Halo. Pugoka kembali setelah banyak yang meneror minta updetan :'v
ia, sekarang udah update ya, tapi porsinya sama kayak yang sebelum2nya //hyaa~ #kaboor
btw.. ini beneran pendek banget loh, chapter kali ini '-')/
..
"Lo yang waktu itu kan?!" iris Brian berkilat marah ketika kilas balik kejadian yang dulu tiba-tiba menaburi ingatannya. Ia ingat dengan jelas bagaimana orang itu membantingnya ke tanah dan membuat beberapa bekas luka di sikunya. Ya, Brian lebih ingat dengan kejadian itu--yang hanya sekali--daripada rumus trigonometri yang seharusnya sudah ia hafalkan dan dimengerti--mengingat UN sudah di depan mata.
Desir darah bergerak agresif. Brian menatap penuh dendam. Ia sudah siap. Sifat premannya selalu siap sedia dalam situasi seperti ini.
Gio tak merespon nada tinggi yang dikeluarkan Brian. Gio malah memandangnya seperti angin lalu. Itu membuat Brian makin panas.
Beberapa pejalan kaki lain memandangi mereka ketika lewat. Hal itu membuat Iyok merasa ingin bersembunyi di balik ketiak Gio. Tidak ada yang tau kalau kini keringat dinginnya bahkan sudah sampai ke selangkangan.
Brian adalah orang yang berpikiran pendek. Jadi ia sama sekali tak peduli tempat dan situasi. Ia mengambil gerakan maju, lengannya siap untuk melayangkan tinju. Tapi Rangga menghentikan gerakannya.
Brian menoleh, tatapan bengis dilemparkan ke Rangga. Tatapannya memiliki arti: kenapa lo halangin gue, hah?!
Rangga membalas dengan tatapan jangan-berkelahi-atau-lo-bakal-gue-hukum. "Brian, ingat kita ke sini buat apa, hmm?" ucap Rangga, pelan.
Brian tak terima diperlakukan seperti ini oleh Rangga. Untuk beberapa detik, ia terus mencoba melawan mata yang penuh aura mengintimidasi dari Rangga. Sayangnya ia tetap saja kalah. Brian mendengus kesal, lalu menurunkan tangannya.
Di titik ini, Iyok yang paling bernapas lega dan terbebas dari segala imajinasi acaknya yang agak 'berdarah-darah'. Tadi ia sudah hampir tak bisa bernapas saat Brian mulai terbawa emosi. Untung saja Rangga bisa menahannya. Sepertinya Rangga juga tak memperlihatkan tanda-tanda yang menakutkan. Jadi satu-satunya orang yang harus diantisipasi sekarang hanyalah Gio.
Kakunya lengan dari keinginan kuat Brian dirasakan oleh Rangga yang tengah menahan lengan itu. Brian itu ringan tangan dan asal-asalan. Rangga tidak mau ada perkelahian di waktu seperti ini. Ini adalah waktu untuk dirinya dan Brian. Mereka sedang kencan!
Untungnya, Brian kali ini bisa mendengarkannya untuk tidak memulai perkelahian--kecuali untuk tatapan sinis Brian yang terus tertuju kepada Gio. Anak ini....
Yah, Rangga harus bersabar. Agak susah kalau mau jalan-jalan dengan orang macam Brian.
Gio mendengus kecil, memandang rendah Rangga yang sok-sok-an menjadi pawang kemarahan lelaki berambut merah itu. Sejujurnya Gio ingin menghancurkan wajah sombong Rangga, tapu Gio juga tidak bodoh untuk repot-repot berkelahi di tempat seperti ini, apalagi dia akan melawan dua orang.
Iyok mulai bergerak keluar, menunjukkan diri dari belakang Gio. Dengan agak canggung, ia berdehem untuk mencairkan suasana. "Hehe.. Kebetulan ya kita ketemu di sini," ucapnya tak lupa dengan menambahkan cengiran-paksa.
Rangga tak menanggapi. Irisnya sudah terlanjur menangkap kedekatan Iyok dan Gio yang jelas. Rangga sedikit terkejut dengan bagaimana cara Iyok bisa dekat dengan Gio seperti itu. Tapi Rangga juga tidak ingin kepo dan bertanya-tanya, sih.
Usaha untuk mencairkan suasana dan cengirannya Iyok diabaikan. Iyok patah hati.
Brian mendecak. Dia sekarang kebelet. Kebelet cepat-cepat pergi dari sini dan berduaan lagi dengan Rangga. Eh?
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLEMAKER ; Rangga Argian [END] [E-Book] [BUKU FISIK]
Teen Fiction[18+] Rangga Argian kini harus berpura-pura menjadi anak alim di sekolah barunya, setelah ia dengan sengaja membuat seseorang kehilangan nyawanya dalam sebuah tawuran antar sekolah. Brian Azriel, preman yang paling ditakuti di sekolah barunya itu ki...