Menatap langit-langit kamarnya, Brian tak lagi ingin bergerak dari posisinya sejak ia terbangun. Masalahnya, ia sudah berada dalam posisi wenak, tak mau lagi berpindah ke yang lain. Dia sudah tobat, karena ketika ia mencoba bergerak, bagian bawah tubuhnya seketika akan ngilu, sakit, lalu merembet ke tulang punggung. Ah, sial!
Salahkan Rangga!
Rangga adalah penyebab semua kesakitan ini. Daripada menyebut yang tadi malam itu sebagai 'bercinta', akan lebih pas jika dikatakan sebagai 'penyiksaan'. Ketika mereka selesai, Brian bahkan sudah tak mau bersusah payah melihat jam berapa waktu itu.
Brian begitu lelah. Pantatnya juga lelah. Dan ketika Rangga keluar dari kamar mandi dan mengatakan sesuatu yang menjijikkan seperti...
"Ah, Sayang sudah bangun?"
Melirik, Brian lalu mengacungkan jari tengahnya.
Rangga tersenyum kecil. Rangga telah berpakaian kembali. Ia memakai pakaian yang tadi malam. Begitu mengingat kalau pemuda yang masih setia di atas tempat tidur itu masih polos (telanjang), Rangga lalu mengingatkan, "Mandi dulu sana. Nanti kalau ayah lo atau bibi masuk ke mari, kita bisa dalam masalah."
Brian menggeram marah, seperti kucing yang baru saja bertemu anjing. Ia tak habis pikir. Kemana pikiran Rangga?! Rangga kira beranjak dari posisinya dan pergi mandi itu gampang?! Sejujurnya Brian juga sangat ingin membersihkan tubuhnya. Bagian bawahnya terasa lengket-lengket gimana gitu.. sama sekali tak nyaman!
"Papa gue sama bibi gak pernah masuk ke sini."
"Kenapa?" Rangga bukan kepo. Ia hanya bertanya tanpa ada rasa penasaran.
"...Gue larang?"
Satu alis si pemuda tinggi terangkat sedikit. Bertanya-tanya sebentar tentang nada tanya yang Brian berikan sebagai jawaban, Rangga akhirnya hanya mengangguk singkat tanpa terlalu peduli.
Rangga melangkah menuju jendela. Ia mendorong jendela itu terbuka, lalu udara sejuk dari luar menerpa wajahnya dan masuk memenuhi pori-pori. Rangga menarik napas lalu mendesah. Cuaca pagi ini lumayan bagus.
Rangga menoleh ke arah tempat tidur. Ia menyuarakan keinginannya, "Brian, ayo kita jalan-jalan," dan membuat Brian durhaka.
"JALAN-JALAN AJA KE NERAKA!"
.
.
.
Rangga Argian, pemuda dengan postur tubuh yang menggoda iman, selalu saja menjadi perhatian lawan maupun sesama jenis. Ia tak berbuat apapun dengan pandangannya, namun sudah ada beberapa gadis yang tersandung di depannya. Oh, ini sudah biasa terjadi. Jadi Rangga tak perlu mempedulikannya. Hanya ada satu yang harus ia pedulikan ; cowok dengan alis yang selalu menukik dengan rambut acak-acakan yang dicat merah yang berjalan di sampingnya. Brian namanya. Kalian tentu sudah mengenalnya.
Brian mendelik. "Rangga... kita udah jalan dari tadi. Lo gak tau gimana sakitnya pantat gue, kan?"
Rangga menatap sebentar, lalu tangan nakalnya mulai menjahil. Plak, ia menampar pantat yang nyaris rata untuk mendapatkan jeritan dari si empunya, dan juga tendangan di betisnya.
Mata yang mendelik marah bercampur dengan sedikit air mata yang menahan perih, Brian ungkapkan. Ia diam di posisinya sehabis Rangga memukul tempat yang kini paling sensitif dari kontak fisik jenis apapun. Ia sudah mentok pada batas kesabaran. Tadi pagi ia sudah dipaksa Rangga untuk pergi ke luar. Brian mengiayan, lalu sekarang? Ia malah dianiaya seperti ini?!
Brian membuang muka ke arah tong sampah yang sudah sedikit menjamur--sesuatu yang lebih baik dipandang ketimbang wajah menyebalkan Rangga, menurut Brian saat ini. Ia tak mau lagi melangkah lebih jauh daripada ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLEMAKER ; Rangga Argian [END] [E-Book] [BUKU FISIK]
Teen Fiction[18+] Rangga Argian kini harus berpura-pura menjadi anak alim di sekolah barunya, setelah ia dengan sengaja membuat seseorang kehilangan nyawanya dalam sebuah tawuran antar sekolah. Brian Azriel, preman yang paling ditakuti di sekolah barunya itu ki...