Warn : 18+
.
.
.
Ketika makan malam sedang berlangsung, Brian yang paling tidak tenang. Sambil mengunyah, ia akan sering melempar pandangannya ke ayahnya dan lalu ke Rangga. Semakin Brian memikirnya, semakin ia tak mengerti. Masalahnya, selama ini tak ada satupun orang yang bisa lolos dari ayahnya. Biasanya, kalau ada temannya yang ingin bertamu, ayahnya akan menanyainya terus menerus. Introgasi, itu yang meresa sebut.
Brian derdehem, begitu ia menelan makanan di mulutnya. Ia menatap ayahnya. "Pa.. gak biasanya Papa bakal biarin temen Brian masuk, apalagi ngajak makan malam."
Lelaki yang disebut Brian sebagai ayahnya itu menoleh untuk sesaat. "Karena teman-temanmu yang kemarin-kemarin itu gak terlihat seperti manusia," ucapnya, menanggapi apa yang dikatakan anak semata wayangnya. "Mereka itu teman-teman bolosmu, kan?"
Brian menatap, mulut sedikit menganga, alisnya bertaut. Ia hanya tak percaya. Ayahnya menyebut teman-temannya tak terlihat seperti manusia? Jadi ayahnya pikir kalau Rangga ini terlihat seperti manusia? Si Iblis satu itu? Ayahnya pasti sedang bercanda.
Ketika Brian menoleh ke arah Rangga, Rangga seakan tak mendengar apapun. Tapi Brian tau, kalau sekarang Rangga pasti sedang merasa di atas angin sambil menertawainya. Brian mendengus, tapi lebih memilih untuk melanjutkan makan malamnya saja.
Setelah selesai makan malam, Brian langsung pergi ke kamarnya lagi, tak mau repot-repot untuk mengajak Rangga. Rangga manfaatkan ketiadaan Brian ini untuk mengambil sedikit perhatian dari ayahnya Brian. "Pak, saya mau minta izin buat menginap di sini, boleh tidak? Besok kan libur sekolah," Rangga berkata, menatap lelaki itu dengan cukup serius.
"Kamu sudah bilang sama orang tua kamu?" tanya lelaki itu. "Soalnya jangan kayak Brian. Tidur di rumah temennya gak bilang-bilang. Bikin emosi saja," lanjutnya.
Rangga tersenyum kecil. Perkataan ayahnya Brian itu juga menyinggung hari dimana Rangga memaksa Brian untuk tidur di apartemennya ketika Brian habis dihajar oleh Gio dan teman-temannya.
"Saya tinggal sendiri. Ayah saya tidak tinggal di sini," jawab Rangga.
Lelaki yang duduk tidak jauh dari Rangga itu sedikit menautkan alis ketika mendengar ucapan Rangga. Tapi ia kemudian cepat mengangguk singkat.
Setelah mendapatkan izin untuk menginap, Rangga berjalan menuju kamar Brian dengan mood yang sangat bagus. Ia sudah berniat untuk membuat si rambut merah itu mendesah di bawahnya sepanjang malam ini. Ya, dia sudah merencanakan hal ini dari kemarin, sih. Rencana yang berjalan mulus.
Jari-jarinya memutar gagang pintu. Sekali, lalu dua kali. Ah, terkunci! Rangga mencoba mengetuk, tak ada respon apapun. Memutar gagang pintu lagi, dan ia tetap tak bisa membukanya. Rangga mendengus, mencoba untuk tidak termakan kekesalan. Berani sekali Brian menguncinya lagi seperti ini. Ah, si Kutil Merah itu pasti akan mendapatkan hukuman serius darinya.
Rangga menyeringai jahat, lalu melangkah menjauh.
Menahan napas cukup lama, Brian yang sedang menempelkan satu telinganya di permukaan pintu secara diam-diam, kemudian terkikik. Ia berhasil membuat Rangga menyerah! Rangga akhirnya Pergi! Merasa nyawanya terselamatkan, ia pun melangkah girang menuju ranjangnya dengan senyum sumringah. Ah, sudah lama ia tak merasa sesenang ini, sampai-sampai ia lupa untuk menjaga image-nya.
Brian menjatuhkan bokongnya di ujung ranjang, membuat tubuhnya terpantul kecil untuk beberapa saat. Ia mengambil handphone-nya, menatap layar yang menunjukkan waktu sekarang. Sudah nyaris jam 9. Ia tersenyum miring. Heh, ini memang sudah waktunya untuk Rangga pulang ke apartemennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLEMAKER ; Rangga Argian [END] [E-Book] [BUKU FISIK]
Teen Fiction[18+] Rangga Argian kini harus berpura-pura menjadi anak alim di sekolah barunya, setelah ia dengan sengaja membuat seseorang kehilangan nyawanya dalam sebuah tawuran antar sekolah. Brian Azriel, preman yang paling ditakuti di sekolah barunya itu ki...