Tiga Puluh Tujuh

1.4K 126 3
                                    

Conan duduk termenung di bawah pohon pinus yang tumbuh menjulang tinggi di sekitar kampus. Saat ini ia sedang istirahat dan Chacha masih sibuk dengan beberapa hal sehingga ia memutuskan untuk duduk di tempat yang teduh dan sesikit tersembunyi--sama seperti saat ia belum bersama Chacha.

Conan memikirkan semua informasi yang diberikan orang kepercayaannya. Sesuatu yang bahkan tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia hanya memperkirakan jika selepas kuliah, kekasihnya itu akan bekeja, bukan kuliah di negeri orang.

"Mbak Chacha sudah mendaftar sejak sebulan lalu di Boston University. Selain itu, ia juga sudah mengurus semua visanya jauh sebelum bersama dengan Anda."

Suara orang keperayaannya masih terngiang di telinga Conan. Ia tidak percaya jika Chacha telah menyiapkan semuanya dari jauh-jauh hari dan dirinya tidak tahu apa-apa? Tapi bukan masalah itu yang Conan pikirkan saat ini, ia memikirkan bagaimana kehidupan gadisnya di USA nanti. Bagaimanapun, Conan tahu betul jika selama ini kekasihnya membiayai semuanya seorang diri. Dia memang anak orang kaya, tapi karena suatu permasalahan membuatnya keluar dari rumah.

"Bagaimana kamu hidup di sana, Cha? Di sana semuanya serba mahal, berbeda dengan di sini. Apa uang tabunganmu masih cukup untuk membiayai hidupmu selama dua sampai tiga tahun di sana?" gumam Conan.

"Co ...," kata seseorang dari belakang Conan sambil menepuk bahunya hingga membuat pria bertubuh tinggi itu terlonjak kaget.

"Eh, Cup, kukira siap," kata Conan sambil melemparkan seulas senyum yang sedikit terpksa, "ada apa?"

"Di cariin Chacha, katanya di telpon gak di angkat-angkat," kata Ucup sambil duduk di samping temannya itu.

"Chacha, telpon?" kata Conan sambil mengambil ponsel jadulnya dari dalam kantung celana. "Ya Tuhan ...."

"Sudah telpon sana dan temui sebelum marah!" kata Ucup.

"Aku duluan ya, Cup," kata Conan sambil menepuk punggung Ucup.

Jantung Conan berdegup dengan cukup kencang. Berbagai pikiran hinggap di otaknya karena tidak biasanya Chacha menelponnya sampai berulang kali. Sempat terpikir jika sesuatu terjadi padanya, tapi Baron tidak mengabari hal itu yang artinya kekasihnya baik-baik saja.

Conan tidak terlalu kesulitan mencari Chacha, ia cukup menelpon Baron dan langsung mendapat jawabannya. Dan gadisnya itu sedang berada di halte depan kampus sambil sesekali menatap ke arah gerbang, seolah sedang mencari seseorang.

"Hai ...," kata Conan sambil melemparkan seulas senyum, tapu sayang tidak di balas. "Ada apa?"

Chacha tidak merespon pertanyaan Conan, ia memilih memasang muka cemberut, ini sebagai hukuman karena Conan menghilang tanpa jejak sampai ia harus ke sana-kemari mencarinya. Tapi orang yang ia dicari malah memasang wajah tanpa dosa.

"Ada apa sih?" tanya Conan yang pura-pura tidak tahu jika kekasihnya mencarinya.

"Kamu nanya ada apa? Buka hp-mu dan lihat berapa kali aku menelponmu? Tanya Ucup juga gak tahu kamu ke mana!" kata Chacha yang begitu kesal pada pria berperawakan tinggi itu.

Conan mengambil ponselnya dan pura-pura tidak tahu jika Chacha memang sudah berulang kali menelponnya. Ia tahu betul jika gadisnya itu terkadang mudah kesal seandainya telat mendapat respon darinya. "Maaf, Sayang, tadi aku sedang ke belakang."

"Ke belakang masa Ucup gak tahu?"

"Maaf, tadi aku gak bilang sama dia."

"Terus hp-mu di taroh di mana sampai gak tahu aku telpon berulang kali?"

Huft ... Conan menarik napasnya dalam. Dia tahu betul jika Chacha sudah marah makan bicaranya agak sedikit tidak di jaga. Tapi ... sebagai pria yang mencintai gadisnya, Conan pun tahu bagaimana cara menghadapi gadisnya ini. "Ya sudah kalau kamu mau marah aku pergi."

"Lho, kok pergi?" tanya Chacha yang tidak rela jika Conan pergi dari sampingnya.

"Lah dari pada aku di sini kamunya malah marah-marah tambah cemberut gitu." Conan beranjak dari duduknya.

Chacha langsung menggenggam tanyan Conan dan menariknya untuk duduk kembali. Seperti sebuah drama ya? Tapi kehidupan itu sendiri kan memang drama sesungguhnya. "Iya deh iya gak marah lagi."

Conan tersenyum dengan penuh kemenangan. Gadisnya ini memang begitu mudah marah meski bukan pemarah, tapia amarahnya itu bisa hilang dengan begitu cepat. Dan hal itu bukanlah satu masalah bagi Conan, karena ia mencintai Khansa apa adany diri gadis itu lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya.

"Ya sudah, ada apa tadi kamu mencariku?" tanya Conan setelah sebuah senyuman terukir di wajah cantik sang kekasih.

"Semalam aku mendapat e-mail soal rencanaku melanjutkan kuliah." Chacha berbicara dengan begitu perlahan seolah takut jika hal yang akan ia sampaikan menggores hati pria yang begitu dicintainya.

"Lalu?" tanya Conan yang berusaha membuat mimik seolah-olah tidak tahu apa-apa.

"Aku akan melanjutkan kuliahku di Boston," kata Chacha dengan suara yang begitu lirih. Mendengar kejujuran kekasihnya, Conan hanya dapat terdiam tanpa kata. Bukan ia marah atau tidak setuju dengan hal itu, hanya saja iaa bingung harus menunjukkan perasaannya bagaimana? Terlebih dia takut jika menunjukkan rasa senangnya maka Chacha akan curiga terhadap dirinya. "Kamu gak setuju ya kalau aku lanjutin kuliah di luar?"

"Tidak, Sayang, aku sangat setuju dengan hal itu ...." Conan berhenti sejenak untuk memilih kata-kata yang pas.

"Lalu kenapa kamu hanya diam?" tanya Chacha dengan sedikit rasa sedih yang menghampirinya.

"Aku ... aku hanya takut kamu berubah, Cha," kata Conan dengan suara sedikit berat dan mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu teejadi.

"Aku janji, aku tidak akan berubah dan akan kembali untukmu. Ini tak lama, hanya dua sampai tiga tahun saja," kata Chacha menjelaskan.

Conan terdiam selama beberapa saat. Ia tahu jika kekasihnya adalah perempuan yang setia dan selalu memegang teguh janjinya. Tapi hatinya sedikit berat melapas kepergian Chacha ke negeri asing yang di sana ia akan sendirian tanpa sanak saudara. Namun di sisi lain, ini adalah kesempatan yang bagus dan tidak akan datang dua kali.

"Kamu gak setuju ya?" tanya Chacha sambil menatap Conan.

"Tidak, Sayang, aku setuju dengan keinginanmu. Aku hanya berpikir nanti bagaimana kehidupanmu di sana sedang kamu sendirian?" kata Conan sambil membelai rambut Chacha.

"Jika maksudmu soal finansial, aku masih ada tabungan dan nanti bisa bekerja paruh waktu di sana. Ada beberapa perusahaan yang sepertinya membuka kesempatan itu," kata Chacha dengan senyuman penuh kebahagiaan.

"Baiklah, nanti aku akan mencoba membantu keuanganmu dari sini," kata Conan.

"Tidak usah, kamu kan ...," kata Chacha namun belum selesai ia berbicara, Conan sudah memotongnya.

"Tidak ada tapi-tapian, Sayang, aku sudah melamar di beberapa perusahaan meski hanya menjadi cleaning service, dan semoga segera mendapat kabar baik."

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang