delapan

2.1K 121 4
                                    

"Jangan godain Chacha!" kata salah seorang dari ketiga pria tersebut yang ternyata adalah Davin.

Ucup yang mendengar ancaman itu hanya dapat menundukkan kepalanya. Bukan karena takut, tapi karena dia sadar diri bahwa dia sedang bekerja di lingkungan kampus, jika dia terlibat masalah, maka bisa jadi dia akan dikeluarkan dari proyek ini. Jika dikeluarkan, sama saja dia dengan tidak memberi makan keluarganya selama beberapa waktu hingga dia mendapatkan pekerjaan yang baru.

Sedang Conan, dia hanya memiringkan wajahnya sambil tersenyum simpul. Dia cukup paham bagaimana kehidupan anak muda karena dirinya pun belum terlalu tua, hanya berusia sekitar tiga puluh empat tahun. Sebuah usia yang bisa dikatakan tidak lagi muda tapi bukan berarti dia tua.

Conan tetap diam dan memilih untuk melangkahkan kakinya meninggalkan Davin dan teman-temannya. Tapi ternyata itu tidak semudah bayangan Conan. Tepat saat akan melewati Davin, dia menarik tangan Conan cukup kuat hingga membuatnya harus kembali ke tempat semula.

"Apa maumu?" tanya Conan tanpa perasaan gentar sedikitpun.

"Jangan sekali-kali menggoda Chacha!" kata Davin dengan suara tinggi.

"Kalau tidak tau letak masalahnya jangan asal marah dan ngancam orang!" kata Conan sambil memutar balik badannya dan di ikuti Ucup, meninggalkan Davin serta teman-temannya yang masih saja berlagak sok berkuasa di kampus.

Davin masih menatap kepergian Conan dengan amarah yang ditahan. Selama perjuangannya untuk mendapatkan cinta Chacha tiga tahun terakhir ini, memang tak ada yang berani mendekati Chacha mengingat tidak ada yang mau berurusan dengan Davin karena dia adalah ketua Senat dan juga anak dari orang berpengaruh di kampus. Selain itu, siapa yang berurusan dengan Davin soal Chacha, maka sudah dapat dipastikan akan mendapatkan bogem mentah dari Davin.

Setelah tubuh Conan dan Ucup menghilang di belokan koridor kampus, Davin dan teman-temannya pun beranjak dari tempat itu. Mereka melangkahkan kaki menyusuri halaman kampus yang di terangi oleh panas Sang mentari yang begitu terik.

"Gue mau ke kantin, loe berdua mau ikut gak?" tanya Niko.

"Gue ikut, tapi loe yang traktir gue," kata Adri sambil nyengir kuda.

"Halah loe mah mintanya traktiran mulu, loe ikut gak, Vin?" tanya Niko pada Davin.

"Gak, gue mau mastiin kalo para kuli itu gak godain Chacha!" kata Davin sambil melangkahkan kaki memisahkan diri dari teman-temannya.

Davin terus melangkahkan kakinya menyusuri koridor kampus yang ramai dengan para mahasiswa. Mata tajamnya terus melihat ke sana-ke mari mencari sosok gadis yang selalu membuat tidurnya tak nyenyak dan nafsu makannya hilang. Tapi semakin dia mencari maka semakin dia sulit untuk menemukan gadis itu.

Davin terus melangkahkan kakinya hingga rasanya dia telah mengitari seluruh kampus tapi gadis itu tak kunjungi juga dia temukan. Sesekali dia melihat ke arah jam yang melingkar di tangan kekarnya, kemudian mengambik buku dari dalam tasnya untuk melihat sesuatu yang dia catat dengan rapi.

"Dia baru ada kelas jam 12.30, sekarang masih jam 12.00, lalu di mana dia sekarang?" gumam Davin sambio terus mencari sosok perempuan yang begitu menawan hati.

"Loe liat Chacha gak, anak Manajemen?" tanya Davin saat seorang mahasiswa lewat di sampingnya.

"Tidak," jawabnya lalu beelalu dari hadapan Davin.

Davin kembali melangkahkan kakinya dan mengitari kampus lagi. Tapi lagi-lagi dia tak menemukan Chacha. Akhirnya dia menyerah dan melangkahkan kaki menuju kantin, di mana sahabat-sahabatnya tengah menikmati secangkir kopi atau semangkok bakso.

"Vin...," terdengar suara Niko yang begitu kencang sambil melambaikan tangannya ke arah Davin.

Davin pun segera melangkahkan kaki menuju sahabat-sahabatnya. Begitu dia melemparkan pantatnya untuk duduk di samping Adri, dia segera mengambil minuman milik Adri dan meneguk habis isinya. Dua putaran mengitari kampus telah berhasil untuk menguras tenaga dan lemak yang tidak seberapa di tubuhnya.

Niko dan Adri hanya dapat melihat perilaku Davin dengan seksama. Mereka tidak berkomentar walau hanya sepatah katapun. Bukan tidak mau tahu, tapi karena dari penampilan Davin saja mereka sudah tahu jika Davin gagal menemukan wanita pujaan hatinya.

"Gagal ya?" tanya Niko setelah Davin berhasil mengatur napasnya dengan baik.

"Ya, tau tuh si Chacha ngilang ke mana lagi. Mending kalau dia gak di gangguin kuli-kuli itu lagi, kalau di gangguin gimana? Kuli kan suka aneh-aneh dan gak setara lah sama Chacha yang seorang mahasiswi, pintar lagi," kata Davin bagai kereta api yang terus saja mengoceh hingga membuat kedua sahabatnya hanya dapat melihat Davin tanpa memotong kata-kata dia.

Bagi mereka, Davin memang bisa berubah seratus delapan puluh derajat jika sudah berurusan dengan yang namanya Chacha. Davin yang biasanya cool, cuek, dan sedikit angkuh bisa berubah menjadi pribadi yang menyenangkan jika sudah berhubungan dengan gadis berkulit putih dan berambut panjang yang selalu menjadi mahasiswa kesayangan semua dosen.

"Ya lah loe gak bakalan nemuin si Chacha di mana-mana, orang dia lagi ngomong tu sama dosen killer kesayangn kita," kata Adri sambil menunjuk ke arah dua orang mahasiswa yang sedang mengobrol dengan seorang dosen tidak jauh dari gedung rektorat.

"Ngapain dia bicara sama tua bangka kayak gitu?" tanya Davin yang penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh Chacha dengan Pak Broto.

"Loe nanya sama kita, ya mana kita taulah. Kalo loe mau tau, sana loe samperin kalo berani," kata Niko.

Niko memang sengaja menjawab seperti itu karena walaupun Davin anak orang yang berpengaruh di kampus, dia tidak akan berani menghadap Singa lapar macam Pak Broto meski dia sangat penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh dosen itu dengan wanita idamannya.

Davin terus memerhatikan ke arah Chacha dan Pak Broto. Mereka terlihat berbicara dengan begitu serius. Namun di balik keseriusannya sesekali mereka tertawa seolah ada hal lucu dalam pembicaraan mereka.

"Udah samperin daripada loe penasaran," kata Niko sambil melirik Davin yang masih saja tak dapat mengalihkan pandangannya dari Chacha.

"Loe nyuruh gue mati apa?" tanya Davin yang sesaat mengalihkan pandangannya dan menepuk pundak Niko hingga membuat Niko yang sedang minum tersedak.

Berulang kali Niko batuk karena adanya desakan air yang secara tiba-tiba ke tenggorokannya. Dengan sigap Adri segera memukul tengkuk Niko pelan, mencoba meringankan kesusahan yang di alami Niko.

"Gila, loe mau bunug gue apa?" tanya Niko saat sudah dapat mengatasi keadaannya.

Davin hanya mengangkat tangannya dan menunjukkan isyarat meminta maaf tanpa mengalihkan pandangannya dari Chacha. Dia sungguh penasaran dengan apa yang sedang Chacha bicarakan dengan Pak Broto hingga sepertinya sangat menikmati hal itu padahal banyak mahasiswa yang menghindari Pak Broto.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang