Conan menatap gadis yang telah menolong Ucup. Wajah cantik yang biasanya terlihat judes kini berubah merah menahan amarah yang sebentar lagi pasti akan meledak seandainya dia tidak sadar di mana dirinya berada sekarang.
"Kenapa?" tanya Conan sedikit basa-basi dan berusaha mengorek apa yang sesungguhnya terjadi pada gadis itu.
Conan memang mendengar sedikit percakapan Chacha dengan orang tuanya. Dan jika dia boleh menarik kesimpulan, pembicara antara keduanya berisi mengenai penolakan Chacha atas perjodohan diriny dengan Alex Atmaja--putra rekan bisnis Bapak Wiradinata yang
Chacha tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Conan. Dia hanya menatap tajam ke arah pria yang sedang duduk di samping Ucup hingga tatapan mereja bertemu di satu titik. Sesaat kemudian Chacha membuang muka dan menghindari tatapan Conan, dia sedang tidak si usik oleh siapapun, bahkan oleh Conan.
"Ada masalah?" tanya Conan lagi karena pertanyaannya tidak kunjung mendapat jawaban.
Conan memang bukan orang yang suka ikut campur urusan orang. Tapi entah kenapa ada satu sisi di dalam dirinya yang membuat dia peduli pada Chacha dan ingin membantu gadis berambut panjang itu. Sesuatu yang sangat jarang dia lakukan tapi kini dilakukannya pada seorang gadis yang bahkan baru dikenalnya selama beberapa hari.
Chacha kembali mengacuhkan pertanyaan Conan. Dia memilih untuk membuka ponsel pintarnya dan mencari beberapa informasi mengenai rencana masa depanny. Chacha menyadari betul jika keadaannya saat ini tidaklah baik dan pasti akan membuat rencana yang telah dia susun dengn begitu rapi menjadi berantakan, dan tentu saja Chacha tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. Bagaimanpun keadaannya, dia harus menjalankan rencananya itu.
Merasa di acuhkan akhirnya Conan mengalihkan perhatiannya ke arah awan yang berarak beriringan di tiup angin. Mata Elangnya menatap pada gumpalan awan-awan yang perlahan mulai menghitam tapi tidak menandakan jika huja akan turun membasahi bumi. Awan-awan itu hanya menjadi sebuah pertanda jika malam akan segera tiba.
"Masuk!" kata Conan yang tiba-tiba mendengar sebuah ketukan pada pintu yang tertutup rapat.
"Maaf Mas, Mbak, dokter ingin bertemu," kata Suster yang baru saja masuk ke dalam kamar rawat inap Ucup.
Chacha yang mendengar hal itu langsung mengangkat kepalanya dan melihat ke arah suster. Dia merasa sedikit aneh dengan hal itu karena beberapa waktu lalu dokter mengatakan jika keadaan Ucup baik-baik saja dan tidak ada luka yang serius. Tapi kenapa sekarang tiba-tiba dokter meminta bertemu dengan mereka?
"Ada apa Sus? Apakah ada sesuatu yang belum dokter sampaikan mengenai keadaan pasien?" tanya Chacha yang masih bingung dengan semuanya.
"Entahlah Mbak, saya tidak tahu. Lebih baik Mas dan Mbak-nya segera menemui dokter, pasien biar saya yang jaga untuk sementara waktu," jawab suster.
Mau tidak nau akhirnya Chacha harus mengalah dengan apa yang diperintahkan oleh dokter. Bagaimanapun sepengathuan pihak rumah sakit, dirinyalah yang bertanggung jawab atas semua biaya pengobatan Ucup. Sedang Conan, tentu saja dia-pun di panggi dokter karena dia adalah teman Ucup.
Dengan langak yang sedekit lebar, Chacha dan Conan bergegas menuju ke ruang dokter. Jantung keduanya berdegup dengan kencang--khawatir jika Ucup mengalami sesuatu yang seius karena luka yang di deritnya.
"Aaaggghhh...," teriak Chacha saat tiba-tiba kakinya terpeleset lantai yang licin dan membuat tubuhnya tumbang.
Bruk... Chacha terjatuh ke atas lantai yang baru saja di pel oleh salah satu office boy rumah sakit. Rasa sakit langsung menjalar dari bagian belakang tubuhnya hingga sampai pada tubuh lainnya. Bukan hanya rasa sakit yang harus di tanggung Chacha, tapi juga rasa malu karena menjadi pusat perhatian para karyawan rumah sakit dan keluarga pasien yanh sedang berada di koridor di mana dia terjatuh.
Conan yang mendengar suara teriakan Chacha langsung menoleh ke sampingnya dan melihat gadis yang sedari tadi berjalan di sampingnya sudah terjatuh karena terpeleset. Chacha mengangkat sebelah tangannya dan beharap Conan akan membantunya berdiri. Tapi sial, Conan tidak merespon permintaan tolong Chacha, dia memilih untuk memalingkan wajahnya dan melangkahkan kakinya begitu.
"Laki-laki aneh, egois, dingin, gak punya hati!" umpat Chacha saat melihay sikap Conan yang sangat di luar dugaannya.
Sambil menahan sakit di pinggang dan bokongnya, Chacha kemudian berdiri di bantu oleh office boy yang sedang mengepel. Ada raut rasa bersalah di wajahnya saat membantu Chacha dan berulang kali dia meminta maaf atas apa yang terjadi kepada Chacha.
"Semua bukan salah Mas, saya yang kurang hati-hati," kata Chacha yang kemudian melangkahkan kakinya dengan sedikit tertatih berusaha menyeimbangkan kembali langkahnya dengan Conan.
Setelah berada di samping Conan, pria yang tidak punya hati itu hanya menatap Chacha dengan ujung matanya. Tidak ada ekspresi atau pertanyaan yang keluar dari bibir Conan meski hanya sebuah basa-basi semata.
"Dasar pria aneh, kenapa gak nahan aku pas aku mau jatuh? Atau setidaknya tolong aku ketika aku terjatuh? Ini malah melengos begitu saja seolah-olah tidak kenal sama sekali!" kata Chacha kesal atas sikap Conan tadi.
"Kalau aku tolongin pasti kamu ke-GR-an," jawab Conan dengan begitu entengnya dan tanpa beban sama sekali.
"Apa kamu bilang, ke-GR-an? Aku bukan cewek yang bisa ke-GR-an cuma karena di tolongin seperti itu! Dasarnya saja kamu memang tidak niat nolong aku!" kata Chacha sambil melangkahkan kaki lebih lebar hingga kini dia berjalan di depan Conan.
Melihat hal itu Conan hanya mengulum senyum. Selama ini dia berpikir jika perempuan angkuh seperti Chacha tidaklah membutuhkan pertolongan orang lain bagaimanapun keadaannya. Tapi ternyata dia salah, perempuan itu masih memerluka pertolongan orang lain ketika dirinya terjatuh dan mendapatkan 'malu' yang tidak di sangka-sangka.
"Aku kira perempuan angkuh dan judes seperti kamu tidak akan membutuhkan pertolongan orang lain," kata Conan dengan suara yang begitu lirih namun telinga Chacha mampu mendengar kata-kata itu dengan sangat jelas.
Chacha langsung membalikkan badannya dan matanya menatap tajam pada sepasang netra Elang milik Conan. Tatapan yang hampir membunuh itu di tanggapi Conan dengan begitu santai seolah dia tidak melakuka satupun kesalagan hingga membuat gadis terpintar di kampusnya meradang.
"Apa kamu bilang? Aku angkuh? Judes?" tanya Chacha yang memastikan jika pendengarannya masih berfungsi dengan sangat baik.
Conan yang mengetahui jika Chacha sedang marah memilih untuk tetap bungkam dan melanjutkan langkah kakinua menuju ruang dokter yang hanya berjarak tinggal beberapa meter saja. Tapi Chacha tidak membiarkan hal itu begitu saja, dengan cepat dia menghadang langkah Conan hingga mau tidak mau pria bertubuh tinggi itu harus menghentikan langkahnya
"Ya, kamu angkuh dan judea, puas!" kata Conan yang seketika membuat Chacha terdiam saking kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomanceCinta sejati sering kali terdengar begitu indah di telinga, tapi perjalanannya tak permah seindah bunga yang bermekaran di taman ataupun kerlip bintang di langit. Cinta sejati selalu memberikan satu pembelaharan, satu kisah yang tak akan pernah dilu...