♡♡♡♡♡
"Hoshhh... hoshh.." Iyok sudah pucat. Juga kelelahan. Sudah lama ia tak berlari dengan begitu bersemangat (baca : ketakutan), sampai rasanya jantungnya ingin meletus.
Rangga, Brian, dan Iyok sudah jauh dari Gio dan kawanannya. Mereka sekarang berhenti di halte bus yang sudah tak terpakai.
Mereka bertiga sama-sama kelelahan. Brian yang keadannya paling tak mengenakkan karena habis dikeroyok, langsung mengambil tempat duduk dan sesekali meringis menahan sakit. Iyok yang ngos-ngosan, berusaha mencari napasnya kembali. Sedangkan Rangga, ia hanya memasang wajah menakutkan, seolah jika ada yang menyenggolnya sedikit saja maka orang itu akan mati seketika bahkan sebelum ia sempat berkedip.
Mereka bertiga sama-sama bungkam. Ketika Iyok menyadari suasananya begitu canggung, ia yang paling kikuk. "Rangga.." Iyok mencoba memanggil Rangga.
Rangga seolah tak mendengar. Wajahnya makin menakutkan dengan tatapan tajamnya itu. Iyok benar-benar tak tau situasi! Ia baru saja akan menanyai Rangga soal perkataan Gio yang tadi soal Rangga. Iyok nyaris saja akan menggali kuburnya sendiri.
Iyok pun berusaha mencari alasan. "Aih! Gue lupa, besok kan ada PR!" Iyok menepuk jidatnya. "Rangga, Kak Brian, gue pulang dulu, ya!" dengan kalimat itu, Iyok pun kabur. Kabur dari suasana canggung yang mengerikan itu, sebelum ia menyadari sesuatu. Sesuatu yang amat penting bagi hidupnya mendatang. "ASTAGA, TAS SEKOLAH GUE!!! YA AMPUN, GUE BOLOS SEKOLAH!!!"
Iyok menangis lebay sehabis meneriaki hidupnya yang begitu malang. Setelahnya, ia pun berusaha kembali lagi ke sekolah. Setidaknya masih ada satu jam lagi mata pelajaran yang bisa ia ikuti.
Di tempat lain, Rangga dan Brian masih terdiam. Tak ada yang terlihat mempunyai inisiatif untuk melakukan sesuatu, sampai Rangga melirik ke arah Brian. Rangga pun merasa kasihan dengan keadaan anak itu. Ia pun memanggil taxi yang kebetulan baru saja ingin lewat. "Brian, ayo masuk."
Brian membuka matanya, lalu menyerngit waspada. "Mau kemana?"
"Ngobatin luka lo."
Brian menatap tajam. "Ogah!" jawabnya, sedikit membentak. Brian tak mau dikasihani, apalagi oleh manusia seperti Rangga. Brian itu kuat, tak lemah. Jadi, wajarlah kalau Brian menolak. Ia marah! Tapi begitu ia terjebak dalam tatapan Rangga yang datar menusuk, ia seketika merasakan panas yang menjalar sampai ke wajahnya. Ia merasa sesak dan seperti terkurung dalam ruang yang sempit.
Brian teringat dengan suatu fakta. Fakta bahwa Rangga pernah mengambil nyawa seseorang. Brian masih tak percaya. Memang, Ia sudah tau kalau Rangga itu adalah seorang iblis. Tapi ia tak tau kalau ternyata Rangga itu se-iblis ini! Membunuh orang?! Seumur-umur, Brian tak pernah mengira akan bertemu dengan seorang kriminal seperti dia.
Brian tak mengerti bagaimana ia harus menanggapi situasi seperti ini . Apakah ia harus takut? Atau merasa kalah oleh tingkat kriminalnya Rangga?
Brian tak tahan lagi. Ia berpaling, lalu berdiri dari tempat duduknya. Ia ingin pulang sendirian. Namun tiba-tiba kepalanya berputar-putar ketika ia baru saja mengambil satu langkah. Ketika kedua lututnya tak mampu bertahan, ia ambruk. Bukan ambruk di permukaan bumi, melainkan ambruk dalam sebuah lengan sebelum ia benar-benar kehilangan kesadarannya.
Rangga mendengus. "Dasar idiot," ucapnya pelan, pada seseorang yang baru saja pingsan di lengannya. Rangga menggeleng prihatin atas keidiotan Brian yang masih bertahan dengan kegengsian walaupun dalam keadaan yang nyaris mau mati begitu.
Rangga terus mengatai Brian dalam hati. Namun Rangga juga tersenyum. Di lain sisi, ia menyukai sifat sok kuat milik Brian. Ia bahkan merindukannya, walaupun hanya dua hari tak bertemu!
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLEMAKER ; Rangga Argian [END] [E-Book] [BUKU FISIK]
Ficção Adolescente[18+] Rangga Argian kini harus berpura-pura menjadi anak alim di sekolah barunya, setelah ia dengan sengaja membuat seseorang kehilangan nyawanya dalam sebuah tawuran antar sekolah. Brian Azriel, preman yang paling ditakuti di sekolah barunya itu ki...