Khansa berdiri menatap sebuah rumah berlantai dua dengan beberapa mobil mewah berjejer di depannya. Beberapa kali ia menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan sangat perlahan. Matanya masih saja menatap nanar rumah yang selama beberapa tahun ini tidak ia injak meski di hari raya atau hari-hari libur lainnya yang seharusnya ia berada di sana.
Kali ini mau tak mau ia harus kembali ke rumah megah itu. Bukan untuk tinggal di sana, tetapi untuk menyerahkan dua buah undangan yang tersimpan rapi di dalam tas yang selalu menemani ke manapun ia pergi. Seminggu lagi Khansa akan di wisuda dan setelah itu dirinya akan terbang ke Negeri Paman Syam untuk meraih kesempatan yang dipastikan tidak akan datang utuk kedua kalinya.
"Mbak Chacha, kenapa Mbak hanya berdiri di luar?" Seorang pria berseragam hitam putih yang menyadari kedatangannya langsung menghampiri dengan sebuah senyuman mengembang di bibirnya, "saya pangling melihat Mbak, sudah lama Mbak tidak pulang."
Chacha tersenyum menampakkan beberapa gigi putihnya. Sudah sangat lama ia pergi dari rumah tapi dirinya masih ingat dengan semua pekerja di rumah besar ini. Seperti Pak Maidi, satpam yang kini sedang berdiri menyambutnya dengan penuh senyuman hangat. "Maaf, Pak, Chacha sibuk dengan kuliah jadi tidak sempat pulang."
Pria paruh baya yang sudah lama mengabdi pada keluarga Wiradinata itu hanya tersenyum mengangguk. Ia tahu betul apa yang membuat Nona-nya keluar dari rumah, tapi bukan pada porsinya ia berbicara.
"Papa dan Mama ada, Pak?" tanya Chacha setelah terdiam selama beberapa saat.
"Ada, Mbak ...," kata Pak Maidi dan sejenak menghentikan kata-katanya seolah takut dia salah bicara.
"Ada apa, Pak?" tanya Chacha yang menyadari ada sedikit kesungkanan dalam perkataan Pak Maidi, "sedang kumpul keluarga ya?"
"Iya, Mbak, ada Pak Alex juga," kata Pak Maidi yang seolah ingin memberitahukan jika sebaiknya Khansa datang lain waktu sehingga tak perlu bertemu dengan pria itu
Tapi Chacha justru memikirkan hal lain. Ia tahu betul jika sedang ada kumpul keluarga maka Ariana pasti juga datang karena dia tak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk berkumpul--terutama menghina dirinya--meski harus terbang dari US ke Indonsia. "Tidak apa, Pak, saya hanya punya waktu hari ini."
Chacha melangkahkan kakinya menyusuri halaman yang luas dan melihat satu persatu mobil yang terparkir. Sesekali ia menarik napas karena sadar jika sesaat lagi dirinya akan menjadi pusat perhatian dan membuat heboh keluarga besarnya. Bukan hanya karena dirinya yang selalu absen pertemuan keluarga, tapi juga tempat kuliahnya.
Kini di hadapan Khansa terpampang sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan sanak saudaranya. Sesekali matanya mengedarkan ke berbagai sudut ruangan hanya untuk memastikan jika semua keluarga telah hadir.
"Cha, kamu akhirnya datang juga di acara keluarga. Seneng tahu liat kamu lagi, udah lama kita gak ketemu ya? Lagian kenapa kamu meski gak datang di setiap acara hanya karena kamu kuliah di dalam?" kata Bella, salah satu sepupu Chacha yang memang sedikit bawel tapi selalu memandang semuanya dengan sisi positif.
"Ya wajar dong dia malu, Bel, kan cuma dia saja yang kuliah di dalam negeri. Gak level kali sama kita!" Siapa lagi yang bisa berbicara sepedas itu kalau bukan Ariana, si ratu ular yang selalu mencari masalah dengan Chacha.
Khansa tidak menghiraukan kata-kata sepupunya, ia kembali melangkahkan kaki untuk menghampiri sang Oma dan Opa yang sudah berusia lanjut. Diciumnya kedua pipi dan tanga orang yang begitu menyayanginya dan selalu menjadikannya sebagai cucu kesayangan. "Chacha sayang kalian dan kangen Oma serta Opa."
"Cucu kesayanga Oma," kata Oma Chacha sambil mengecup puncak kepala cucunya.
"Maaf, Oma, Opa, Mama, Papa, Om, Tante, dan semua sepupu. Chacha beberapa tahun tidak ikut kumpul keluarga. Bukan karena Chacha malu karen hanya berkuliah di univeraitas di dalam negeri, tapi karena satu keadaan yang tidak memungkinkan.
"Chacha kali ini pulang sebentar hanya untuk memberikan undangan wisuda minggu depan. Chacha tidak terlalu berharap Papa dan Mama datang, tapi ini adalah hak kalian yang harus Chacha berikan pada kalian sebagai orang tua Chacha," kata Khansa sambil menyerahkan dua buah undangan yang sedari tadi menjadi penghuni tasnya.
Setelah memberikan undangan itu, Khansa berjalan membelah ruangan dan berhenti tepat di hadapan Ariana. Pandangannya tajam dan bibirnya tersenyum sinis yang dibalas dengan sebuah senyuman penuh ejekan dari Ariana. Ia masih menganggap jika Chacha adalah gadis bodoh sehingga tak mampu berkuliah di luar negeri.
"Dan, Chacha punya pengumuman satu lagi," katanya sambil terus menatap mata Ariana. "Seminggu setelah wisuda Chacha akan berangkat ke US untuk melanjutkan kuliah di Boston University. Chacha kuliah di sana bukan dengan uang orang tua, melainkan dengan bea siswa yang di dapat dari menjuarai lomba essay se Asia-Pasifik. Jadi, buang anggapan kalian bahwa jika kuliah di dalam negeri memiliki otak jongkok!"
Mendengar perkataan Chacha semua langsung terdiam, termasuk Ariana. Ia sungguh tak percaya jika sepupunya akan kuliah di Boston dan dengan bea siswa pula. Sedangkan ia, sangat berbanding terbalik dengan Chacha.
"Kamu di sana tinggal di mana, Cha? Kamu tinggal bersama Uncle-mu saja ya?" kata Oma Chacha yang memang selalu mengkhawatirkan cucunya itu.
"Tidak, Oma, Chacha akan tingga disebuah apartemen. Kebetulan kemarin dari salah satu situs Chacha telah mendapatka sebuah apartemen yang disewakan." Chacha tersenyum menatap perempuan yang sudah menua itu.
"Biaya ...," Baru kali ini Pak Wiradinata membahas soal uang di hadapan Chacha. Ia memang sering berselisih paham dengan putrinya, tapi sebagai seorang ayah dia tahu masih ada kewajiban yang harus dipenuhinya.
"Papa tidak usah khawatir, karena keberuntungan masih menaungi Chacha," kata Khansa sambil tersenyum puas, "Chacha sudah mendaftar magang di salah satu perusahaan yang ada di sana dan mereka sudah menerima Chacha."
Chacha yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dan beberapa teman di saat ia mengikuti beberapa perlombaan memang memudahkannya mendapatkan informasi mengenai lowonga pekerjaan. Beruntung ada sebuah perusahaan di bidang properti yang mau menerimanya bekerja dan tidak keberatan jika Chacha masuk seminggu setelah ia sampai di US.
Puas membuat pengumuman yang menggemparkan, Chacha pun kembali melangkahkan kaki. Kali ini ia berjalan ke arah pintu depan rumahnya untuk kembali ke kosnya. Bagaimanapun, Chacha masih merasa rumah ini bukan temoatnya sebelum kedua orang tuanya dapat menerima semua keputusan dirinya dan menerima hubungannya dengan Conan meski mereka memiliki banyak perbedaan. Tapi itulah cinta yang hadir dan tumbuh bukan hanya kesamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomanceCinta sejati sering kali terdengar begitu indah di telinga, tapi perjalanannya tak permah seindah bunga yang bermekaran di taman ataupun kerlip bintang di langit. Cinta sejati selalu memberikan satu pembelaharan, satu kisah yang tak akan pernah dilu...