KEIRORA ✨ 10

2.3K 165 2
                                    

Keira sedang memainkan ponselnya sembari menunggu Belda datang. Hari ini, dia datang lebih awal tanpa alasan yang jelas.

Enak juga dateng pagi. Sekolah masih sepi, belum ada siapa-siapa, batin Keira senang.

Keira memang jadi orang pertama yang datang di kelasnya. Bukannya takut, Keira malah merasa bebas. Entah kenapa suasana sekolah di pagi hari terasa sangat menyenangkan. Tidak ada keributan siswa-siswi, omelan guru, atau bahkan kericuhan siswa-siswi saat berebut tempat di kantin.

"Loh, Keira," tegur Allen yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu.

"Allen? Tumben berangkat awal?" tukas Keira.

Allen hanya tersenyum kecil dan tidak menjawab pertanyaan Keira.

"Udah dari tadi, Ra?" Allen balik bertanya.
"Ya... Lumayan," balas Keira.

Allen manggut-manggut, lalu ia berjalan dan menduduki bangku Belda. "Lukisan lo udah selesai, Ra?" tanya Allen lagi.

Keira mengangguk semangat. "Udah, Len. Semalem gue lembur buat ngerjain lukisan itu. Punya lo sendiri udah selesai?"

Allen menggeleng. "Belum gue warnai. Gue masih bingung sama beberapa detailnya," ucap Allen.

"Lo suka gambar juga ya, Len? Sejak kapan?" Keira kini menghadapkan badannya ke arah Allen. Merasa tertarik dengan percakapan ini karena ia merasa senang jika bertemu dengan orang yang punya hobi yang sama dengannya.

Allen terdiam sejenak, terlihat sedang berpikir. "Emm... Gue suka gambar sejak kecil sih, sejak gue SD. Cuma baru bener-bener gue tekunin saat gue SMP. Lo sendiri gimana, Ra?"

"Kok samaan!" pekik Keira sembari tersenyum lebar, "gue suka banget gambar dari kecil. Tapi dulu cuma gambar asal-asalan aja sih, buat penyalur rasa bosen. Sampai akhirnya di SMP ada ekstrakulikuler lukis, gue langsung ikut tuh ekskul dan mulai gue tekunin sampai sekarang," cerita Keira.

"Kalau SMP gue nggak ada ekskul lukis, tapi gue sempet ikut semacam les gitu di deket rumah gue. Ya lumayan lah, bisa sedikit-sedikit nambah keterampilan gambar gue." Kini giliran Allen yang berbicara.

"Deket rumah lo? Sebelah mana, Len? Sampai sekarang lo masih ikutan?" Keira nampak semakin kepo.

"Iya, Ra. Tempat lesnya di deket warung hijau belakang rumah gue. Engg... Semenjak kelas sembilan, gue udah jarang banget ikut latihan lagi, yahh you know lah kelas sembilan selalu disibukkan sama latihan-latihan soal." Allen mengusap ujung rambutnya.

"Iya juga sih. Tapi, sampai sekarang masih sering ada pelatihan gambar kan?" tanya Keira lagi.

"Gue juga kurang tahu, Ra. Tapi kayaknya sih masih ada. Lo tertarik buat ikut?"

Keira mengangguk mantap. "Gue pengen banget, Len!"

Allen tersenyum, entah kenapa gemas rasanya melihat Keira yang sangat bersemangat seperti saat ini. "Yaudah ntar gue tanyain ke sana. Kalau masih ada, lo mau ikut?"

"Mau!" jawab Keira menggebu-gebu.

Allen terkekeh, tanpa sadar tangannya bergerak memegang kepala Keira dan mengacak rambutnya perlahan. Tanpa keduanya sadari pula, sejak tadi ada orang yang memperhatikan mereka dengan penuh ketidaksukaan.

Bel tanda pelajaran dimulai berbunyi. Keira merasa sangat kesepian karena Belda tak masuk sekolah hari ini. Baru saja ia mendapat pesan dari Belda yang menyatakan dirinya absen karena harus menunggui tantenya yang dirawat di rumah sakit. Mendesah pelan, Keira segera bangkit dari kursinya dan menyusul teman-temannya yang sudah berjalan menuju lapangan.

Ya, pelajaran pertama hari ini adalah olahraga. Pak Diko selaku guru olahraga sedang ada urusan sebentar sehingga beliau memerintahkan Beni untuk memimpin teman-temannya melakukan pemanasan.

"Ayo temen-temen langsung baris!" perintah Beni tegas.

Keira mengikuti teman-temannya yang sudah mulai membentuk barisan banjar. Dilihatnya Aaron di ujung lapangan yang masih bersantai-santai sambil memegang satu cup minuman entah apa.

"Ron! Baris juga dong!" tegur Beni melihat Aaron yang bermalas-malasan.

Aaron berdecih. Masih dengan membawa minumannya dia berjalan gontai menghampiri teman-temannya yang lain. Tiba-tiba...

Gubrak!

Aaron terjatuh tepat di hadapan Keira. Minumannya sukses membasahi hampir sebagian lengan seragam olahraga Keira.

"Astaga, Aaron!" pekik Keira.

Aaron segera bangkit dari posisinya. "Sorry," ucapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Lo sengaja ya!" kesal Keira. Sekarang ia sedang sibuk mengelus-elus lengan bajunya yang basah.

"Nggak," singkat Aaron.

"Duh, basah banget lagi," keluh Keira, "gimana nih, Ron?!"

Aaron hanya mengendikkan bahu tak peduli lalu segera menyesuaikan barisan.

"Aaron lo tanggung jawab donk!" desis Keira.

Yang diajak berbicara diam saja. Tidak merespon apapun.

"Ra!" panggil Allen dari arah bersebrangan.

"Kenapa?!" ketus Keira terbawa emosi karena masalah tadi.

"Ikut gue yuk," ajak Allen sembari tersenyum kecil.

Keira mengerutkan kening bingung. "Kemana, Len?"

Allen nampak menyembunyikan sesuatu. "Udah ayok ikut aja."

Melihat Keira yang tak kunjung beranjak dari tempatnya, Allen berjalan menghampiri Keira lalu memegang lengan Keira lembut. "Ayo," ulangnya lagi.

Keira gugup setengah mati. Dia merasa heran sekaligus bingung kenapa dirinya bisa setegang ini hanya karena sentuhan kecil dari Allen.

"Oh, okay," jawab Keira pasrah.

Allen mulai berjalan menyusuri koridor kelas XI, langkah kaki jenjangnya membuatnya dapat melangkah lebar-lebar. Sementara di belakangnya, Keira kesusahan mengikuti langkah Allen.

"Mau kemana sih, Len?" tanya Keira.

Allen menoleh. "Udah ikur aja, Ra."

Langkah kaki keduanya membawa mereka sampai di depan lorong toilet.

"Allen lo mau ngapain aja gue ke sini," tanya Keira takut-takut karena suasana di situ benar-benar sepi.

Tak menjawab, Allen malah melepas kaus olahraganya dan hanya menyisakan kaos putih polos yang masih melekat di tubuhnya.
"Allen!" pekik Keira.

Allen terkekeh. "Nih pakai," titahnya.

Keira melongo. Bingung hendak menjawab apa, dia masih saja terdiam.

"Pakai, Ra," ulang Allen sembari menyodorkan seragamnya.

"Ta-tapi, Len..."

Allen tersenyum lebar. "Udah, pakai aja. Gue lagi males olahraga," tukas Allen.

Keira menggeleng lemah.

"Ra, gue tahu lo selalu semangat saat olahraga, bahkan ketika lengan kiri lo luka, lo tetep mau ikut olahraga. Jadi sekarang mending lo pakai ini, ya," pinta Allen lembut. Salah satu tangannya memegang tangan Keira agar menerima seragamnya.

Kini, seragam Allen sudah berada di tangan Keira. Tanpa mengucapkan apa-apa, Allen beranjak pergi dari tempatnya dengan sedikit berlari.

"Allen!" panggil Keira.

Allen menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Makasih, ya," ucap Keira dengan tersenyum.
Allen menganggukkan kepala. "Sama-sama."

KEIRORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang