Dua Puluh Enam

1.6K 132 11
                                    

Conan menatap punggung Chacha yang perlahann mulai menjauh dari hadapannya. Dia tahu betul jika gadis yang biasanya terlihat begitu judes dan memiliki kepintaran di atas rata-rata itu sedang mencoba menghindarinya meski ponselnya benar-benar berbunyi. Ia tahu semuannya dari mimik gadis yang tidak dapat dipungkirinya selama beberapa malam ini telah mengusik malam-malamnya.

"Khansa Wiradinata, gadis yang cantik, pintar, menarik, dengan semua ambisi dan keteguhan memegang prinsipnya," gumam Conan sambil mengingat perkataan salah satu temannya yang bertubuh tinggi dan tegap serta ber-tatto. Conan memang meminta bantuan temannya itu untuk mencari tahu mengenai gadis yang telah menggetarkan hatinya.

Conan melangkahkan kakinya dengan sangay perlahan, dia begitu penasaran dengan apa yang sedang di bicarakan Chacha dengan orang di seberang sana. Menguping memang bukan hobinya dan juga sangat tidak baik, tapi sepertinya kali ini dia terpaksa melakukannya karena berhubungan dengan gadis yang telah mengalihkan dunianya.

Samar Conan kembali mendengar penolakan dari bibir gadis itu. Ini memang bukan pertama kalinya dia mendengar penolakan seperti itu setelah sebelumnya ketika di rumah sakit dia melakukan hal yang sama. Perempuan berambut panjang itu seperti memang tidak dapat tunduk kepada siapapun, bahkan kepada kedua orang tuanya sekalipun. Dia melakukan apa yang dia lakukan meski itu bertentangan dengan keinginan orang tuanya.

Gadis yang unik, batin Conan sambil menghentikan langkahnya dan membiarkan Chacha berjalan semakin menjauh meninggalkannya. Dia memang menguntit hanya untuk mengetahui siapa dan apa yang dibicarakan oleh Chacha. Tapi dari percakan awal yang di dengarnya, dia sudah paham siapa dan apa yang di bicarakan Chacha di telpon.

"Co...," tiba-tiba sebuah tepukan di bahu kanan mengagetkan Conan dan dia langsung berbalik untuk melihat siapa yang melakukannya, dan ternyata itu adalah Ucup.

"Apa Cup?"

"Di cariin mandor."

"Sial!"

Conan langsung berlari menuju ke bangunan yang sedang di renovasi. Dia baru ingat jika dirinya telah terlalu lama pergi dan terang saja hal itu pasti akan membuat mandornya sedikit marah karena ulahnya kali ini.

"Nyari saya Bang?" tanya Conan saat sudah berada di belakang pria bertopi kuning dan mengenakan kaos berwarna Navy.

Semua yang berada di dalam proyek itu memang terbiasa memanggil mandor dengan sebutan 'Bang'. "Dari mana saja kamu?"

"Maaf Bang, tadi aku mules jadi ya bolak-balik ke WC."

Satu alasan yang memang paling mudah adalah urusan perut. Apalagi dia sendiri sebelumnya memang izin untuk pergi ke WC, namun dia tidak menyangka jika sekembalinya dari toilet bertemu dengan Chacha yang sedang bergumam tidak jelas dan rasa penasarannya tiba-tiba muncul.

"Alah alasan saja kamu! Ya sudah cepat kerja lagi, kita semakin di kejar waktu!" kata Mandor sambil berlalu dari hadapan Conan.

Huft... akhirnya pria bertubuh tinggi dengan warna kulit kecoklatan itu menarik napas dalam dan membuangnya secara perlahan. Kali ini dia dapat terlepas dari hukuman pemotongan gaji Sang mandor berkat kelihaiannya. Tapi ini menjadi sebuah peringatan keras baginya agar lain kali lebih memerhatikan semuanya. Dia tidak boleh sampai mengulangi hal yang sama jika masih ingin bekerja di sini dan tetap berdekatan dengan Chacha.

Khansa... nama itu mampu membuat Conan mengembangkan senyumannya setiap kali hatinya memanggil nama gadis itu. Dan bibirnya akan secara otomatis tertarik ke sisi kiri dan kanan ketika otaknya mengingat semua tentang perempuan yang menyimpan sejuta rahasia.

Tanpa terasa akhirnya istirahat siang-pun tiba. Seperti biasa Conan melamgkahkan kakinya menuju ke rumah makan langganannya. Namun sayang, tepat sebelum dia sampai di rumah makan itu, dia telah di hadang oleh Niko.

"Berhenti!" kata Niko sambil berkacak pinggang hingga membuat Conan menghentika langkahnya.

"Ada apa?"

"Sudah berulang kali gue peringatin jauhi Khansa!"

Conan tidak menjawab perkataan Niko, dia hanya menatap pria itu sambil menyunggingkan seulas senyum. Dalam benaknya ia masih tidak paham dengan jalan pikiran anak zaman sekarang, mereka bisa rela berbuat apapum demi seorang perempuan yang bahkan tidak memberikan 'sinyal' kepadanya.

Kembali Conan melangkahkan kakinya tanpa menghiraukan perkataan yang baru saja di ucapkan oleh Niko. Tapi sayang, baru saja ia melangkahkan kakinya, Niko sudah menghadangnya tepat di depan Conan.

"Ada apa lagi?" tanya Conan sambil menatap tajam pada manik Coklat milik Niko.

"Jauhi Khansa!" kata Niko sambil sedikit mengintimidasi Conan. Ia tahu bagaimana kemampuan pria di hadapannya, tapi dia tidak mau ketakutannya membuatnya mundur dan membiarkan Conan mendekati Khansa serta membuat sahabatnya jatuh terpuruk.

"Dengar! Khansa adalah perempuan yang bebas dan tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun, jadi loe gak punya hak buat larang siapapun termasuk gue buat deketin dia. Kalau dia gak keberatan, why not?" kata Conan sambil menepuk pundak Niko dan kembali melangkahkan kakinya menuju rumah makan yang hanya tinggal beberapa meter saja.

Niko menatap punggung Conan yang semakin menjauh. Tangan yang tadi terlihat bebas kini dikepalkannya dengan penuh amarah dan kekesalan. Ingin dia menonjok pria yang di matanya tidak ada artinya itu, tapi hal itu hanya akan membuatnya kalah telak dan sama saja dengan melakukan satu kebodohan yang fatal.

"Loe harus menjauhi Khansa!" gumam Niko sambil terus menatap punggung Conan yang mulai memasuki rumah makan.

***

"Siaaaaalll...," terial Khansa sambil melempar tasnya ke atas tempat tidur dan memantul mengenai tubuh Diana yang sedang terlelap tidur hingga seketika membuatnya membuka mata dan melihat ke arah Khansa.

"Ada apa sih, Cha? Datang-datang main lempar tas, sakit tau!" kata Diana sambil sedikit merenggut dan mencoba menatap sahabatnya itu dengan pandangan yang belum terlalu fokus.

"Aku kira ini hari Senin, taunya hari Minggu. Dan aku udah ke kampus buat bimbingan sama Pak Broto," gerutu Chacha sambil menyimpan skripsinya di atas meja belajar dan kemudian menyusul Diana untuk berbaring di sampingnya.

"Lah inikan mang hari Minggu, Cha. Mangkanya aku pilih tidur seharian buat hilangin lelah dan penat setelah kuliah seminggu kemarin. Kamu sih pikirannya terlalu terfokus sama skripsi dan rencana-rencana masa depanmu, jadinya begitu!"

"Bukan karena itu!"

"Lalu karena apa kalau bukan karena itu?"

"Karena kuli bangunam sialan itu!"

"Kuli bangunan, siapa?"

"Conan!"

Diana yang mendengar kata-kata Chacha langsung membulatkan kedua bola matanya tidak percaya. Ini adalah pertama kalinya sahabatnya itu membahas seorang pria di hadapannya dan terang saja itu membuatnya kaget. Tapi bukan karen itu saja yang membuatnya kaget, pria yang keluar dari bibir Chacha adalah orang yang tidak pernah ada dalam perhitungannya sama sekali.

"Kamu suka Conan, kuli itu?" tanya Diana sambil menatap Chacha dalam.

Chacha yang menyadari jika dirinya telah keceplosan langsunh membalikkan badannya. Dia tidak ingin menatap Diana dan membuat gadis itu semakin menyadari apa yang ada di dalam hatinya.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang