Tujuh Belas

1.6K 133 5
                                    

Chacha melangkahkan kakinya menuju ke kosannya yang tidak terlalu jauh dari kampus. Tapi kali ini dia menggunakan jalan lain yang menurut teman-temannya jauh lebih dekat jika di bandingkan dengan jalan biasa yang setiap hari dia lewati. Tapi Chacha sendiri tidak tahu pasti mengenai hal itu karena di baru pertama kali menggunakan jalan ini.

"Ya Tuhan...," teriak Chacha saat di sebuah jalan yang sepi melihat tubuh seorang pria tergeletak begitu saja di jalan.

Chacha segera berlari ke arah orang itu memeriksa keadaannya. Namun betapa terkejutnya dia saat melihat orang itu adalah salah satu pekerja yang mengerjakan renovasi kampusnya. Dia tahu betul jika orang itu adalah pekerja yang sering kali menggodanya dengan bertanya mau ke mana atau hanya sekedar memanggilnya saja.

Chacha mencoba menggoyangkan tubuh pria itu, berharap jika pria itu masih sadar sehingga akan memudahkan Chacha untuk membawanya pergi. Tapi sayang, Ucup tidak juga membuka matanya dan hal itu membuat gadis berambut indah itu kebingungan.

"Toloooonnggg... tolooonnggg...," teriak Chacha berharap ada seseorang yang mendengar teriakannya.

Tapi sayang, berulang kali dia bertariak belum juga ada seorangpun yang datang menghampirinya. Dengan wajah yang mulai panik Chacha mencoba memeriksa denyut nadi Ucup. Beruntung, pria itu masih memiliki denyut nadi yang menandakan jika dia masih hidup.

Lelah berteriak, akhirnya Chacha memikirkan berbagai cara untuk memberikan pertolongan pada Ucup. Sesekali matanya menatap pada tubuh Ucup yang masih tergeletak pingsan, menimbang apa yang akan dia putuskan agar dapat menolongnya dengan cepat.

"Ada apa?" terdengar suara seseorang saat Chacha baru saja akan mengalungkan tangan Ucup ke pundaknya agar dapat dia angkat meski pasti dengan susah payah.

"Aaahhh...," teriak Chacha kaget dan melihat ke arah suara itu berasal.

Chacha melihat seorang pria bertubuh tinggi dan tegap tengah berdiri di dekatnya. Dia mengenali pria itu sebagai teman dari kuli yang kini tergeletak di depannya pingsan. Tapi sayang, Chacha tidak mengetahui nama pria itu yang ternyata Conan.

"Ucup!" teriak Conan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, "Dia kenapa?"

"Tidak tahu, aku menemukan sudah dalam keadaan seperti ini," jawab Chacha yang merasa senang karena ada yang dapat membantunya menolong Ucup.

"Kamu cari taksi di depan, Ucup biar aku yang urus!" perintah Conan sambil berlutu di sampimg Ucup.

Setelah mendapat perintah dari Conan, Chacha langsung berlari ke arah jalan raya dan mencari taksi secepat mungkin. Sementara itu, Conan yang memang memiliki perawakan lebih besar dari Ucup tanpa kesulitan langsung menggendong tubuh temannya yang masih terkulai lemah tidak berdaya.

***

"Tidak apa-apa hanya sedikit memar di beberapa bagian tubuh dan patah tulang kanan. Tapi untuk memastikan dia harus di rontgen," kata Dokter sesaat setelah memeriksa Ucup di ruang UGD rumah sakit.

Huft... akhirnya Chacha dan Conan dapat menarik napas lega setelah mengetahui keadaan Ucup. Meski keadaannya tidak baik-baik saja dan kemungkinan harus berhenti bekerja selama beberapa waktu, tapi setidaknya dia sudah mendapat penangan dokter.

"Silahkan urus adminiatrasi, pasien harus di rawat selama beberapa hari," kata Dokter setelah menanganu Ucup.

"Aku saja," kata Chacha sesaat sebelum Conan beranjak dari samping Ucup.

Chacha melangkahkan kakinya ke bagian administrasi untuk memesan kamar setelah sebelumnya dia meminjam KTP Ucup yang di ambil Conan dari dompet Ucup. Chacha memesankan kamar kelas utama untuk merawat Ucup. Dia sengaja melakukan itu karena menurutnya, menolong seseorang itu jangan setengah-setengah dan harus dengan pertolongan yang baik.

"Kenapa kamu nemesankan kelas utama? Kamu taukan jika kami hanya kuli?" tanya Conan sesaat setelah sampai di ruang rawat inap Ucup.

"Tidak apa, aku yang membayar semuanya," jawab Chacha sambil menyunggingkan seulas senyum.

Tabungan Chacha memang tidak sebesar tabungannya saat masih berada di bawah atap yang sama dengan kedua orang tuanya. Tapi dia yakin jika uangnya itu akan cukup untuk membayar semua biaya rumah sakit Ucup dan keperluannya selama beberapa bulan ke depan hingga dia lulus.

"Terima kasih," kata Conan.

"Sama-sama," kata Chacah, "Oh iya kita belum kenalan, namaku Khansa, aku biasa di panggil Chacha."

"Aku... Conan," kata Conan sambil mengulurkan tangannya dan di sambut hangat oleh Chacha.

"Tidak segarang yang di tampak di luar. Gadis yang baik dan hangat," kata Conan di dalam hati sambil melihat Chacha yang berada di hadapannya.

Setelah berkenalan, Conan duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur Ucup, sedangkan Chacha melangkahkam kakinya menuju ke kursi lain yang ada di kamar itu.

Chacha baru saja duduk saat tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dia segera mengambil ponselnya dan melihat sebuah nama tertera di layar ponselnya. Nama seorang perempuan yang telah mengandung dan melahirkannya.

"Ya Ma," kata Chacha saat mengangkat telpon itu.

Chacha memang tidak akur dengan kedua orang tuanya. Tapi prinsipnya tetap sama bahwa seburuk apapun hubungan mereka, dia akan tetap mengangkat telpon dari perempuan yang telah berjasa bagi hidupnya.

"Kamu bisa pulang sekarang Cha?" tanya perempuan diseberang sana.

"Untuk apa? Bukankah Chacha sudah bilang jika Chacha tidak akan pulang sampai Mama dan Papa tidak memaksakan kehendak kalian!"

"Pulanglah Cha sebentar saja, ada pertemuan keluarga dan Mama sudah bilang jika kamu akan pulang USA."

"Tidak, Chacha tidak akan pulang!"

"Jika kamu tidak pulang, apa yang harus Mama katakan pada kakek nenekmu dan keluarga yang lain?"

"Katakan saja yang sebenarnya!"

Chacha masih tidak habis pikir bagaimana orang tuanya belum juga jujur kepada keluarga besarnya setelah pertemuannya dengan Sang Ayah tadi pagi. Mereka malah dengan seenaknya membuat janji temu dan mengatakan jika dirinya akan pulang ke rumah dari luar negeri.

"Bagaimana Ma? Anakmu itu akan pulangkan?" terdengar suara Pak Wiradinata di belakang istrinya hingga membuat Chacha terdiam dan mendengarkan percakapan suami istri itu.

Hening, tidak ada jawaban dari Ibu Wiradinata, sepertinya perempuan paruh baya itu menyadari jika anaknya dapat mendengar percakapannya dengan suami tercinta.

"Suruh dia pulang, Papa tidak mungkin membatalkan pertemuan kita dengan keluarga Atmaja dan mempertemukan Chacha dengan Alex," lagi terdengar suara Pak Wiratmaja di seberang sana.

Mendengar hal itu terang saja membuat Chacha naik pita. Tidak pernah terpikirkan di dalam benaknya jika kedua orang tua yang di hormatinya akan berbohong hanya agar dia mau pulang, terlebih dengan membawa nama kakek dan neneknya.

"Ma, bilang sama Bapak Wiradinata yang terhormat jika Chacha tidak akan pulang dan menolak untuk di jodohkan dengan Alex Atmaja, Chacah bisa mencari pendamping hidup sendiri tanpa bantuan kalian!" kata Chacha dengan penuh penekanan dan langsung menutup telpon dari ibunya.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang