Si Bejad

48.7K 3.4K 245
                                    

♡♡♡♡♡

Begitu Rangga sampai ke depan pintu rumah Iyok, ternyata banyak kepala-kepala hitam yang juga bertamu.

"Rangga! Gue nunggu lo dari tadi!" Iyok, dengan wajah sumringah, menarik lengan Rangga masuk ke dalam rumah. Rangga menatap empat orang lainnya yang sedang asik nonton TV. Mereka adalah teman-teman sekelasnya.

"Yo, Rangga!" salah satu dari mereka mengangkat telapak tangannya untuk dibalas oleh Rangga.

Rangga mengambil tempat duduk di sofa yang kosong. Di atas meja, Iyok sudah menyuguhkan minuman dingin dan beberapa snack. Karena haus, Rangga langsung mengambil minuman dinginnya.

"Ke sini, lo jalan kaki?" tanya Iyok, sambil melahap kripik kentang.

Rangga berdehem, mengiakan.

Iyok menatap sebentar, lalu menganggukkan kepala. "Hooo.. Pantesan keringetan. Nih, tisyu," Iyok menarik beberapa lembar tisyu dan memberikannya ke Rangga.

"Oh, makasih." ucap Rangga, yang bahkan tak sadar kalau sudah berkeringat.

Di rumah Iyok, mereka hanya bersantai, menikmati waktu bersama. Karena orang tua Iyok sedang keluar, mereka bisa lebih bebas dan leluasa tertawa terbahak. Terkadang mereka saling mengejek, menjelekkan satu-sama lain.

"Eh, besok kan libur. Kita main futsal, gimana?"

Terkadang juga bercerita, membuat planning untuk hari yang akan datang. Rangga yang paling sunyi di antara mereka. Walaupun sesekali merespon omongan mereka, pikirannya sebenarnya ada di tempat lain.

Rangga penasaran dengan apa yang terjadi pada Brian. Bagaimana si rambut merah itu sampai bisa babak belur sendirian di sana? Anak-anak ayamnya kemana? Kenapa hidupnya kayak miris sekali?

Waktu Rangga melihatnya, Rangga tak mau repot-repot mendekatinya untuk bertanya. Rangga meninggalkannya sendirian di sana. Tanpa belas kasihan.

Rangga mendengus. Hn, anak itu memang pantas dan sewajarnya ditinggalkan.

Tess.. tess.. Tetesan-tetesan hujan turun dari langit, menandakan gerimis. Ketika indra pendengarannya menangkap suara itu, kunyahan kripik kentang Rangga terhenti. Perasaan tak nyaman mengganggu dirinya dengan hebat.

Rangga menatap ke luar jendela. Benar! Gerimis. Dan sekarang mulai lebat.

"Yok, pinjem payung!" seru Rangga.

Iyok menoleh. "Loh, kenapa? Udah mau pulang?"

"Gue mau pulang," jawab Rangga, cepat. "...Payungnya mana?"

"Oh, ia, ia! Tunggu bentar!"

Iyok pun pergi mencari payung dalam lemari. Begitu mendapatkannya, ia langsung memberikannya pada Rangga.

"Thanks, nanti gue balikin ke rumah lo," ucap Rangga sebelum pergi keluar dari rumah Iyok dengan tergesa-gesa. Ia bahkan tak ingin repot-repot mendengar perkataan terakhir Iyok di ambang pintu.

Rangga berlari. Gerimis berangsur-angsur berganti menjadi hujan deras. Saat itu terjadi, Rangga sudah berdiri menjulang di samping tubuh Brian. Rangga membagi payung yang ia pinjam dari Iyok, agar tetesan hujan tak lagi mengenai Brian. Brian tak bergerak dari tempatnya sejak terakhir kali Rangga lihat.

Apa anak ini sudah mati?

Rangga menendang pelan kaki Brian. "Hei!"

Brian tak menjawab.

"Hei, bangun!" Rangga sekarang menendang kaki bagian lain. Namun hasilnya sama saja. Brian tak menjawab. Yang ada malah tubuh anak itu makin merosot.

Melihat sekeliling sebentar, Rangga mendecih kasar.

TROUBLEMAKER ; Rangga Argian [END] [E-Book] [BUKU FISIK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang