Tiga Puluh Tiga

1.7K 133 17
                                    

"Papa...," kata itu lolos begitu saja dari bibir Chacha yang hanya di poles lipgloss. Ia sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengan ayahnya di tempat seperti ini, tempat yang sangat tidak pernah di injak oleh Pak Wiradinata.

Conan yang menyadari siap pri yang ada di hadapannya langsung berdiri dan mengangsurkan tangan ke arah pria paruh baya itu. Tapi sayang, uluran tangannya tidak di sambut oleh Sang calon mertua, yang ada dia mendapat tatapan yang sama sekali tidak bersahabat.

"Ternyata benar kabar yang Alex berikan jika kamu berpacaran dengan seorang kuli," kata Pak Wiradinata sambil menatap Conan merendahkan.

"Bukan urusan Papa aku mau berpacaran dengan siapapun, yang penting aku bahagia bersamanya," kata Chacha tak kalah sengit dari Sang ayah.

"Cha...," kata Pak Wiradinata namun kata-katanya telah di potong oleh Conan.

"Maaf Pak, meski saya hanya seorang kuli, tapi saya pasti mampu untuk menghidupi putri Anda," kata Conan sambil menggenggam tangan Chacha erat.

"Menghidupi Chacha?" tanya Pak Wiradinata dengan begitu angkuhnya.

Chacha menatap ayahnya tak senang. Dia tahu betul bagaimana sikap orang tuanya yang selalu memandang segala sesuatunya dari harta dan memiliki gengsi yang sangat besar. Tapi ia tak pernah mengira jika laki-laki yang di hormatinya itu akan bersikap seperti itu di hadapan umum.

"Kita pergi," kata Chacha tanpa menjawab pertanyaan Sang ayah dan lansung melangkahkan kaki menjauh dari tempat yang telah membuatnya merasa malu.

Setelah berada di taman, Conan mengenggam tangan kekasihnya dengan begitu erat. Ia ingin meringankan beban yang pasti di rasa sangat berat oleh pujaam hatinya. Bertemu dengan orang tua dan langsunh mendapatkan kata-kata yang tak enak memang bukanlah sesuatu yang baik, dan dia tahu itu.

"Cha...," kata Conan dengan sangat lirih namun tetap dapat di dengar oleh wanitanya.

"Kenapa Papa masih saja melihat semuanya dari harta? Kenapa tidak bisa berubah sedikitpun bahkan ketika aku telah memutuskan keluar dari rumah?" tanya Chacha meluapkan emosi yang ada di dalam hatinya.

Cairan bening nan hangat perlahan mulai membasahi pipi Chacha. Ia merasa sangat kecewa pada pria yang telah membesarkannya. Ingin di mengungkapkan kekesalannya sepuas hati, namun tetap saja semua terkungkung karena ia berada di tempat yang salah.

Hati siapa yang tak sedih saat melihat pujaan hatinya menangis dengan begitu pilu. Conan pun langsung menarik wajah Chacha dan membenamkannya di dadanya yang bidang. Ia berharap jika kehangatan yang diberikannya mampu membuat gadis itu sedikit lebih tenang.

"Aku janji, aku akan menghidupimu dengan layak meski aku hanya seorang kuli, Cha," janji Conan sambil mengelus rambut Chacha dengan begitu halus.

Itu mungkin seperti sebuah janji yang teramat sangat sulit untuk di wujudkan. Tapi bagai seorang Conan, tidak ada satu janji pun yang akan ia ingkari, apalagi pada pujaan hatinya. Baginya, Chacha adalah segalany dan apa pun akan dia lakukan agar wanitanya tersenyum dengan begitu indahnya.

"Kamu percayakan sama janjiku?" tanya Conan saat perlahan tangisan Chacha mulai memelankan hingga hanya menyisakan bulir-bulir nakal yang belum mau berhenti membasahi pipi nan mulus itu.

"Aku percaya, tapi bagaimana dengan Papa?" kata Chacha dengan suara yang sedikit parau.

Ia tahu jika dirinya bukanlah anak yang baik dan sering kali membangkang pada kedua orang tuanya. Tapi bagaimanapun mereka tetap orang yang harus di hormati apalagi dalam momen-momen penting di hidupnya. Ia seolah tak kuasa jika harus kembali bertengkar hebat dengan kedua orang tuanya.

"Aku janji akan menemui mereka setelah mendapat pekerjaan yang lebih layak dari seorang kuli, dan kupastikan itu tak akan lama lagi," kata Conan yang kembali membuat satu janji yang akan dia tepati demi pujaan hatinya.

"Tapi...," kata Chacha yang sedikit ragu.

Gadis itu tahu betul jika kekasih hatinya hanyalah lulusan sekolah dasar dan sudah barang pasti sulit untuk mendapatkan pekerkajaan lain. Di zaman yang semakin maju ini, memang sangat sulit menari pekerjaan, jangankan bagi seorang tamatan sekolah dasar, tamatan strata satu saja sulit. Lalu bagaimana Conan akan mendapatkan pekerjaan lain yang di anggap orang tuanya layak?

"Tenanglah, aku janji setelah kamu lulus nanti akan mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik hingga orang tuamu dapat menatapku," kata Conan berusaha menghilangkan keraguan di hati Chacha.

"Tapi...."

"Setelah aku mendapatkan pekerjaan, maka aku akan menemui orang tuamu dan melamarmu. Aku sangat takut kehilangan kamu, Cha."

"Aku juga takut kehilangan kamu."

Conan memeluk tubuh gadisnya dengan begitu erat. Ia memang sangat mencintai Chacha dan tak ingin kehilangan gadis itu. Apa pun akan ia lakukan hanya age dapat memiliki wanitanya secara utuh.

***

Conan merebahkan tubuhnya dj atas tempat tidur berseprai usang. Ini memang tempatnya melepas lelah setelah seharian bekerja dan membantu Chacha. Masih terbayang dalam ingatannya kejadian hari ini yang telah membuat gadisnya menangis terisak. Hatinya terasa begitu pedih karena hal itu.

"Tidak seharusnya kamu menangis seperti itu, Cha," kata Conan dengan sangat perlahan sambil terus menatap langit-langit kamarnya.

Pria berpeawakan tinggi dan atletis itu berusaha memutar otaknya untuk mencari jalan keluar dari keadaan yang membuat Chacha menangis. Bagaimanapun ia harus segera mendapatkan pekerjaan lain yang lebih layak untuk menghidupi istrinya kelak, terlebih tak lama lagi Chacha akan wisuda. Selain itu, ia pun tak tega jika gadisnya terus menangis terisak karena permasalahan yang sama.

"Co... Conan...," terdengar sebuah teriakan di balik pintu kamar tempat Conan menyembunyikan diri dan semua masalahnya.

"Masuk Cup, pintunya gak di kunci," kata Conan yang sudah hapal betul jika suara pria yang memanggilnya itu adalah Ucup.

Tubuh bertelanjang dada dan berkulit hitam itu masuk begitu saja. Ucup memang lebih senang berpenampilan seperti itu saat sedang melepas lelah dan mengorol bersama lelaki yang baru di kenalnya selama setahun terakhir ini.

"Kamu ada masalah?" tanya Ucup saat melihat wajah Conan tidak seerah biasanya.

"Tidak ada, aku hanya kelelahan saja."

"Kita memang kenal belum terlalu lama, tapi aku tau bagaimana kamu sedang ada masalah dan tidak. Jadi, ada masalah apa?"

Conan terdiam mempertimbangkan semuanya dengan baik. Ucup memang mengetahui semuanya dengan sangat baik dan mampu menjaganya dengan baik pula. Tapi haruskah ia mengatakan mengenai masalah Chacha?

"Ini soal gadis itu? Apa dia tak dapat menerimamu apa adanya?" tebak Ucup.

"Dia menerimaku apa adanya."

"Lalu?"

"Orang tuanya tidak setuju karena keadaanku saat ini, dan dia menangis. Rasanya sangat menyakitkan melihat dia menangis seperti itu."

"Jika itu menyakitkan, kenapa kamu tidak jujur saja mengenai semuanya?"

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang