakal kayak gini. Seandainya gue––"

"Aaron, stop!" Keira menghentakkan tubuhnya agar bisa terlepas dari pelukan Aaron, begitu berhasil, ia membalikkan badan dan kini keduanya saling beradu tatap.

"Ron, gue nggak suka lo yang kayak gini. Lo terlalu menyesali hal-hal yang gagal lo lakuin. Lo tahu kan kalau menyesal nggak akan merubah apa-apa. Jadi stop menyesali semuanya dan berhenti menyalahkan diri lo sendiri!" tegas Keira sembari menatap Aaron.
"Tapi, Ra––"

"Ron!" potong Keira cepat. "Gue nggak suka lo kayak gini. Lo menyalahkan diri lo sendiri meski kenyataannya lo sama sekali nggak melakukan kesalahan apapun. Apa yang lo lakuin dan berhubungan dengan gue, mungkin pada awalnya membuat gue sakit, tapi gue yakin, akhirnya apa yang lo lakuin, semua itu buat kebaikan gue."

"Jadi..."

"Jadi stop menyalahkan diri lo sendiri," tandas Keira disertai dengan senyuman manis di wajahnya.

Senyuman itu menular, terbukti kini bibir Aaron melengkung ke atas tanpa paksaan. "Makasih, Ra."

"You shouldn't said that. I should," jawab Keira.

"Balik ke lapangan yuk. Kita nikmatin lagi pentas seni hari ini," ajak Aaron.

Keira mengangguk setuju. Keduanya lalu berjalan beriringan menuju sekitaran panggung. Tempat duduk yang tersisa kini hanya kursi bagian belakang. Itupun tak banyak. Keduanya lalu memutuskan duduk di kursi bagian ujung kanan. Acara kali ini berupa hiburan dari ekstrakulikuler cheerleader. Penonton nampak menikmati hiburan yang disajikan dengan apik oleh anggota ekstrakulikuler tersebut.

KEIRORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang