Baik Rangga maupun Brian, mereka sudah terbaring di atas ranjang. Hening. Mereka berdua hanya tetap menutup mulut mereka, membiarkan diri mereka bergulat dengan pikiran masing-masing.
Brian menyamping, membelakangi Rangga, tak membiarkan Rangga tau kalau sebenarnya matanya belum terpejam. Brian hanya sedang bingung dengan keadannya. Dia sudah mengatakan apa yang 'mungkin' sedang ia rasakan pada Rangga. Dan reaksi Rangga juga membuatnya makin merasa gila. Brian masih belum tau dengan maksud Rangga tadi ketika menyuruh untuk menciumnya. Arghh!! Brian sedang dalam masa-masa kritis.
Brian ingin bertanya. Tapi keadaan tadi tidak memungkinkan. Ia bisa saja bertanya sekarang. Tapi dirinya tak siap.
Sampai detik ini, Brian masih belum juga membiarkan dirinya tertidur. Rangga pun sama. Mengabaikan rasa kantuk sampai-sampai rasa kantuk itu bahkan menghilang begitu saja. Rangga berbaring menyamping, menghadap punggung Brian. Matanya menatap lurus, seakan ingin meraup tubuh yang ada di depannya.
Rangga juga tak ingin tertidur. Tidak. Itu bukan keinginannya, hanya saja pikirannya tak mengijinkan. Ini tentang Venessa. Rangga masih harus memikirkan bagaimana caranya untuk menjelaskan semua ini padanya. Dan juga... Rangga tau, Rangga sudah tak punya perasaan lagi pada Venessa.
Heh, Rangga memang brengsek. Setelah semua usaha Venessa untuk datang menemuinya, Rangga malah mengecewakannya. Itu sudah pasti. Jadi, Rangga akan membiarkan Venessa yang memutuskan hubungan mereka duluan.
Rangga mengembuskan napas gusar. Tidak. Dia tidak boleh banyak berpikir. Mungkin ini adalah jalan yang terbaik baginya dan Venessa.
Setelah lama menghening, suara gesekan dalam selimut mengantarkan sebuah lengan yang panjang dan kuat untuk melingkar di pinggang pemuda berambut merah.
Brian sedikit terkejut. Melirik lengan yang memeluk perutnya, ia sekarang merasa tak bisa bergerak. Apakah ia harus berpura-pura tertidur? Atau... apakah ia harus menyingkirkan tangan itu? Tidak. Brian belum tau kalau Rangga sudah tidur atau belum. Arghh!! Persetan! Pokoknya Brian harus bebas!
Brian bergerak. Seluruh tubuhnya ia tarik kedepan, menjauhi tubuh cowok di belakangnya. Brengsek!, batin Brian, ketika lengan itu malah menariknya lebih kuat sampai-sampai pungungnya menempel dengan tubuh Rangga. Brian tak mau melirik ke belakang, jadi ia makin berusaha untuk menarik tubuhnya menjauh. Ia bergulat dengan lengan yang kuat itu. Menarik, dan ditarik, sampai akhirnya Brian lolos, dan...
Brukk
Brian jatuh dari ranjangnya. Makian kecil lolos dari bibir ranum, seraya tangannya bergerak mengusap bokong yang sakit.
Rangga menyeringai geli, lalu berpura-pura tidur ketika Brian menoleh padanya.
Brian cemberut, mengasihani dirinya sendiri. Ia seperti anak kucing miskin yang baru saja dibodohi.
Dengan perasaan kesal yang bercampur malu, Brian pun merangkak kembali ke atas ranjang. Kini ia akan tidur di bagian paling pinggir ranjang, supaya tangan bodoh Rangga tak mengusiknya lagi.
Sebelum ia memejamkan mata, terakhir yang ia lihat adalah wajah Rangga yang sedang terlelap. Hal yang sama juga terjadi di pagi hari. Ketika ia membuka mata, hal pertama yang ia lihat adalah wajah Rangga. Namun...
Dalam jarak yang benar-benar dekat.
Setengah jiwa Brian masih terjebak di alam mimpi, jadi ia tak bisa mencerna apapun. Ia hanya menatap dengan mata yang terbuka setengah, mengerjab malas, lalu mulai dibuat tak nyaman dengan napas lain yang mencuri oksigennya.
Begitu semua jiwanya terkumpul, ia tersentak tiba-tiba, lalu mengambil jarak aman. Ini masih pagi, dan Brian sudah dibuat lelah dengan olahraga jantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLEMAKER ; Rangga Argian [END] [E-Book] [BUKU FISIK]
Ficção Adolescente[18+] Rangga Argian kini harus berpura-pura menjadi anak alim di sekolah barunya, setelah ia dengan sengaja membuat seseorang kehilangan nyawanya dalam sebuah tawuran antar sekolah. Brian Azriel, preman yang paling ditakuti di sekolah barunya itu ki...