Si Pemikir

37.4K 2.9K 208
                                    


.

Ketika ia mencoba menutup matanya, adegan dewasa yang baru-baru ini ia lihat akan terputar otomatis. Ia lalu akan membuka matanya kembali dan menemui langit-langit kamarnya yang diterangi cahaya lampu. Sial! Isi kepalanya terlalu kejam padanya sampai-sampai tak mau membiarkan alam mimpi membawanya pergi.

Ck. Ini semua gara Rangga dan kakak kelas yang preman itu. Kejutan yang dibawa Rangga terlalu banyak dan berlebihan. Apa membunuh orang tidak cukup? Sekarang malah ciuman dengan laki-laki.

Iyok bergeser dan membuat posisi tidur menyamping. Ia mulai berpikir lagi.

Ternyata Rangga itu homo. Agak sulit dipercaya karena seingat Iyok, Rangga itu sudah punya pacar. Dan kalau tidak salah, pacar Rangga bukannya Venessa?

Isi kepala Iyok sekarang dipenuhi oleh pemikiran acak soal Rangga. Ia jadi tidak tenang sendiri. Gelisah dengan perasaan aneh. Lalu setelah semua hal yang ada di kepalanya mulai membuatnya gila, imajinasi Iyok mulai menghantuinya lagi. Ini bukan imajinasi seperti yang biasanya. Ini lebih liar dan membuat air liurnya mengumpul di tenggorokan. Ia membuat sebuah adegan panas antara Rangga dan kakak kelas itu. Adegan dimana mereka berdua saling mencumbu tanpa busana yang menutupi tubuh mereka dan dengan latar belakang yang membuat suhu badan makin memanas. Adegan itu mulai lebih mendalam, dimana keduanya saling memegang benda yang ada di antara paha dalam mereka. Dan...

...Iyok mulai ketakutan. Dia tidak percaya bagaimana ia bisa membayangkan sesuatu seperti itu. Cowok... dengan cowok... melakukan hal seperti itu? Bukankah itu sedikit menjijikan?

Tak sadar, Iyok sudah memasang wajah idiotnya yang ketakutan. Dia ketakutan... dengan pikirannya sendiri. Ketika dia mau berusaha untuk kembali, ia menampar pipinya sendiri. Setelah rasa sakit kecil ia rasakan, apa yang ada di hadapannya adalah sosok Gio yang tertidur tepat di sampingnya. Gio tertidur dengan posisi menghadap langit-langit kamar, sedangkan Iyok dengan posisi menyamping menghadap Gio. Ah, Iyok bahkan tidak sadar kalau posisinya sudah seperti ini sejak tadi.

Seperti ada tali yang menjeratnya, entah bagaimana tatapan Iyok hanya tertuju pada wajah tertidur Gio. Dari posisi ini, Iyok dapat melihat dari dekat dengan jelas bagaimana bulu mata hitam Gio menghiasi garis mata itu. Alis Gio sedikit tebal dan rapi. Iyok diam-diam mulai membandingkan alis Gio dengan alisnya yang sedikit berhamburan. Ah, Gio sangat beruntung.

Iris mata Iyok lalu bergerak menatap bagaimana tulang pelipis Gio terbentuk, dilihat dari samping. Dari pelipis, lalu tulang itu sedikit masuk ke dalam di area yang sejajar dengan mata yang selanjutnya tulang itu membuat lonjakan naik, membuat sebuah hidung yang mancung. Begitu sempurna. Tak sampai di situ, pandangan Iyok lalu menyapu bagian bibir merah muda pucatnya Gio. Bibir itu diam dibawah hembusan napas yang terkontrol. Bibir itu memiliki bentuk yang bagus. Tanpa sadar Iyok sudah mengusap-usap bibirnya sendiri.

Iyok tak bisa mengalihkan pandangannya. Pikirannya sekarang tertuju pada belah bibir milik Gio itu. Bibir itu secara cepat, menarik kembali puing-puing ingatannya soal ciuman panas antara Rangga dan Brian.

Tak bisa dihentikan.

Iyok tak bisa menghentikan otaknya dalam memikirkan sesuatu yang seharusnya tak boleh ia pikirkan. Wajah Rangga dan Brian yang sedang berciuman di dalam kepalanya tiba-tiba berubah menjadi dirinya sendiri dan Gio. Iyok membayangkan dirinya berciuman dengan Gio ; saling menempelkan bibir, memasukkan lidah, menghisap-

-Iyok membelalakkan pasang bola matanya. Wajahnya sudah merah, dan ia sangat malu. Kenapa dia sampai bisa berimajinasi seperti itu? Berimajinasi kalau dia sedang berciuman dengan Gio. Dia pasti sudah gila. Otaknya sekarang sedang dalam keadaan yang tidak baik. Iyok menggeleng. Dia tidak gila. Pasti ini hanya gara-gara terlalu memikirkan hal-hal melengceng.

Iyok dengan cepat membalikkan badannya, memunggungi Gio, lalu menutup matanya dengan serapat mungkin. Ia ingin segera mengformat isi kepalanya dan ingin segera terlelap.

Sepuluh menit berlalu, tapi rasanya sudah sejam lebih. Sangat susah untuk Iyok bisa tertidur, namun akhirnya ia berhasil juga. Dia sudah berharap dan berjuang keras untuk bisa masuk ke dalam alam mimpi agar ia terbebas dengan pikiran gilanya.

Namun sungguh ironis. Dia memang sudah tertidur. Namun bahkan tidurnya pun menghianatinya. Dalam tidurnya dia bermimpi berciuman panas dengan Gio. Dan tanpa bisa mengubah alur mimpi, di dalam sana ia mencium Gio seperti jalang.

Keesokan paginya, Iyok terbangun dengan bagian bawahnya yang basah. Yup, Iyok mimpi basah!

"Eh? Lo bisa mimpi basah juga, ya?" Gio menertawainya.

Iyok bodoh. Bodoh! Kenapa juga tadi dia harus keceplosan?! Iyok seketika itu memerah karena malu dan langsung berlari menuju kamar mandi. Sebelum menutup pintu kamar mandi, Iyok mendengar Gio mengodanya.

"Nanti ceritain soal mimpi lo, ya!"

"Ga mau!" Iyok berkata agak keras. Ia malu sekali. Malu sekali!

.

.

.

Iyok sudah berusaha keras supaya tidak salah tingkah ketika ia bertemu Rangga. Tapi tetap saja. Begitu ia tak sengaja bertatapan dengan Rangga, Iyok akan terbayang dengan kilas balik dan otomatis akan jadi kikuk.

"Pagi, Rangga!" Iyok mencoba bersikap biasa-biasa saja. Ia menyapa dengan semangat, lalu menepuk punggung Rangga.

"Hmm.. Pagi," balas Rangga.

Ah! Selanjutnya... apa yang biasanya akan ia lakukan setelah ini?

"Ada... PR?" Iyok bertanya, lalu dibalas oleh gelengan kecil. Kembali hening di antara mereka.

Kelas pagi ini masih lumayan sepi karena yang lain belum datang. Hanya ada dua orang yang duduk di belakang sambil mendengar lagu dari headseat dan beberapa cewek yang mengobrol serius di bagian depan. Arfa belum datang, jadi Iyok tidak punya teman buat heboh-hebohan.

Iyok merenung sejenak. Sampai sekarang isi kepalanya selalu diganggu oleh Rangga. Ia bigung, lalu jadi penasaran. Ah! Apakah ia sebaiknya bertanya saja? Siapa tau kejadian yang kemarin sempat ia lihat lihat itu hanyalah kecelakaan kecil?

Berdehem, Iyok kemudian memutar sedikit kepalanya. Ia melihat Rangga sedang bermain dengan handphone-nya. "Rangga..." Iyok memanggil pelan.

"Kenapa?" suara Rangga datar dan berat. Ia lalu berusaha fokus lagi dengan layar yang menampilkan percakapan teks antara dua orang. Rangga sedang chattingan sama Brian.

Iyok mendekat sedikit ke telinga Rangga, lalu berbisik, "Lo masih jadian sama cewek lo? Err.. Venessa?"

Rangga terdiam sesaat, menautkan alisnya sedikit. "Kenapa emangnya?"

"Y-ya gak papa. Cuman kepo, soalnya akhir-akhir ini gue jarang liat lo sama dia, hehe." Iyok mulai berkeringat dingin.

"Udah putus."

Iyok tertegun. "Udah putus?" suara Iyok begitu pelan, seperti hanya berbisik untuk dirinya sendiri. Kalau Rangga menjawab begitu, kemungkinan yang dari awal ia takutkan akan semakin besar. Rangga dan ceweknya sudah putus. Lalu kemarin Iyok mendapati rangga berciuman dengan Brian. Iyok jadi gugup. Dia bingung. Apakah ia harus bertanya juga soal Brian? Tapi Iyok belum siap. Ia belum tau harus bereaksi bagaimana jika Rangga nanti memberi jawaban.

"Pagi Iyok, Rangga!" tiba-tiba sosok Arfa muncul di depan mereka. "Main MeJiKuHiBiNiUm yuk!"

Arfa itu adalah laki-laki tulen. Sudah SMA. Dan sudah pernah nonton video anu. Tapi mainnya malah mainan anak SD.

"Hayok!" Iyok seketika berbinar.

Iyok juga sama saja dengan Afra.

Ah, mungkin pertanyaan soal Brian akan Iyok tanyakan di lain waktu saja. Kalau mau ditanyakan di dalam kelas seperti ini juga tidak enak. Mending main sama Arfa dulu.

.

.

Tbc

TROUBLEMAKER ; Rangga Argian [END] [E-Book] [BUKU FISIK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang