Conan melangkahkan kakinya di bawah terik natahari sambil sesekali dia menatap sekitarnya yang begitu sepi tanpa adanya aktivitas para mahasiswa. Satu-satunya aktivitas yang ada di kampus ini hanyalah renovasi yang sedang dilakukan olehboara pekerja. Sesekali dia mengusap peluh yang mulai mengucur dari keningnya yang telah menghitam.
"Co... Conan...," terdengar suara seseorang yang memanggil namanya dengan sangat jelas.
Conan segera berbalik dan menatap ke arah pria berpakaian rapi yang sedang berdiri di ambang gerbang kampus. Matanya sedikit menyipit untuk melihat dengan jelas siapa pria yang datang menemuinya dengan pakaian yang begitu rapi.
Setelah yakin dengan orang yang datang menemuinya, Conan segera melangkahkan kakinya ke arah orang itu sambil bibirnya terus menggerutu tanda tidak menyukai pria tak di undang itu. Mungkin jika bisa memilih, Conan akan memilih mengabaikam orang itu saja, tapi sayang efeknya tidak akan baik bagi dirinya.
"Ada apa?" tanya Conan saat telah berada di hadapan pria itu.
Pria berpakaian rapi itu tidak segera menjawab pertanyaan Conan, dia hanya tersenyum simpul. Hal itu membuat Conan kesal dan langsung membalikkan badannya berniat untuk pergi dan kembali bekerja.
"Tunggu...," katanya yang membuat Conan membalikkan badannya dan kembali menatap pria itu, "Gue liat perempuan cantik dan pemberani."
Mendengar hal itu Conan hanya mengangkat sebelah alisnya, dia sudah tahu berul ke mana arah pembicaraan pria yang ada di hadapannya dan Conan jelas tidak ingin membicarakan hal itu.
"Bukan urusan gue. Gue balik kerja lagi," kata Conan sambil membalikkan badannya.
"Co... gue belum selese ceri...," kata pria berpakaian rapi itu namun kata-katanya terhenti saat melihat Conan terus berjalan meninggalkannya dan melambaikan tangan tanda bahwa dia sama sekali tidak peduli dengan apa yang akan di ceritakan pria itu.
Conan memang orang yang sangat dingin dan cuek kepada siapapun, bahkan kepada orang-orang di sekitarnya yang sudah dia anggap sebagai keluarga. Bagi dirinya, hal yang paling penting di dunia ini adalah kerja, kerja dan kerja, bukan perempuan atau hal lainnya yang mengatas namakan cinta.
Conan terus melangkahkan kakinya dengan lebar hingga sampai di tempat di mana dia bekerj. Di sana sudah ada teman-temannya yang baru saja selesai istirahat makan siang dan beberapa di antaranya sedang asyik mengobrol dan bercanda.
"Co... kamu makan di mana? Kita cariin kok gak ada?" tanya salah satu temannya.
"Makan di sana, di depan sambil cas hp biar bisa telpon ke kampung," jawab Conan dan teman-temannya mengangguk percaya karena di tempat mereka makan memang tidak dapat men-charge ponsel.
Setelah menjawab pertanyaan teman-temannya Conan segera duduk di samping Ucup yang tengah asyik mengirim pesan kepada istrinya. Sesaat Ucup melirik ke arah Conan dan melihat pria yang duduk di sampingnya tengah menyandarkan punggungnya ke dinding yang ada di dekat mereka.
"Sudah?" tanya Ucup singkat.
"Sudah, makasih ya," kata Conan sambil menepuk pundak Ucup pelan dan tersenyum penuh arti.
Setelah beristirahat selama lima menit, akhirnya Conan kembali bekerja begitupun dengan yang lainnya. Mereka harus dapat menyelesaikan renovasi itu dalam waktu yang sangat singkat hingga kemungkinan besar mereka akan lembur agar dapat mencapai target.
Matahari bergulir ke arah barat dengan begitu cepatnya hingga tanpa terasa waktu mereka bekerja pun telah usai. Setiap pekerja mulai mengemasi barang mereka masing-masing dan satu persatu mulai kembali ke kontrakan mereka di mana mereka tinggal selama pengerjaan renovasi kampus.
"Aku ke sasana dulu mumpung lagi sepi," kata Conan pada Ucup yang sedang berdiri di sampingnya.
"Lho, mang kamu bisa bela diri?" tanya Ucup yang terlihat begitu kaget dengan apa yang dikatakan oleh Conan.
Tanpa menjawab pertanyaan Ucup terus melangkahkan kakinya menuju sasana. Dia merasa dirinya sudah terlalu lama tidak meregangkan otot-ototnya dan berlatih bela diri. Pekerjaannya sebagai kuli bangunan serta tidak tersedianya tempat membuat dia tidak perna berlatih ilmu bela diri yang di dapatnya ketika masih kecil.
Ruangan bercat putih dengan berbagai fasilitas olah raga di dalamnya terlihat begitu lengang tanpa ada seorangpun yang berada di dalamnya. Dengan langkah gontai Conan mulai memasuki Sasana sambil sesekali meregangkan otot-ototnya sebagai pemasana agar dia tidak cidera saat latihan nanti.
Setelah menggerakkan otot-otot tangannya, Conan mulai berlari mengitari Sasana sebanyak dua putaran sebelum akhirnya dia berdiri di hadapan Samsak. Dalam ingatannya masih terpatri bagaimana seorang gadis bertubuh tinggi dan langsing dengan rambut di ikat ekor kuda berulang kali memukuli Samsak secara membabi buta, bahkan tanpa pemanasan sebelumnya.
"Gadis yang aneh," kata Conan sambil tersenyum dan mulai memukul Samsak yang ada di hadapannya.
Conan terus melancarkan pukulan dan tendangannya hingga peluh mulai bercucuran dari pori-pori tubuhnya. Gerakkannya yang begitu cepat dan teratur menunjukkan jika Conan bukanlah orang baru dalam dunia bepa diri. Dia mungkin tidak memiliki ban sebagai tanda tingkat dalam bela diri, tapi gerakkan dan keakuratannya menunjukkan skill-nya yang patut di acungi jempol.
Lelah menyerang samsak secara berulang, akhirnya Conan memeluk samsak yang berayun ke sana-ke mari dengan cukup erat sambil menarik napas dan membuangnya secara perlahan.
"Kemampuanku sedikit menurun, aku terlalu jarang latihan dan olah raga hingga pernapasanku kacau," gumam Conan sambil kembali bersiap untuk melakukan tendangan dan pukulan berikutnya.
"Wow... lihat ada siapa di sini..," terdengar sebuah suara berasal dari pintu Sasana yang sedikit terbuka.
Conan yang mendengar suara itu langsung menghentikan pukulannya yang sedikit meleset dan langsung melihat ke arah pintu masuk Sasana. Di sana berdiri tiga orang pemuda--Davin, Niko, dan Ardi--yang mengenakam pakaian serba putih dengan ban hitam melingkar di pinggang mereka.
Huft... Conan menarik napas dalam dan menghembuskannya kasar. Dia tahu betul jika masalah akan segera menghampirinya dan tidak akan dapat di hindari meski dia ingin menghindarinya.
Ketiga orang pemuda itu berjalan dengan langkah santai menghampiri Conan yang akan berlalu dari Sasana. Salah satu dari mereka langsung menghadang langkah dari Conan dan menatapnya dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.
"Mau ke mana?" tanya Davin sambil berjalan mengitari Conan.
"Permisi saya mau pulang," kata Conan dingin.
"Owh... begitu mudahnya kamu pulang setelah menggunakam fasikitas kampus ini?" tanya Niko dan di balas dengan tatapam tajam dari Conan.
"Ini fasilitas kampus untuk mahasiswanya, bukan untuk kuli sepertimu!" kata Davin sambil sedikit mendorong tubuh Conan dan Conan bergeming.
"Karena saya kuli jadi saya tidak boleh menggunakannya?" tanya Conan.
"Tentu... dan sebagai hukumannya ayo kita bertanding!" kata Davin sambil memasang kuda-kuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomanceCinta sejati sering kali terdengar begitu indah di telinga, tapi perjalanannya tak permah seindah bunga yang bermekaran di taman ataupun kerlip bintang di langit. Cinta sejati selalu memberikan satu pembelaharan, satu kisah yang tak akan pernah dilu...