"Miss. Cha, dipanggil sama Mr. Josh suruh ke ruangannya dan membawa laporan penjualan bulan ini," kata seorang office boy menghampiri Khansa yang sedang bekerja di kubikelnya. Saat pertama kali masuk ke perusahaan ini Khansa memang memperkenalkan dirinya dengan nama Khansa dan nama panggilan yang biasa diberikan teman-teman serta keluarganya sehingga tidak aneh jika ada yang ikut memanggilnya dengan nama Chacha atau Miss. Cha, seperti office boy tadi.
Chacha segera menyimpan pekerjaannya agar tidak hilang. Dia kemudian memastikan penampilannya tetap baik sebelum akhirnya membawa sebuah map biru dan berjalan ke arah lift. Ruangan Mr. Josh berada di lantai sepuluh sedang Khansa berada di lantai delapan.
Khansa menunggu beberapa saat hingga akhirnya pintu lift terbuka. Di sana sudah ada tiga orang di mana dua orang berbadan tinggi dengan mengenakan stelan formal dan kacamata hitam berdiri di sisi kiri dan kanan. Sedang seorang pria yang sama berpakaian formal.
Begitu masuk ke dalam lift, langkah Chacha sempat terhenti dan hampir mundur untuk kembali ke luar lift. Dia merasa sangat kaget dengan apa yang dilihatnya. Pria yang berada di tengah adalah Ranma, kekasih hantinya yang selama ini mengaku sebagai seorang kuli bangunan. Tapi kini Chacha melihat kekasihnya itu berpakaian begitu rapi dan formal. Perasaannya campur aduk antara bahagia karena bisa bertemu dengan kekasih hatinya dan marah karena selama ini telah dibohongi habis-habisan oleh orang yang begitu dia cintai.
"Cha ...," kata Conan saat melihat Chacha yang hampir saja ke luar seandainya pintu lift tidak segera tertutup.
"Maaf, saya tidak mengenal Anda!" kata Chacha sambil mengeratkan genggamannya pada map yang dia bawa. Chacha begitu takut jika dia tidak dapat mengendalikan respon dirinya atas apa yang baru saja dilihatnya. Di satu sisi dia ingin memeluk Conan dengan begitu erat, tapi di sisi lain ingin marah dan memaki atas semua yang telah terjadi.
Conan yang melihat sikap Khansa langsung mengulurkan tangannya dan berusaha menggenggam tangan Chacha, tapi dengan keras dihempas oleh gadis itu. "Saya tidak mengenal Anda, jadi jangan pegang saya!" kata Chacha dengan suara yang cukup keras hingga membuay dua orang di samping Conan berjalan ke depan untuk melakukan tindakan kepada Chacha tapi Conan melarangnya.
"Hentikan!" kata Conan. "Cha ... aku Ranma."
"Ranma yang saya kenal adalah seorang kuli bangunan, bukan eksekutif muda seperti Anda!"
Mendengar jawaban Chacha, Conan hanya dapat menarik napas dalam. Dia melihat gadisnya yang kini sedang berusaha meredam amarahnya.
Tring ... suara lift berbunyi menandakan jika Chacha telah sampai di lantai yang dia tuju. Namun saat hendak melangkah, tiba-tiba Conan menggenggam tangannya dengan erat dan mengambil paksa map yang Chacha pegang dan memberikannya kepada salah satu pengawalnya.
"Kalian keluar dan berikan map ini kepada ... kamu akan menyerahkannya pada siapa?" tanya Conan dan lift kembali tertutup sehingga berjalan kembali. "Jawab Cha ini untuk siapa?!"
Mendengar suara Conan yang meninggi, Chacha mendongakkan kepalanya dan kemudian mengigit bibirnya. Melihat hal itu Conan segera melonggarkan genggamannya tapi tetap sulit untuk dilepaskan Khansa. Lelaki itu pun mengecup bibir Khansa pelan walau ada pemberontakan dari gadis itu. "Katakanlah ini untuk siapa atau kamu lebih suka berciuman di hadapan pengawalku?"
"Untuk Mr. Josh," jawab Chacha setelah memikirkan semuanya baik-baik. Dia memang marah pada Conan, ingin memakinya. Tetapi dia juga mencintai lelaki itu dan membutuhkan penjelasan atas semua yang terjadi. Khansa sadar betul selama masih ada pengawal Conan, dirinya tak akan mendapatkan jawaban apa pun. Bukan hanya itu, Conan pum bisa saja melakukan ancamannya dan hal itu jelas akan membuat dia malu.
"Berikan map itu kepada Josh, dan kalian keluar di lantai berikutnya!" kata Conan
"Tapi ...," kata salah satu pengawal itu.
"Saya harus berbicara dengannya dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun!" kata Conan memotong perkataan pengawalnya itu. "Saya tidak menerima penolakan apa pun!"
Setelah saling terdiam selama di dalam lift, kini Chacha dan Conan telah sampai di ruangan Conan, sebuah ruangan yang sangat luas dan bisa melihat pemandangan di luar sana, terutama birunya langit.
"Duduk dulu, Cha!" perintah Conan saat Chacha menolak untuk duduk dan memilih tetap berdiri.
"Untuk apa aku duduk? Untuk mendengarkan semua kebohongamu lagi, hah?!" tanya Chacha yang kini derai air mata mulai jatuh membasahi pipinua. Hatinya terasa sakit saat menyadari jika dirinya telah dibohongi begiti lama.
"Duduk dulu, Cha!"
"Gak, aku ga perlu duduk! Yang aku perluka adalah penjelasanmu atas semuanya, Co!"
Conan mengacak rambutnya frustasi, dia tidak pernah menyangka jika respon Khansa akan seperti ini. Dalam pikirannya, Chacha akan tetap bersikap manis dan manja meski tahu semuanya, tapi kenyataan jauh berbeda dari bayangannya.
"Apa sih yang sebenarnya kamu mau dari aku, Co? Kenapa selama ini kamu membohongiku? Apa kamu tak cinta sama aku sehingga kamu membohongiku? " tanya Chacha dengan butir bening yang semakin deras membasahi pipinya sebagai ungkapan dari betapa sakit hatinya atas apa yang dia alami selama ini.
"Aku tak pernah bohong, Cha!"
"Tak pernah bohong kamu bilang?! Tak pernah bohong bagaimana jika kenyataannya selama ini kamu berbohong? Kamu lupa jika selama ini kamu mengaku bekerja sebagai kuli? Lupa kamu mengaku tiap bulan harus bekerja keras untuk mengirimi uang kepada ibumu di kampung? Tapi kenyataannya sekarang apa? Kamu seorang eksekutif muda, memiliki perusahaan besar di negara adidaya yang ke mana-mana selalu dikawal. Apa itu yang kamu katakan tidak pernah berbohong?"
"Tapi kenyataannya aku memang tidak pernah berbohong, Cha."
"Kamu masih mengalak? Apa sih yang ada di otakmu itu hingga tega masih terus menyangkal semuanya? Apa kamu suka jika melihat aku terluka?"
"Cha ... jangan sekali-kali kamu bilang aku tega melihatmu terluka! Ingat, Cha, aku bahkan tak ingin kamu sakit dan bersedih, apa pun aku lakukan agar kamu selalu tersenyum."
"Tapi kenyataannya kamulah yang membuatku menangis, Co!"
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love
RomantizmCinta sejati sering kali terdengar begitu indah di telinga, tapi perjalanannya tak permah seindah bunga yang bermekaran di taman ataupun kerlip bintang di langit. Cinta sejati selalu memberikan satu pembelaharan, satu kisah yang tak akan pernah dilu...